Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tuntas Sudah Rasa Rindumu, Selamat Jalan Le

5 Februari 2021   12:58 Diperbarui: 5 Februari 2021   13:42 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tangyar video Abdul Azis

"Serta yang rindu itu. Mereka mengeja setiap abstraksi dengan hati-hati. Menjadi tasbih kasih sayang pada sayap patah malaikat pembawa kabar berita. Menari pada kedua bola mata kekasihnya." -Abdul Azis

Yah, begitulah pada Jumat, 5 Februari 2021, pukul 9:30 WIB, saya mendapatkan sebuah kabar berita di WhatssApp group Inspirasiana yang membawa duka yang sangat mendalam, tentang berpulangnya mas Abdul Azis. Dia adalah seorang kompasianer dengan nama akun Abdul Azis, yang tercatat bergabung di Kompasiana sejak 4 Oktober 2020.

Sebenarnya beliau sudah bergabung menjadi kompasianer sebelum tanggal itu, tetapi beberapa kali akunnya diblokir karena berbagai sebab. Dia mengakhiri karyanya di Kompasiana dalam pangkat Taruna dengan 115 artikel, di mana 4 di antaranya menjadi artikel utama, dan 83 menjadi pilihan. Sepanjang saya mengenalnya, dia menaruh minat yang besar terhadap puisi dan segala hal tentang kebudayaan Jawa.

Tulisan terakhirnya di Kompasiana ditayangkan pada 22 Januari 2021 yang lalu, dalam kategori diary, dengan judul "Kekasih, Pulanglah, dan Tuntaskan Rindu Ini." Tulisan ini seolah mewakili pesan akhir kisah perjalanan hidupnya yang berakhir hari ini.

Dari salah seorang kerabatnya, saya mendapatkan kabar bahwa mas Azis meninggal pada Kamis, 4 Februari 2021 pukul 24:00 WIB, dan dimakamkan pada Jumat, 5 Februari 2021 pada pukul 06:00 WIB, di pemakaman keluarga di Magetan.

"Takdir yang kemudian mempertemukan kita. Dan cinta yang dahulu begitu hebatnya. Kini seolah menggenggam hatiku begitu erat. Nafasku mulai tak beraturan. Hingga kemudian aku rentangkan tubuhku dan lepas segala kegelisahan itu." -Abdul Azis

Begitulah dia membukan tulisannya yang terakhir pada 22 Januari 2021 di Kompasiana, yang juga adalah hari Jumat itu. Lama tidak bertegur sapa, meskipun hanya dari media Whatssapp, dia memang pernah mengaku sakit, tapi kami tidak tahu persis sakitnya apa.

Sepanjang yang saya kenal, sejak sama-sama bergabung di komunitas Inspirasiana, lebih kurang 4 bulan terakhir ini, beliau adalah sosok yang sangat mencintai budayanya, budaya Jawa. Tercermin dari tulisan- tulisan dan puisi-puisinya.

Selain menulis di Kompasiana, saya juga mengenalnya sebagai seorang pengusaha katering, bernama Mamik Catering di daerah tempat tinggalnya, dusun Bolorejo, desa Wonorejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.

Dia pandai memasak, saya mengetahui hal itu dari obrolan-obrolan kami, baik secara pribadi maupun di komunitas. Salah satu tulisannya yang juga menjadi artikel utama di Kompasiana adalah ulasan tentang bisnis kuliner, dalam sebuah tulisan yang berjudul "Seni Melayani Pelanggan Sistem Pre-Order." 

Sementara itu, jejak kecintaannya pada budaya Jawa dia torehkan salah satunya dalam artikel ulasan bahasa Jawa yang berjudul "Sudah Tahu 4 Tingkatan Bahasa Jawa? Yuk, Dedikasikan kepada Anak Peradaban." 

Saya sendiri mendapatkan banyak pelajaran soal menulis puisi dari tulisan-tulisan mendiang. Salah satunya dari tulisannya yang berisi ulasan tentang jenis-jenis puisi dan contohnya dalam tulisan berjudul "Mengenal Jenis Puisi Baru dan Contohnya" ini.

Saya menganggit dua artikel yang bersandar pada pelajaran tentang puisi dari Mas Azis untuk tulisan yang berjudul "Tenah Lau Binge, Kutitip Rindu pada Sungai Mengalir Jauh" , dan "Belajar Menulis Puisi tentang Ibu, Sambil Berlari Terbirit-birit di Sebuah Kelas Berjalan."

Persahabatan kami dalam semangat berbagi di dunia literasi memang masih sebatas di Kompasiana, itu pun singkat sekali. Namun, ada ciri khas dari mendiang dalam komunikasi kami yang sering memanggil saya "ayah".

Awalnya saya merasa sebutan ini sebagai candaan saja. Begitu pun, saya merasa terhormat bila memang pernah memiliki seorang "anak literasi"  berkebangsaan Indonesia dari suku Jawa.

Dok. Abdul Azis
Dok. Abdul Azis
Dia pernah mengirimi saya sebuah video pendek, yang merupakan perpaduan lagu Jawa dengan latar gambar pemandangan panorama alam Tanah Karo. Singkat dia berkomentar, "Tanah Karo dipadu sama Jawa, asyik ya, Ayah?" ditambah emoji dengan mata berkaca-kaca di belakangnya.

Berikut adalah lirik dari lagu di video singkat itu:

Tresno lir tirto gumanti dahono awit siro marang roso
Endah rumembyak rekmamu dadyo angenku saben dalu

Lirik ini kemudian dia artikan menjadi kurang lebih seperti ini.

Cinta yang mengalir seperti air berubah seperti api
Setelah kau meragukan rasa ini
Indah rambutmu yang terurai selalu tiba di dalam mimpiku setiap malam

Menurutnya, inti dalam lagu ini adalah bahwa sang pencipta lagu merasakan sakit hati, karena cinta yang seperti air mengalir kini menjadi api. Namun sang pencipta lagu ini masih tetap memegang teguh janjinya.

Itu adalah kesan terakhir yang saya dapatkan dari mendiang, sehubungan dengan kecintaannya kepada kebudayaan Jawa dan penghargaannya terhadap Tanah Karo dan kebudayaan Karo secara umum, menurut pandangan saya. Teks yang menjadi lead tulisan ini, adalah kutipan dari mendiang pada video singkat itu.

Doa terbaik untukmu, Le. Kami akan tetap mengenang kebersamaan kita yang sangat singkat ini. Tenanglah jiwamu di keabadian, Temanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun