Kabanjahe adalah ibu kota Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jarak kota Kabanjahe sekitar 76 km dari pusat kota Medan dan 10 km dari kecamatan Berastagi.
Luas kota Kabanjahe sekitar 4,31 km persegi. Menurut data dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Karo, jumlah penduduk kota Kabanjahe pada tahun 2021 ini sebanyak 74.111 jiwa.
Sebagai ibu kota kabupaten, Kabanjahe tentu saja banyak menyimpan catatan sejarah dari masa perjuangan merebut kemerdekaan. Beberapa bukti fisik atas hal itu adalah adanya Makam Pahlawan Kabanjahe.
Makam Pahlawan merupakan tempat pemakaman jenazah para pahlawan di luar Taman Makam Pahlawan Nasional Utama yang berlokasi di Jakarta sebagai ibu kota negara, dan Taman Makam Pahlawan Nasional yang berlokasi di berbagai ibu kota Kabupaten dan provinsi di Indonesia.
Konon hanya ada dua makam pahlawan seperti ini di Indonesia. Selain Makam Pahlawan Kabanjahe, salah satunya lagi adalah Makam Pahlawan Bung Tomo yang ada di kota Surabaya.
Selain itu, ada lagi tugu "Bambu Runcing", yang merupakan ikon kota Kabanjahe dan berdiri dekat dengan kantor pos sebagai titik 0 kilometer kota Kabanjahe. Namun, ada satu bangunan gereja berlokasi di jantung kota Kabanjahe, yang sudah cukup tua dan memberikan gambaran bahwa keberadaannya merupakan bagian dari kepingan sejarah kota Kabanjahe yang tetap menarik untuk kita pungut. Yuk!
Gedung Gereja dan Sekilas Sejarah GBKP di Kabanjahe
Gedung Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Jemaat Kabanjahe Kota, demikian bangunan gedung gereja itu diberi nama. Lokasinya di pusat kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, berdekatan dengan Kantor Pos Kabanjahe dan Tugu Bambu Runcing.
Mengulas bangunan gereja yang bersejarah ini, kita tidak bisa tidak akan terhubung dengan kilasan sejarah masuknya Injil kepada orang Karo. Sejarah itu bermula dari sampainya pendeta H.C. Kruyt dan sahabat orang Minahasa bernama Nicolas Pontoh, yang membantunya mendirikan pos penginjilan di desa Buluh Awar pada 18 April 1890.
Kemudian, pada tahun 1903, misionaris selanjutnya bernama pendeta E.J. van den Berg tiba di Buluh Awar. Van den Berg meneruskan pelayanan pendeta Guillame yang habis kontraknya dengan Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), yang merupakan serikat misionaris negeri Belanda dan berpusat di kota Rotterdam.
Pada tanggal 10 April  1905, pendeta E.J. van den Berg menetap di Kabanjahe karena pos penginjilan sudah didirikan di Kabanjahe. Pada masa pelayanannya di Kabanjahe, Van den Berg memasang lonceng gereja di rumahnya. Itu adalah pertama kalinya lonceng gereja dikenal oleh jemaat, karena pada masa itu belum ada gedung gereja di Kabanjahe.
Tahun 1911 pendeta E.J. van den Berg membaptis keluarga Pa Mbelgah Purba, yang merupakan salah seorang sibayak (bisa juga dimaknai sebagai raja) di Kabanjahe. Barulah pada tanggal 12 Juli 1925, gedung Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang saat ini dikenal dengan nama GBKP Kabanjahe Kota selesai dibangun.
Desain bagian luar dan bagian dalam bangunan sangat terasa bernuansa Eropa. Namun, bangunan yang saat ini masih beridiri kokoh adalah hasil pemugaran dari bangunan sebelumnya, karena bangunan gereja yang awal habis terbakar.
Kepingan Sejarah Pelayanan di Sekitar Gedung Gereja GBKP Kabanjahe Kota
Tidak jauh dari lokasi gereja GBKP Kabanjahe Kota berdiri toko buku yang dinamakan Toko Buku GBKP Abdi Karya, yang diresmikan pada tanggal 19 Oktober 1983. Ini merupakan salah satu toko buku tertua dan masih beroperasi hingga saat ini di kota Kabanjahe.
Di sekitar lokasi gereja GBKP Kabanjahe Kota juga terdapat sebuah panti rehabilitasi bagi penyandang disabilitas yang beroperasi di bawah naungan Yayasan Kristen Penyandang Disabilitas (YKPD) Alpha Omega. Tempat ini didirikan pada tanggal 21 Juli 1988.
Selain itu, masih dalam kawasan yang sama, dekat dengan gedung gereja ada juga bangunan-bangunan sekolah Masehi GBKP yang merupakan peninggalan dari masa-masa zending. Selain pekabaran Injil, misionaris memberikan perhatian besar dalam bidang kesehatan dan pendidikan bagi orang-orang Karo.
Bila pada masa lalu SMA Masehi Kabanjahe adalah sebuah sekolah menengah atas yang terkenal di Kabanjahe karena kualitas dan pembinaan disiplinnya, maka kini sekolah itu tinggal kenangan. Adapun yang masih bertahan adalah sekolah SD Masehi Kabanjahe.
Karena letaknya yang strategis di jantung kota Kabanjahe dan berhubungan erat dengan sejarah pelayanan GBKP di tengah masyarakat Tanah Karo umumnya, maka yang terbaru di sekitar lokasi gereja GBKP Kabanjahe Kota juga didirikan menara peringatan Jubileum 125 Tahun GBKP.
Menara ini mulai dibangun pada Februari 2015 sebagai tanda peringatan 125 tahun sampainya Injil di Tanah Karo sejak tahun 1890 sampai dengan tahun 2015. Peresmiannya dilakukan pada Selasa, 19 Oktober 2021 yang lalu.
Menara ini juga menyajikan visualisasi dan diorama sejarah GBKP pada lantai 1. Lalu dari puncak menara kita bisa memandang panorama 360 derajat kota Kabanjahe dan sekitarnya.
Sambil menikmati pemandangan dari atas menara, kita juga bisa mendapatkan sebuah reflesksi bahwa sebagaimana adanya hidup yang selalu penuh dengan perjuangan, demikian juga halnya sebuah gereja yang hidup. Ia senantiasa memberikan kesaksian melalui pelayanannya untuk menyatakan rahmat Tuhan bagi sesama dan siapa saja di sekitarnya.
Sebagaimana syair sebuah lagu anak sekolah minggu, "Gereja bukanlah gedungnya, dan bukan juga menaranya... gereja adalah orangnya."
Mejuah-juah.
Sumber rujukan:
Sejarah GBKP oleh Mehamad Wijaya Tarigan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H