Pak Jon pada masa mudanya, sekitar tahun 1970-an, pernah menjadi koki di hotel Rudang. Itu adalah sebuah hotel berbintang dan termasuk paling tua bersama hotel Bukit Kubu, di kota Berastagi.
Dia bercerita kalau pada masa dulu bekerja di hotel itu, baru mulai masuk bulan Oktober setiap tahunnya adalah awal dari sebuah masa high season dengan tingkat okupansi hotel yang penuh sepanjang hari sepanjang bulan hingga akhir tahun, di Berastagi. Namun, kini pariwisata dalam indikator lama kunjungan dan tingkat okupansi hotel, sudah tidak menentu dan cenderung menurun, katanya.
Selain karena dampak pandemi, mungkin ada penyebab lainnya menurut dia yang tidak aku dalami. Mungkin dia juga masih sering berkomunikasi dengan rekan-rekan dan kenalannya di bidang ini, tokh dia adalah mantan koki hotel di sebuah kota wisata.
Kini, Pak Jon sudah berusia 78 tahun. Dia bercerita, bahwa kakeknya dulu adalah seorang pemilik kedai kopi di salah satu sudut kota Kabanjahe, yang berdiri sejak tahun 1943. Nama kedai itu adalah "kedai kopi sentral." Kedai itu juga menjadi semacam "kantor" bagi sebuah armada taxi bernama "Hiba" pada masanya.
Dia yang sudah sepuh, lahir dan besar di Tanah Karo ini, menitipkan pesan sebelum aku pamit dari warung makannya. "Kita perlu membuat upaya agar hal-hal yang berhubungan dengan pelestarian budaya, lagu-lagu, musik, dan tari tradisional Karo kembali dihidupkan di simpul-simpul destinasi pariwisata kita. Itu untuk kembali mendongkrak pariwisata Tanah Karo," katanya.
Itu diucapkan oleh Pak Jon, di rumah makannya, sehari setelah Cap Go Meh. Sembari aku menikmati lagu-lagu tradisional Tiongkok yang sedang diputar di pesawat televisinya. Aku merasa seperti sedang menikmati sebuah senja di rumah makan di sebuah daerah di daratan Tiongkok. Sehari setelah Cap Go Meh, di "pusat Asia."
Rujukan: Cap Go Meh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H