Obrolan di media, baik media mainstream maupun media sosial, akhir-akhir ini banyak membahas tentang metaverse. Tak terkecuali obrolan di pojok-pojok kedai kopi maupun ruang kerja perkantoran di kampung kami yang terbilang kota kecil, di Kabanjahe.
Keberadaan sebuah era dengan perpaduan dunia nyata dan dunia digital ini membawa serta keheranan, optimisme, kecemasan, dan kegelisahan sekaligus. Seperti apa masa depan dunia nanti?
Ruang virtual dengan pemanfaatan teknologi virtual reality dan augmented reality ini memungkinkan setiap orang dari seluruh dunia berkumpul dan berinteraksi.
Apa yang global dan yang lokal menjadi nyaris tanpa sekat. Benarkah tindakan sektoral dari seorang individu bisa berdampak luas bagi dunia, baik dalam sisi positif maupun negatifnya?
Lihat saja beberapa contoh soal kehebohan zaman kiwari terkait seseorang yang menjual alun-alun utara keraton Jogja dan tugu Monas di dunia metaverse. Atau yang terbaru ini seorang Gozhali yang menjadi kaya melalui foto selfie hariannya.
Foto-foto selfie-nya bertransformasi menjadi aset berbentuk Non Fungible Token (NFT) dengan nilai yang fantastis. Apa lagi ini?
Baik, mari kita tinggalkan sejenak kehebohan dunia virtual yang kini menjadi kenyataan dan sudah berdiri di ambang pintu rumah setiap kita. Kita kembali ke pertanyaan soal apa tindakan lokal yang bisa berdampak global itu.
Kita akan mengambil sebuah contoh tindakan kecil sebagai sumbangan nyata dalam mewujudkan harapan dari tingkat lokal hingga internasional. Contoh itu terkait dengan keberadaan pohon.
Pada Sabtu, 8 Januari 2022 yang lalu telah dilakukan Pencanangan Tahun Program Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Tahun 2022. Tema besar tahun program GBKP kali ini adalah "Kreatif Merawat Lingkungan".
Pencanangan ini ditandai dengan penanaman pohon di kawasan retreat center/Taman Jubileum 100 Tahun GBKP, Sukamakmur, Kecamatan Sibolangit, Sumatra Utara.
Selain dihadiri jemaat, kegiatan penanaman pohon ini juga turut dihadiri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, serta unsur pemerintahan setempat. Baik Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Kabupaten Deliserdang, maupun Kabupaten Karo.
Pencanangan ini mencakup sebuah rangkaian kegiatan simbolis dalam wujud penanaman pohon. Tentu sebagai sebuah tema tahunan gerakan pelayanan, kreatif merawat lingkungan tidak bisa berhenti sampai kegiatan simbolis saja.
Di situlah peran individu jemaat mendapatkan tempat untuk diaktualisasikan. Bisa dibayangkan apa dampak yang bisa dihasilkan bila setiap jemaat menanam satu saja pohon pada tahun ini. Entah itu di halaman rumah, di ladang, atau di desanya.
Bila tidak memungkinkan menanam pohon setidaknya setiap orang menanam dan merawat bunga di pot saja. Dari sini kita bisa mendapatkan apa jawaban atas pertanyaan "bisakah tindakan sektoral seorang individu berdampak luas bagi dunia?"
Jawaban itu bisa tampak nyata dampaknya dalam setahun, dua tahun, atau bahkan setelah kita yang bertanya tidak ada lagi di dunia nyata.
Sejalan dengan hal itu, pada 10 Januari yang lalu diperingati sebagai hari gerakan satu juta pohon internasional.
Bila metaverse memungkinkan setiap orang dari seluruh dunia berkumpul dan berinteraksi di dunia virtual dengan bantuan teknologi, maka judul peringatan ini mungkin lebih tepat direvisi menjadi hari gerakan ratusan juta pohon atau miliaran pohon internasional.
Realitas dunia baru ini memungkinkan seseorang menjual aset di dunia nyata melalui transaksi di dunia maya. Mungkinkah dengan prinsip yang sama, kesadaran akan pentingnya menanam dan merawat pohon di dunia nyata menjadi jualan yang laku di dunia maya?
Sebelum saya menemukan jawabannya, entah apakah karena saya yang terlalu "tua" atau kalah cepat dalam memahaminya, maka ada baiknya bagi saya pribadi untuk menanam beberapa batang pohon saja di dunia nyata.
Pohon apa pun itu, yang penting tanam hari ini dan lihat apa yang terjadi setelah ia tumbuh nanti.
Tindakan kecil itu hanya sekeping bagian kesadaran untuk membenturkan pertanyaan "apa gunanya menanam satu batang pohon oleh satu orang manusia, bila setiap detik nyatanya banyak manusia lainnya menebangi pohon-pohon seluas ratusan lapangan sepak bola?" dengan pertanyaan "Lalu apa yang terjadi bila semua manusia yang hidup saat ini berpikir seperti itu dan lebih memilih menanam saham di dunia metaverse?"
Mungkin memang sesekali kita perlu bertanya pada daun pohon yang jatuh berguguran. Selanjutnya, pencarian akan jawabannya bisa dimulai dari diri sendiri, di sini dan saat ini.
Hasilnya, ya lihat saja nanti. Mejuah-juah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H