Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaya Itu Miskin, Keduanya Bersaudara

19 April 2021   13:41 Diperbarui: 19 April 2021   14:27 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya, mungkinkan waktu akan melahirkan lebih banyak manusia dengan kualifikasi moral dan etika seperti itu di bumi yang semakin menua? Manusia yang menganggap berharga harta yang terasa sangat abstrak, bahkan menuai kritik dan cibiran massal setiap saat ia disebutkan, baik terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi, karena dipandang sebagai suatu bentuk hipokrasi berjemaah manusia-manusia pemburu kekayaan.

Di dunia pemburu pengumpul kekayaan ini, mencap diri sebagai orang yang bertanggung jawab, berkomitmen, dan berintegritas mungkin adalah salah satu cara paling gampang untuk menuai olok-olok atau bahkan caci maki. Maka dari itu, meskipun mungkin masih ada orang yang seperti itu, ia tidak akan mengatakan dirinya demikian.

Sebab agak meragukan juga untuk mengatakan bahwa tidak ada lagi satu pun yang memegang etos kerja, etika dan moral seperti itu. Apabila itu benar, sudah tiada ada satu pun, mungkin dunia sudah lama ambruk. Kenyataan bahwa kini belum, bukan karena tidak akan. Kita bahkan tidak bisa membayangkan bahwa itu sedang terjadi dengan cepat. Walaupun mungkin tidak banyak, tapi masih ada.

Tidak mengherankan, mengapa untuk sekadar membincangkan standar moral dan etika seperti itu di dunia pemburu kekayaan dan pemuja pertumbuhan ini, rasanya seakan membuat kita seperti malu-malu kucing. Dan belum ada tercatat hingga kini, bahwa kucing sudah tahu malu saat kepadanya disodorkan makanan kucing yang enak dan mahal.

Jangan Saling Menjelekkan Sebagai Saudara

Dan semuanya sama saja. Sosialisme mengolok-olok kapitalisme sebagai pemuja pertumbuhan yang tak tahu malu. Kapitalisme sendiri dipandang membagikan kesejahteraan segelintir orang kepada banyak orang, walaupun tidak pernah merata. Sementara itu, sosialisme sendiri dengan segala olok-oloknya kepada kapitalisme paling jauh hanya melahirkan kemiskinan yang merata.

Tidak persis hitam atau putih, kedua-dua nilai ini nyatanya kini ada di hati dan pikiran baik sosialis maupun kapitalis. Dalam diri manusia yang sangat rapuh ini, kebaikan dan keburukan bersaudara, erat sekali. Oleh sebab itu, tiada guna saling menyalahkan dan memandang diri lebih baik dari yang lain. Karena siapa pun kita, ternyata di mana harta berada, di situ juga hati berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun