Tanpa maksud peyoratif, yang dimaksud "geng" dalam judul tulisan ini adalah grup musik tiup Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Ini adalah kelompok musik tiup atau brass section tertua yang masih eksis di kota Kabanjahe Kabupaten Karo.
Grup ini berdiri sejak tahun 1960-an, beranggotakan kaum bapa dari berbagai majelis jemaat GBKP di kota Kabanjahe sekitarnya. Namun, karena tuntutan kebutuhan keluarga di antara pelayanan kegiatan-kegiatan gereja yang membutuhkan iringan musik, membuat terjadinya benturan dan kendala.Â
Kendala lainnya terutama adalah soal regenerasi. Sebabnya, pelayanan jemaat secara penuh waktu lewat musik tiup tidak mampu menjamin tercukupinya kebutuhan keluarga.
Akibatnya grup musik tiup ini sempat vakum beberapa tahun. Mulailah dipikirkan terkait peralihan model rekrutmen dan pembinaan personil untuk kelanjutan berikutnya.
Sejak tahun 1983 mulailah rekrutmen personil dari pemuda gereja yang masih duduk di bangku SMA. Kalau diandaikan sebagai sebuah "geng", maka grup musik tiup ini adalah geng anak sekolah yang melayani jemaat dan masyarakat umum pencinta musik klasik.Â
Pada masa awal-awal pembentukannya, bahkan tidak hanya pemuda gereja dari GBKP yang menjadi personil grup musik ini, tapi ada juga dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Katolik yang ada di kota Kabanjahe sekitarnya. Terhitung sejak saat itu, hingga kini grup musik tiup yang diawaki pemuda-pemuda gereja ini sudah bertahan selama 38 tahun.
Itu adalah sebuah usia yang cukup panjang dan melahirkan rentang pengalaman yang cukup beragam bagi para alumnus maupun personil yang masih aktif hingga kini. Lebih dari sekadar pembinaan bidang musik, di grup musik tiup ini pembinaan berlangsung secara mandiri, sehingga terjadi juga pembinaan karakter dan transfer pengetahuan yang membangun karakter mandiri berlandaskan semangat pelayanan.
Sungguhpun begitu, pelayanana tentu saja tetap membutuhkan biaya operasional. Kebutuhan itu terpenuhi secara swadaya, berasal dari sumbangan para alumni, maupun tanda kasih persembahan jemaat yang dilayani oleh iringan musik tiup.
Pelayanan jemaat, baik dalam acara suka cita maupun duka cita. Persembahan dari jemaat itu sifatnya suka rela.
Tidak ada honor bagi personil secara personal dari setiap acara yang diiringi. Tidak saja acara gereja yang membutuhkan iringan musik, tapi juga acara-acara umum termasuk even yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun instansi resmi yang memerlukan iringan musik, seperti mengiringi lagu-lagu nasional dalam upacara-upacara resmi.
Suasana hati yang tergali dalam harmoni iringan lagu-lagu klasik gerejawi, lewat kiprah musik tiup GBKP sejak tahun 1960-an itu, dan konsisten berlanjut di kalangan muda gereja selama 38 tahun sejak 1983 itu adalah rangkuman semangat pelayanan yang bertahan mengarungi waktu. Pelakunya adalah anak-anak peradaban sesuai zamannya.
Realisme zaman turut terekam dalam wajah tampilan alat-alat musik yang sebagian besarnya merupakan sumbangan masa lalu dari lembaga-lembaga gereja Eropa itu. Sebagian besarnya bahkan berusia lebih tua dari penulis sendiri, yang sempat bergabung di grup ini selama 4 tahun pada 1997 hingga 2001 yang lalu.
Mencoba menangkap esensi makna pusaka dari sesuatu yang klasik, berikut ini adalah sebuah rekaman lagu "Indonesia Pusaka" yang diiringi oleh Grup Musik Tiup GBKP pada saat latihan.
Salam klasik.