Sementara itu, gong pada suku Jawa terbuat dari bahan perunggu. Pembuatannya juga menurut pengakuannya adalah dengan cara dituang. Mungkin maksudnya, adalah dilelehkan terlebih dahulu dan dituang pada cetakan. Jadi lempengnya tidak diketuk lagi pada saat pembuatannya.
Memang bila diperhatikan, pada permukaan gung suku Karo, tampak bekas ketukan-ketukan palu yang membuatnya tidaklah tampak mulus sepenuhnya. Namun, cara pembuatan ini berpengaruh terhadap bunyi yang dihasilkan oleh gung pada suku Karo.
Ada ungkapan bahasa Karo atas kenyataan ini yang menyatakan "Gung Jinabun ndekah erbolo-bolo." Maksudnya adalah bahwa gung dari desa Jinabun (salah satu desa di Tanah Karo) sangat panjang gemanya.
2. Anak Gendang
Sama dengan namanya, anak gendang sama bentuknya dengan gung, tapi ukurannya jauh lebih kecil. Bahannya juga dari kuningan, dan dibuat dengan cara yang sama. Namun, karena ukurannya yang jauh lebih kecil, maka anak gendang menghasilkan bunyi berdenting yang lebih tinggi dari gung.
Pak Deking Sinulaki sudah menekuni seni musik tradisional Karo sejak berumur 18 tahun. Keahliannya terutama meniup sarune (serunai). Oleh sebab itu ia dikenal sebagai penarune (peniup serunai).
Ia mewarisi keahlian meniup serunai dari kakeknya, yang menurun juga ke ayahnya. Jadi, bisa dikatakan bahwa ia adalah generasi ketiga penarune dalam silsilah keluarganya. Untuk menunjukkan bahwa kesenian ini sudah sangat tua, dia menunjukkan kepada saya sebuah sarune peninggalan buyutnya, diukir dengan ornamen khas Karo yang dia sendiri tidak mampu menjelaskan apa maknanya, dan tertulis tahun 1899.