Ada keunikan dalam dimensi ekologi dari rancang bangun gedung gereja yang lebih menyerupai gunung ini. Oleh sebab itu disebut jugalah namanya gereja gunung.
Panitia pembangunan gedung gereja gunung Bekerah Simacem-Sioar di antaranya adalah Onasis Sitepu sebagai ketua, Jesaya Sinulingga sebagai sekretaris, dan Darista Tarigan sebagai bendahara.
Bentuk gedung gereja gunung diniatkan membingkai gunung Sinabung sebagai latar belakang yang berdiri megah di kejauhan, tempat desa asal jemaat gereja yang sudah tertimbun kini. Menyatu dengan lekuk bentang alam kawasan Siosar dipadu dengan sejarah eksodus para pengungsi erupsi Gunung Sinabung.
Perpaduan ini diharapkan bisa membawa pesan tentang sebuah masa penantian akan hadirnya perubahan cara pandang dalam memaknai kehadiran manusia di dunia sebagai bagian dari ekosistem, bukan mengepalai ekosistem.Â
Manusia tidak sepatutnya berkuasa sekehendak hatinya atas makhluk hidup dan alam ciptaan Tuhan secara keseluruhan.
Sikap seperti itu pada akhirnya bisa mendatangkan bencana dan penderitaan. Di situ pentingnya melepaskan ego dan bergeser ke arah eco (berwawasan lingkungan) dalam mengelola alam ciptaan termasuk ketika melakukan pembangunan.
Hal ini sebagaimana penjelasan dari Boy Brahmawanta Sembiring Brahmana selaku arsitek pembangunan gedung gereja. Beliau adalah ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumatra Utara, Ketua I IAI Pusat, yang juga merupakan wakil ketua panitia pembangunan gereja gunung Bekerah Simacem, Sioar.
Kehadiran gereja gunung dan penataan taman sekitarnya juga diniatkan untuk mendukung pariwisata Tanah Karo pada umumnya dan meningkatkan kesejahteraan warga Siosar pada khususnya. Material alami bangunan gereja ini juga nantinya direncanakan akan diambil dari kawasan di sekitar desa di bawah kaki gunung Sinabung.