Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Memahami Realitas "Tuak Bakar" sebagai Bentuk Kejeniusan Lokal

5 Maret 2021   15:33 Diperbarui: 5 Maret 2021   20:13 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Konsepsi sistem sosial masyarakat yang khas, layak dipandang secara fungsional sebagai suatu tradisi sesuai konteksnya secara lengkap. Menurut batasan tertentu, tradisi itu dilaksanakan bagi kepentingan khusus para anggota komunitas tersebut."


Historia.id melaksanakan sebuah diskusi yang bertajuk "Minum Kemarin Mabuk Sekarang: Alkohol dan Kejeniusan Lokal" yang ditayangkan secara live melalui akun media sosialnya. Diskusi ini masih dalam rangka menyikapi polemik terkait pencabutan lampiran tentang aturan investasi minuman keras dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada Selasa (2/3/2021) yang lalu.

Diskusi ini menghadirkan dua orang nara sumber dari pengajar jurusan filsafat di Universitas Indonesia, yakni pak Tommy F. Awuy dan mbak Saras Dewi, dengan moderator Bonnie Triyana. Pak Tommy Awuy menyoroti bahwa polemik ini adalah bentuk kegagapan kita dalam menyusun regulasi dengan memasukkan suatu hal yang sesungguhnya terlalu sensitif untuk diatur bila titik singgung dari setiap pemahaman yang muncul kurang dipahami.

Sebab masyarakat sendiri masih gagap dalam memandang sesuatu yang tidak biasa di luar diri dan komunitasnya. Tidak persis seperti ini narasinya, tapi begitulah kira-kira aku memahaminya.

Prof. Tommy F Awuy, Tangyar Facebook (Dok. Historia.id)
Prof. Tommy F Awuy, Tangyar Facebook (Dok. Historia.id)
Profesor Tommy menceritakan sebuah sejarah tentang minuman beralkohol dalam bungkus sejarah filsafat Yunani Kuno, yang dipadukan dengan pandangan Nietzsche. Adalah dewa Apollo, dewa Yunani yang melambangkan keteraturan dan ketertiban. Ia memandang segala sesuatu lurus ke depan dengan kacamata kuda.

Berlawanan dengan Apollo adalah Dionisos, dewa yang melambangkan kegembiraan dan ketiadaan aturan. Meskipun begitu, orang Yunani menganggap mereka saling melengkapi. Kedua dewa itu adalah saudara, dan ketika Apollo pada musim dingin pergi ke Hiperborea, dia mempercayakan orakelnya pada Dionisos.

Dionisos tampak seperti dewa yang suka terlihat nyeleneh, dan elek-elekan. Dia juga dikenal dengan nama lain "Bakkhus," dewa anggur (arak) atau dewa pesta.

Secara spesifik, yang aku rasakan dari pernyataan Profesor Tommy terkait tuak sebagai salah satu minuman lokal yang mengandung alkohol, bahwa tuak adalah medium untuk menjembatani lahirnya "anarkisme kreativitas." Itu adalah sebuah frasa yang bagi saya akan langsung mengarah kepada sosok seorang kompasianer, tak lain adalah bapak Profesor Felix Tani.

Saya suka sewaktu dia mengatakan, "Destruktifnya orang mabuk sudah bisa diperkirakan, sebab dia tak lagi sadar. Paling jauh dia bisa berakhir di got. Lebih berbahaya adalah destruktifnya orang yang mabuk dalam kesadarannya. Sebab orang yang mabuk dalam kesadarannya akan merusak secara sengaja ."

Menarik pandangan "mabuk dalam kesadaran" sesuai konteksnya, maka semua hal bisa saja akan dituntut untuk dilarang oleh orang yang tak suka. Sebab tidak kurang banyak hal yang bisa disalahgunakan, tidak hanya minuman beralkohol.

Pembicara kedua, ibu Saras Dewi, yang juga adalah seorang dosen filsafat di UI, mencoba membedah soal minuman khas lokal, seperti tuak, yang digemari di berbagai daerah di Indonesia, dari kacamata filsafat. Dia mencoba membandingkan falsafah hidup dari peradaban Eropa (Barat) yang membagi berbagai hal dalam hidup secara dualisme tajam, antara yang rasional dan yang non-rasional, dengan falsafah hidup pada budaya Timur, yang tidak demikian halnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun