Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Liburan dengan Prinsip Mikul Dhuwur Mendhem Jero

30 Mei 2021   22:36 Diperbarui: 30 Mei 2021   23:17 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali saya menulis di Kompasiana pada Oktober 2018, saya merasa tertarik dengan deskripsi yang disematkan oleh seorang kompasianer di profilnya. Dia adalah pak Felix Tani.

Ia pada waktu itu menjelaskan diri sebagai seorang petani mardijker, sosiolog kampungan, dan penganut paham "mikul dhuwur mendhem jero." Saya merasa tertarik dengan paham yang dianutnya itu. Artinya kurang lebih "memikul gabah hasil panen di pundak tinggi-tinggi dan memendam jerami dalam-dalam di lumpur sawah untuk menyuburkan tanah."

Saya sebagai seorang anak kampung langsung merasa tertarik dengan ungkapan itu. Sebabnya taklain, karena kebiasaan yang sering saya dan keluarga lakukan di kala mengisi hari libur.

Apa saja kebiasaan liburan yang kami lakukan itu? Ini sebagian di antaranya.

1. Ndurung
Sebagai mardijker yang tahu diri, saya merasa perlu sekali-sekali untuk siuman di dalam lumpur. Oleh sebab itu, ndurung menjadi obat rasa penat yang bagus diminum pada hari libur.

Ndurung adalah kegiatan menangkap ikan di kolam dengan menggunakan jaring yang disebut tanggok, atau "durung" dalam bahasa Karo.

Kolam ikan air tawar (Dokpri)
Kolam ikan air tawar (Dokpri)
Ndurung dengan keluarga (Dokpri)
Ndurung dengan keluarga (Dokpri)
Kegiatan ini biasanya dilakukan bersama rombongan. Biasanya rombongan keluarga, rekan kerja, atau rombongan rekan sehobi.

Tidak saja soal mendapatkan ikan yang bisa dimasak langsung di lokasi, tapi keseluruhan prosesnya adalah obat bagi jiwa. Menghindari risiko penularan virus akibat interaksi erat di ruang tertutup, maka ndurung menjadi salah satu pilihan liburan yang tepat.

Selain bisa mendapatkan ikan untuk dimasak di lokasi, sisanya di bawa pulang, menikmati udara segar dengan alam yang masih asri, kita juga bisa mendapatkan luluran lumpur sawah secara cuma-cuma. Kalau takmampu beli skincare, perawatan kulit terapi lumpur ini bisa jadi alternatif, Sob. Segar lho.

Berbagai tingkah polah orang di sawah (Dokpri)
Berbagai tingkah polah orang di sawah (Dokpri)
Kebersamaan saat menyiapkan makan siang di sawah (Dokpri)
Kebersamaan saat menyiapkan makan siang di sawah (Dokpri)
2. Bakar Jagung
Menikmati jagung bakar di tempat wisata yang tinggal bayar dan langsung dimakan itu mungkin sudah biasa. Coba sesekali bakar jagung sendiri.

Membakar jagung (Dokpri)
Membakar jagung (Dokpri)
Kalau kita tidak menanam jagung, memang bahan baku harus dibeli. Tapi kita bisa kok membakarnya sendiri.

Kalau tidak tinggal di kampung memang agak susah mendapatkan kayu bakar. Tapi tenang, kita bisa juga membakar jagung dengan arang kemasan yang bisa didapatkan di warung-warung terdekat di kota kita.

Lagi pula membakar jagung bukanlah perkara yang sulit. Apalagi, sekarang sudah tersedia berbagai varian jagung yang bisa diolah dengan mudah sebagai buah rekayasa teknologi.

Biasanya saat ini orang yang suka makan jagung bakar dan jagung rebus menggunakan bahan dari jagung manis. Konon, jagung manis ini bahkan bisa dimakan mentah-mentah. Itupun kalau kita mau dan perut kuat. Hehe.

Membakar jagung untuk mengisi waktu malam saat liburan itu keren juga, Sob. Aku juga baru tahu, kalau sekarang bukan hanya ubi ada yang berwarna ungu. Jagung pun ada berwarna ungu.

Jagung berwarna ungu (Dokpri)
Jagung berwarna ungu (Dokpri)
Ternayata membakar jagung pakai jagung manis warna ungu bisa membuat kita merasa keren. Berkat teknologi, rasa manisnya dapat, warnanya yang glowing pun dapat. Rasanya enak pula.

3. Berkebun
Sebagai aktivitas pamungkas liburan anak kampung apalagi kalau bukan berkebun. Ini adalah sejatinya liburan yang mengaktualisasikan makna "mikul dhuwur mendhem jero" itu.

Liburan di kebun bunga (Dokpri)
Liburan di kebun bunga (Dokpri)
Berkebun tidak harus menanam padi. Bertani serasa berwisata bisa didapatkan di kebun bunga. Saat berkebun di kebun bunga, kita memang tidak memikul gabah hasil panen di pundak tinggi-tinggi dan memendam jerami dalam-dalam di lumpur sawah untuk menyuburkan tanah.

Namun, sebagaimana juga tanaman lainnya, bunga-bunga juga butuh dirawat, diajak ngobrol, dielus, dibelai, dikasih makan dan minum yang sehat, agar mereka bisa menghasilkan hasil panen yang melimpah.

Hasil panen ini tentu saja tidak melulu soal ekonomi. Kapan lagi kita bisa memanen begitu banyak warna yang meneduhkan mata, menenangkan jiwa, dan mengenyangkan paru-paru?

Ya, salah satunya saat kita bisa berada di antara bunga-bunga yang melambai-melambai ramah dengan daunnya dan tawa sumringah pada bunganya.

Liburan di kebun bunga (Dokpri)
Liburan di kebun bunga (Dokpri)
Saat malam harinya kita pasti bisa tidur nyenyak. Bukan karena apa-apa, Kawan. Tapi liburan di kebun itu memang bikin badan cukup lelah.

Sama halnya dengan ndurung, membakar jagung, begitu pun berkebun, semuanya menghabiskan kalori cukup banyak. Kalau tidak pakai skincare, warna kulit pun bisa juga menggosong.

Tapi, bukankah banyak juga orang yang dengan sengaja mencari kulit gosong dengan berlibur?Berjemur di pantai misalnya.

Jadi, kalau liburan ke kota juga bisa bikin jiwa raga penat, entah karena macet di jalan atau arena bermain padat pengunjung misalnya, mengapa tidak mencoba liburan ke sawah, ke gunung, atau ke kebun?

Selamat berlibur, selamat malam, dan mimpi indah, kawan-kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun