Namun, manusia memang dikenal lihai juga dalam mencuri, termasuk mencuri kemuliaan Tuhan. Mudah juga untuk mengucapkan, sekalipun sukar untuk mengingat dan menyadarinya.
Katakanlah sebagai refleksi, bahwa kita yang paling sering dan lantang menyuarakan kebenaran mungkin saja adalah juga penjahat yang sebenarnya. Kita yang paling berani dan lantang mengucapkan suatu tuduhan, mungkin hanyalah sekadar pengamat atau komentator yang bahkan tidak melakukan apa-apa, kecuali menghamburkan tuduhan kejam dalam balutan sumpah serapah dan caci maki.
Saya pernah beribadah bersama beberapa orang rekan satu vokal grup di "Gereja Kayu" Siosar pada Minggu, 19 Agustus 2018 yang lalu. Disebut gereja kayu, sebab gereja ini memang dibangun dengan tiang, dinding, dan rangka atap dari kayu. Lantainya adalah batu-batu kerikil, tanpa disemen. Gereja kayu ini dibangun dengan dana utamanya adalah swadaya dari jemaat sendiri.
Mengikuti ibadah kebaktian Minggu bersama jemaat Desa Bekerah dan Simacem di Siosar pada waktu itu, saya membayangkan sedang berada di rumah keluarga Charles Ingalls seperti di film Little House on the Prairie itu.
Herri Ketaren Purba, seorang sinematograf, yang aktif juga dalam gerakan pendampingan dan pemberdayaaan masyarakat terdampak erupsi gunung Sinabung, terutama anak-anak, remaja dan para pemuda, mengatakan bahwa dalam pengalamannya selama 5 tahun mendampingi pengungsi erupsi gunung Sinabung, masyarakatlah yang terutama mengatur dirinya sendiri, bukan pemerintah.
Sebenarnya mereka itulah gambaran orang Karo yang asli (sebenarnya). Bagaimana sejak awal orang Karo "manteki kuta" (mendirikan kampung halaman), dan mengelola harapannya dengan segala daya dan upaya yang ada. Selebihnya adalah penyerahan diri pada yang mahakuasa.
Kampung asal mereka yang porak poranda akibat erupsi, memang sempat mengacaukan pikiran dan menghancurkan perasaan. Namun, siapa yang tidak, bila menghadapi hal yang demikian?
Semangat dan harapan hidup mereka tidak pernah luntur. Semangat hidup para warga pengungsi erupsi gunung Sinabung yang kini telah menetap di kawasan relokasi Siosar sangat luar biasa.
Salah satunya terkait dengan nilai yang ditanamkan oleh orang tua secara turun temurun kepada anak-anaknya, bahwa sekolah dan pendidikan adalah hal yang utama. Oleh karenanya, setiap orang tua akan mengusahakan yang terbaik untuk pendidikan anak-anaknya, apa pun yang akan terjadi.
Kami mungkin terasa hanya berani bermimpi. Namun, kami meyakini rencana Tuhan, dan kami percaya Tuhan menggerakkan orang-orang untuk menunjukkan kasihNya kepada kami, melalui perbuatan tanganNya. -M. Pelawi (Pelayaan Jemaat GBKP Siosar)