Salah satu jenis keangkuhan spiritual adalah saat orang berpikir bahwa mereka bisa bahagia tanpa uang. - Albert Camus
Konteks memicu berbagai penyesuaian. Begitupun dengan spiritualitas. Bagaimana melakukan penyesuaian prinsip dalam perspektif keimanan, keyakinan atau kepercayaan?
Prinsip adalah hasil permenungan dari liku perjalanan kehidupan yang cukup panjang, baik suka maupun duka. Prinsip menjadi panduan atau acuan bagi seseorang dalam mengarungi hidup.
Kehidupan berisi berbagai hal dan situasi yang tidak bisa dikendalikan. Apa yang tidak bisa dikendalikan sering kali hanya menyisakan sedikit sekali pilihan untuk kita bersikap. Kita melakukan penyesuaian.
Penyesuaian prinsip adalah jalan damai untuk bisa hidup dalam harmoni di antara segala perbedaan dan ketidakpastian. Oleh sebab itu, menyesuaikan diri juga mengandung makna perubahan.Â
Pemahaman akan hal ini menjadi semakin kompleks, sebab landasan yang menjadi titik berangkat bagi penyesuaian sesuai konteks hidup itu adalah prinsip, iman, keyakinan, dan kepercayaan yang pantang digadaikan.
Tidak hanya bagi manusia, yang dipandang sebagai makhluk paling berakal di antara spesies lainnya. Bahkan hewan sendiri sering kita saksikan menjadi tumpas hanya karena tidak mau atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan konteks hidupnya yang berubah.Â
Namun, tidak jelas benar apakah resistensi penyesuaian itu berkaitan dengan prinsip yang melekat dalam akal mereka yang sering kali diabaikan dari kajian.
Penyesuaian prinsip tumbuh beriringan dengan pemeliharaan harapan. Oleh sebab itu ia menjadi berhubungan dengan doa. Doa adalah sumber nafas kehidupan bagi manusia yang memiliki prinsip, iman, keyakinan dan kepercayaan.
Dari sana kita bisa mengudar makna ungkapan "Sabar dalam kesesakan, bersuka cita dalam pengharapan, dan bertekun dalam doa."