Sekarang mari kita lihat sekilas perubahan kebiasaan manusia, khususnya pada suku Karo, terkait dengan produksi dan pengolahan padi, yang merupakan cikal bakal beras yang menjadi makanan pokoknya.Â
Hingga masa saya duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 3, di kampung ibu saya di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo, hanya ada 1 unit mesin gilingan padi.Â
Selain itu, ada juga satu rumah lesung untuk tempat menumbuk padi bagi masyarakat yang tidak mampu membayar untuk menggiling padinya di mesin penggilingan.
Rumah lesung merupakan salah satu bangunan adat tradisional Karo. Bentuk bangunannya seperti rumah panggung.Â
Ada salah satu contoh rumah lesung di Museum GBKP Sukamakmur, dengan ukuran panjang 10 m, lebar 5 m, dan tinggi 7 m. Rumah lesung ini digunakan sebagai tempat untuk meletakkan lesung.
Pada 9 Februari 2021 yang lalu, saya membeli beras dari sebuah penggilingan padi milik teman satu persekutuan jemaat gereja, yang juga bermarga Tarigan. Merek kilang penggilingan padi miliknya itu diberi merek "Sada Arih." Dalam bahasa Indonesia terjemahannya lebih kurang sehati, sepakat, satu kata.
Teman saya itu mengatakan bahwa dalam satu hari mesinnya rata-rata menggiling sebanyak 5 ton beras. Sebelum digiling, padi-padi itu perlu dijemur selama 1-3 hari, tergantung kondisi cuaca dan sinar matahari. Proses penjemuran langsung dilakukan di bawah paparan sinar matahari.
Hasil produksi padi untuk Tanah Karo sendiri tidak cukup lagi untuk sekadar memenuhi kebutuhan lokal, apa lagi untuk dijual ke luar daerah.