Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Eksistensi Rumah Adat di Tengah Tantangan Zaman

11 September 2021   23:04 Diperbarui: 12 September 2021   15:43 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangka bangunan rumah adat "si waluh jabu" (Dokumentasi Pribadi)

Wujud fisik rumah adat barangkali hanya sebagian kecil hal dari sekian banyak hal lainnya yang masih perlu eksis dalam perubahan zaman.

Perjalanan waktu melahirkan berbagai bentuk ujian bagi manusia untuk bisa bertahan hidup. Seiring berjalannya waktu, bentuk kesulitan dalam setiap ujian juga berubah.

Dalam sebagian hal bagi sebagian orang, bertahan adalah sebuah pilihan paling masuk akal untuk hidup. Bertahan sambil mencari jalan untuk melakukan penyesuaian pada saat yang tepat.

Begitu pun dalam memilih rumah tempat tinggal. Dalam masyarakat adat, kita akan menemukan kisah dan kenyataan terkait eksistensi rumah adat.

Rumah adat bukan sekadar rumah tempat tinggal. Rumah adat adalah simbol eksistensi, kebanggaan dan kehormatan manusia yang beradat.

Dalam perjalanan waktu dan kenyataan hidup yang berubah, muncul sebuah pandangan bahwa tinggal di rumah adat kini adalah sebuah tantangan tersendiri. Banyak faktor yang membuat masih ada rumah adat yang bertahan dan dihuni, sementara yang lainnya sudah hilang di tempat lain.

Katanya, bila seseorang mampu tinggal di rumah adat, maka seharusnya seseorang itu mampu hidup di manapun.

Pandangan ini bukan tanpa alasan. Gaya hidup di rumah adat sejatinya adalah aplikasi sistem kekerabatan masyarakat adat itu sendiri. Di dalamnya ada seperangkat tatacara dan aturan yang mengatur adab hidup baik sebagai pribadi, keluarga, maupun anggota komunitas.

Hidup di rumah adat penuh dengan makna filosofi. Begitu juga halnya dalam menempati rumah adat Karo.

Cekcok rumah tangga pasti minim. Sekalipun tanpa sekat fisik, tinggal bersama komunitas dengan ikatan kekerabatan yang kuat di rumah adat membuat suami istri sungkan berkonflik.

Sikap penuh toleransi dan tenggang rasa juga harus tinggi. Begitu juga dengan semangat berbagi harus tetap dihidupi untuk menjaga keharmonisan dalam kebersamaan.

Bila memasak masakan enak, tidak enak hati bila tidak dinikmati bersama. Itu hanyalah beberapa contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Rumah adat
Rumah adat "kesain rumah bale" (Dokumentasi Pribadi)

Suatu ketika saya mencoba memotret realitas eksistensi rumah adat saat berada di desa Kubu Simbelang, kecamatan Tigapanah, kabupaten Karo. Kebetulan saya memiliki seorang teman di desa ini.

Oleh teman saya itu, saya diajak berkeliling untuk memotret beberapa rumah adat yang masih tersisa di sana. Kemungkinan besar sudah banyak sekali penyesuaian bentuk dan bahan fisik rumah adat yang setidaknya sudah berdiri sejak tahun 60-an itu.

Lokasi rumah adat itu berada di tiga kawasan berbeda, sesuai dengan pembagian teritori atau kepemilikan menurut sistem kekerabatan yang ada, yang disebut kesain. Jadi ada tiga rumah adat di tiga kesain yang bebeda, yakni kesain rumah bale, kesain mbelang, dan kesain berneh.

Artinya kini tinggal tersisa 3 unit rumah adat, masing-masing 1 unit di setiap kesain. Satu rumah adat yang ada di kesain rumah bale tidak dihuni lagi.

Rumah adat "kesain mbelang" (Dokumentasi Pribadi)
Rumah adat "kesain mbelang" (Dokumentasi Pribadi)
Rumah adat "kesain berneh" (Dokumentasi Pribadi)
Rumah adat "kesain berneh" (Dokumentasi Pribadi)
Rumah adat ini dinamakan rumah si waluh jabu karena dihuni delapan kepala keluarga. Wujudnya bukan seperti rumah adat Karo dari zaman yang lebih tua, terbuat dari bahan mayoritas kayu dengan atap dari ijuk. Kehadira rumah adat tersisa ini dari zaman yang lebih baru.
Tantangan menempati rumah adat ini kini terkait berbagai hal yang dirasa kurang praktis sesuai perkembangan zaman. Kebutuhan MCK harus ke kamar mandi umum, sorotan terkait privasi rumah tangga, itu adalah beberapa di antara kesulitan-kesulitan lainnya.

Dapur dengan
Dapur dengan "para-para" pada rumah adat "si waluh jabu" yang masih dihuni (Dokumentasi Pribadi)

Rangka bangunan rumah adat
Rangka bangunan rumah adat "si waluh jabu" (Dokumentasi Pribadi)

Perkembangan zaman membuat kebutuhan dan gaya hidup masyarakat juga mengalami penyesuaian. Di lain pihak, status kepemilikan aset atas tanah dan bangunan yang merupakan warisan keluarga besar membuat pengelolaan dan pelestarian bangunan budaya bernilai historis ini menjadi tantangan tersendiri

Rumah adat mengandung sekaligus objek material dan formal dalam fisik bangunan dan sejarah di balik pembangunannya. Nilai intrinsiknya akan terus tergerus oleh waktu, mungkin akan punah pada saatnya. Sekalipun nilai ekstrinsik sejarahnya akan tetap bertahan, setidaknya dalam koleksi memori sebagian orang yang juga akan pergi satu persatu.

Objek material kenangan historis itu ada di alam empiris, dalam pikiran, dan dalam segala kemungkinan. Ide dan abstraksi sebagai objek formalnya seharusnya tetap tersimpan dalam sudut pandang yang holistik, radikal, dan rasional, melintasi segala zaman.

Salam budaya. Mejuah-juah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun