Bagi setiap orang, bila ditanyakan apa makanan kesukaannya, maka akan lahir beragam jawaban sesuai selera setiap orang yang bebeda-beda.Â
Belum lagi bila dikaitkan dengan kepercayaan, tradisi, anjuran agama, kesehatan, dan lain sebagainya. Ada makanan yang dipantangkan bagi sebagian orang, di saat yang sama justru menjadi kesukaan bagi yang lainnya.
Kali ini kita tidak akan membincangkan soal dogma dan ajaran dalam aliran kepercayaan tertentu. Ini adalah sebuah ulasan tentang keunikan sisi lain masakan khas Karo bernama BPK.
Ada lelucon dari seorang teman terkait hal ini. Dia pernah datang ke Tanah Karo dan dengan nada bercanda berkata, "Wah, di sini banyak kantor perwakilan BPK ya, bro?" Taklain, yang dimaksud oleh teman saya itu adalah rumah makan babi panggang Karo, yang bagi masyarakat Tanah Karo khususnya disingkat menjadi BPK.
Ada kelengkapan bumbu tertentu dan teknik pengolahan yang membuat rasa BPK berbeda dengan sajian babi panggang yang ada di daerah lain dan pada suku bangsa lain.Â
Belum lagi soal mitos, bahwa hal lain yang membuat BPK terasa nikmat adalah karena rumah makannya yang khas berupa gubuk yang terbuat dari bambu dan beratap tepas itu. Orang mungkin lebih akrab mengenalnya dengan sebutan lapau.
Memang banyak juga rumah makan BPK yang terbuat dari bangunan permanen atau semi permanen. Namun, percaya atau tidak, di sini, di Tanah Karo, rumah makan BPK yang ramai pengunjung adalah yang berbentuk lapau itu.
Bila kita mencoba melihat lebih dekat bahan-bahan dan teknik pengolahan BPK, maka dapat dijelaskan secara sekilas sebagaimana di bawah ini menurut pemahaman dan sudut pandang penulis.Â
Bagaimanapun, setiap peracik bumbu dan teknik pengolahan sajian komersil, sering sekali menyembunyikan resep rahasia yang menjadi keunggulan khas sajiannya.
1. Daging
Bahan utama sajian BPK tentu saja daging babi yang sehat. Ada fakta yang unik dalam hal ini, bahwa sejak hampir setahun terakhir ini harga daging babi melonjak sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.Â
Bila dulunya daging babi hanya sekitar Rp50.000 hingga Rp65.000 per kilogram, maka kini harganya sudah menjadi Rp140.000 per kilogram. Harga ini lebih mahal dari pada harga daging sapi yang berada pada kisaran Rp110.000 per kilogram.
Daging babi yang berwarna kemerahan dan lemaknya yang berwarna putih, sering disebut oleh orang lokal di sini dengan sebutan daging merah dan daging putih.
Maka akan sering sekali terdengar ucapan dari seseorang saat hendak memesan di rumah makan BPK, "Pesan daging merah satu porsi, bang!" atau "Pesan putihnya, dimasak kering ya, Bang!" atau "Makan bang, pesan merah putih, ya!"
![BPK dimasak kering (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/13/bpk-6-60754fadd541df491957cf12.jpeg?t=o&v=770)
Tidak butuh waktu lama. Rumah makan BPK biasanya sudah akan tutup sekitar pukul 14 siang. Seluruh sajiannya sudah habis, ludes dilahap pengunjung rumah makan.Â
Kecuali rumah makan BPK yang memang khusus buka pada malam hari, atau yang memang sengaja menyediakan persediaan tambahan agar bisa setiap saat melayani pemesan.
2. Bumbu MasakÂ
Bumbu kelengkapan untuk memasak BPK sebenarnya sangat sederhana. Apa yang menjadikan rasanya sangat khas sebenarnya sudah inheren, menyatu, dengan daging babi itu sendiri.
Untuk kira-kira setiap kilogram daging babi panggang, bumbu yang dibutuhkan terdiri atas 1 siung bawang merah, 1 siung bawang putih, 1 batang serai (sere), garam dan lada secukupnya.
Semua bahan ini digiling halus untuk kemudian dicampurkan (dibalurkan) ke permukaan daging babi yang sudah diiris tipis atau dipotong-potong.
3. Teknik Memanggang
Daging babi diiris tipis-tipis, atau dipotong-potong sesuai jenis alat pemangangnya, kemudian ditempatkan pada wadah yang sudah disediakan untuk memanggang.
Tentang alat pemanggang sendiri berbeda satu dengan lainnya. Ada yang berupa wadah penggorengan. Daging yang sudah diiris tipis-tipis ditempatkan pada wadah. Dengan demikian minyak hasil panggangan tidak langsung menetes dan tertampung pada wadah, ikut memanasi daging yang dipanggang.
Ada juga alat pemanggang yang berupa tangkai, yang bisa terbuat dari bambu atau besi, disebut temper. Cara memanggangnya seperti membakar sate. Daging yang sudah dipotong sedemikian rupa ditempatkan berjejer pada tangkai tusukan.Â
![BPK dipanggang menggunakan temper (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/16/temper-60792a7f8ede483448651f32.jpg?t=o&v=770)
Teknik-teknik memanggang yang berbeda ini, tampaknya berkaitan juga dengan perbedaan jenis bangunan rumah makan.Â
Rumah makan yang berupa gedung permanen atau semi permanen biasanya memanggang dengan wadah yang mirip wadah penggorengan, sedangkan yang berupa lapau sering sekali menyajikan daging panggangan dengan kepulan asap panggangan yang menyeruak memenuhi sudut-sudut rumah makan, sekaligus menebarkan aroma BPK yang menggiurkan.
Sebenarnya api pembakaran untuk memanggang BPK, sebagaimana halnya bara untuk memanggang daging lainnya adalah sama saja.Â
Namun, percaya atau tidak, ada perbedaan yang signifikan apabila menggunakan bara api dari kulit kemiri, atau kayu bakar dari batang pohon jeruk. Tidak ada rumah makan BPK yang memasak daging babi panggang dengan kayu arang yang dijual dengan keranjang kemasan.
![Memanggang BPK dengan kayu bakar (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/13/bpk-2-607552078ede4809df579ea2.jpeg?t=o&v=770)
Selain itu, tak ketinggalan sambal khas yang disebut "getah." Tentang hal ini saya tidak bisa mengulas lebih jauh, karena memang kurang paham dan konon katanya merupakan penentu yang membedakan cita rasa satu rumah makan BPK dengan rumah makan BPK yang lainnya.Â
Bahkan yang membedakan BPK dengan babi panggang yang ada di negara lain, di daerah lain, dan pada suku bangsa lain yang juga tidak memantangkan daging babi.
![BPK yang sudah matang (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/13/bpk-5-60755238d541df4b8513a9b2.jpeg?t=o&v=770)
![Rumah Makan BPK di Atambua (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/13/bpk-atambua-607552ce8ede481012287e72.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI