Sikap penuh toleransi dan tenggang rasa juga harus tinggi. Begitu juga dengan semangat berbagi harus tetap dihidupi untuk menjaga keharmonisan dalam kebersamaan.
Bila memasak masakan enak, tidak enak hati bila tidak dinikmati bersama. Itu hanyalah beberapa contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu ketika saya mencoba memotret realitas eksistensi rumah adat saat berada di desa Kubu Simbelang, kecamatan Tigapanah, kabupaten Karo. Kebetulan saya memiliki seorang teman di desa ini.
Oleh teman saya itu, saya diajak berkeliling untuk memotret beberapa rumah adat yang masih tersisa di sana. Kemungkinan besar sudah banyak sekali penyesuaian bentuk dan bahan fisik rumah adat yang setidaknya sudah berdiri sejak tahun 60-an itu.
Lokasi rumah adat itu berada di tiga kawasan berbeda, sesuai dengan pembagian teritori atau kepemilikan menurut sistem kekerabatan yang ada, yang disebut kesain. Jadi ada tiga rumah adat di tiga kesain yang bebeda, yakni kesain rumah bale, kesain mbelang, dan kesain berneh.
Artinya kini tinggal tersisa 3 unit rumah adat, masing-masing 1 unit di setiap kesain. Satu rumah adat yang ada di kesain rumah bale tidak dihuni lagi.
Tantangan menempati rumah adat ini kini terkait berbagai hal yang dirasa kurang praktis sesuai perkembangan zaman. Kebutuhan MCK harus ke kamar mandi umum, sorotan terkait privasi rumah tangga, itu adalah beberapa di antara kesulitan-kesulitan lainnya.
Perkembangan zaman membuat kebutuhan dan gaya hidup masyarakat juga mengalami penyesuaian. Di lain pihak, status kepemilikan aset atas tanah dan bangunan yang merupakan warisan keluarga besar membuat pengelolaan dan pelestarian bangunan budaya bernilai historis ini menjadi tantangan tersendiri