Digambarkan bahwa ular beracun pun tak rela memakannya, karena takut ketiban sial. Entah beruntung, atau malang, Pawang Ternalem kecil bertumbuh dewasa meskipun hampir takada manusia yang rela menerimanya sebagai manusia apa adanya.
Singkat cerita, Ternalem yang hanya membawa sebatang surdam (seruling) dalam pembuangannya, mengikuti para perlanja sira (pemanggul garam) yang sedang dalam perjalanan mengambil garam. Pada masa itu, tidaklah semudah saat ini mendapatkan garam di dataran tinggi Karo. Melainkan harus dipanggul dengan berjalan kaki dari daerah dataran rendah ke dataran tinggi Karo.
Malang tak kunjung berhenti bagi Pawang Ternalem. Ia ditinggal oleh rombongan perlanja sira, yang akhirnya mengetahui latar belakangnya sebagai orang yang terbuang dari kampung halamannya, karena dianggap pembawa sial.
Ternyata, tempat ia ditinggal saat tertidur di jalur perlanja sira itu adalah tempat pemujaan kepada roh-roh keramat. Taklama kemudian, datanglah sesosok orang tua berjubah putih mendatanginya.
Ia menjelaskan dengan penuh penyesalan kepada orang tua itu, perihal siapa dirinya, dan mengapa sampai akhirnya ia ketiduran di tempat keramat itu.
Setelah membaca garis tangannya, kakek tua itu menjelaskan bahwa Ternalem bukan seorang pembawa sial. Ia membawanya ke suatu tempat, yang di sana telah menunggu saudarinya bernama Tulak Kelambir Gading. Mereka berdua adalah orang sakti.
Tergerak hatinya oleh belas kasihan, kakek Tua yang bernama Datuk Rubia Gande, mengangkat Pawang Ternalem menjadi muridnya. Ia diajari ilmu kesaktian, termasuk ilmu meringankan tubuh.
Pada masa itu, ada sebuah desa bernama Jenggi Kemawar. Sebagaimana dikutip dari mejuah-juah.id, itu adalah sebuah desa yang sangat indah berada di daerah Langkat. Tentang kisah legenda Pawang Ternalem ini, Joey Bangun bahkan melakukan observasi dan riset di Jenggi Kemawar pada tahun 2007.
Ayah Beru Patimar, yang adalah juga seorang pengulu (kepala desa), membuat sayembara, bahwa siapa saja yang mampu mengobati penyakit puterinya akan dinikahkan dengan Beru Patimar.
Konon, obatnya adalah madu hutan yang hanya ada di pucuk pohon Tualang Si Mande Angin, yang tumbuh di pinggiran kampung. Itu adalah pohon raksasa yang dianggap keramat, karena diyakini dihuni oleh sosok gaib yang sakti dan jahat.