Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Feature dalam Berita, 4 Hal bagi Jurnalis yang Berkisah

10 Desember 2020   11:33 Diperbarui: 10 Desember 2020   16:03 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Mark Neal from Pexels

"Pewarta pulang membawa kisah, bukan membawa nama."

Pewarta yang pulang membawa nama, artinya pewarta yang dikisahkan, bukan pewarta yang berkisah.

Namun, seperti takdir guru, "Muridnya selalu menjadi lebih pintar dari dirinya".

 Kenapa menulis berita? 

Kenapa menulis berita, termasuk pertanyaan untuk lingkup yang lebih luas, "kenapa menulis?"

Berita, ada yang tidak penting, penting, dan penting sekali. Dalam jurnalistik, sebuah berita ditulis karena ia penting dan penting sekali.

Begitupun dalam hidup, ada yang dirasa tidak penting, penting, dan penting sekali. Jadi, kalau ada yang dirasa penting dan penting sekali dalam hidup, mengapa pula tidak menulis?

Memulai Menulis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis mungkin sudah sangat banyak kita jumpai, dan mudah ditemukan pada mesin peramban di intenet. Termasuk dari banyak tulisan rekan-rekan kompasianers, yang sekaligus juga adalah para ahli dan praktisi.

Namun, hal yang sama pun bila dipelajari (dibaca) berulang-ulang, tak jarang menghasilkan sudut pandang baru, memperkaya wawasan, menemukan kekeliruan, dan menghasilkan evaluasi demi kemajuan. Sekalipun itu hasil dari tulisan receh seorang amatiran.

Jadi, tak salah menghadirkan kembali sebuah hal yang sama pada kesempatan lain, dan dengan cara yang berbeda. Berikut ini beberapa hal yang perlu bagi jurnalis yang mau berkisah itu.

1. Buat judul dan lead semenarik mungkin

Perihal judul kiranya sudah biasa kita ketahui bersama. Namun, ada satu perdebatan yang sering muncul soal judul. Apakah dipikirkan di awal atau di akhir, pada saat kita hendak menulis?

Judul bisa saja dipikirkan di akhir. Berbeda dengan karya tulis ilmiah akademik, judul duluan diajukan, sebelum menulis skripsi.

Sementara itu, lead adalah 1 paragraf pertama yang memberikan informasi awal bagi pembaca untuk merasa curiga, merasa tertarik. Dagingnya tulisan ada di lead.

 Lead dibuat setelah penulis menentukan sudut pandang (point of view). Ia juga berguna untuk mengaduk-aduk emosi pembaca.

Jenis-jenis lead antara lain:

  • summary lead (lead ringkasan)
    Berisi ringkasan dari sebuah peristiwa, yang ditulis adalah inti cerita/ berita. Contoh: "Calon kepala daerah si A, berjanji tidak akan meninggalkan para pendukungnya". Itu adalah ringkasan dari kasusnya, dimana tidak ada satu parpol pun yang meliriknya saat ia akan mencalonkan diri, ia memilih jalur independen.
  • Lead bercerita
    Pada jenis ini, narasumber yang bercerita dijadikan sebagai lead.
  • Descriptive lead (lead deskriptif)
    Lead jenis ini mendeskripsikan profil tokoh, bisa sifat atau karakternya, fisiknya, dan sebagainya.
  • Quotation Lead (lead kutipan)
    Berikut ini adalah contohnya: "Kalau mau bagus menulis, banyak membaca, cari kata-kata purba" - Amarzan Lubis.
  • Question Lead (Lead bertanya)
    Contohnya: "Pilih mana, sehat atau tidak?" Misalnya dalam hal merokok.

Lead berfungsi memberi impresi (kesan) bagi pembaca. Unsur 5W1H tidak harus dipaksakan termuat seluruhnya dalam sebuah lead. Namun, bisa disebar mulai dari paragraf 1 hingga paragraf 3. Yang jelas bukan pada bagian akhir, sebab bagian akhir harusnya hanya menjadi background tulisan.

2. Bedakan tulisan feature dengan straight news dan indepth news

Jenis-jenis berita, dilansir dari kompas.com, 5/8/2020, terdiri dari straight news (berita langsung), indepth news (berita mendalam), dan feature.

Straight news ditulis ringkas, lugas, dan apa adanya. Ia terbagi dua, yakni hard news (berita cepat), dan soft news (berita lunak, yang tidak penting, tapi unik dan menarik untuk diangkat).

Sementara itu, indepth news adalah berita mendalam yang dikembangkan dari berita yang sudah ada. Berita ini biasanya membahas suatu peristiwa atau kejadian dari perspektif tertentu.

Nah, jenis berita bergaya feature, bisa juga ditemukan dalam jenis soft news pada straight news. Ia merangsang kognitif (kesadaran), afektif (perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai), dan perilaku.

Tulisan feature meskipun biasa juga digunakan sebagai gaya penulisan berita, tapi lebih jauh ia mengandung unsur sastrawi. Maka tidak heran bila ia seringkali menguras emosi.

Dalam straight news, penulis tidak bisa beropini, kecuali itu adalah memang tulisan opini. Contoh: "Bapak Anu tidak bersedia dikonfirmasi." Penulis tidak perlu memuat alasan menurut tafsirnya sendiri mengapa bapak Anu itu tidak mau dikonfirmasi. Misalnya dituliskan pada pemberitaan, "Bapak Anu tidak bersedia dikonfirmasi, karena dia takut bertemu wartawan." Kiranya tidak perlu dibuat begitu.

 3. Santai saja dalam menjelaskan tubuh berita

Explanation atau tubuh berita cukup dituliskan dengan mengalir saja, sesuai dengan fakta dan data yang ada. Bagian yang menjelaskan tentang data biasanya lebih baik ditempatkan pada bagian tengah hingga akhir tulisan, sebagai latar belakang (background), penjelasan atau pelengkap berita.

Bagaimana pun, kekayaan seorang penulis, termasuk jurnalis, adalah diksi dan bahasa.

Oleh sebab itu, tak heran dan tak jarang bahwa data dan fakta selengkap apa pun akan terasa hambar mana kala ia terbaca pada suatu tulisan yang lahir dari penulis atau jurnalis yang tak pernah diperkaya. Baik oleh dirinya sendiri, oleh perusahaan media tempatnya bekerja, oleh pemerintah, dan oleh masyarakat pembaca sendiri.

Berita yang baik mengandung FIRE, yakni fact (fakta), interpretation (interpretasi), reaction (reaksi), dan explanation (penjelasan), sebagai tubuh berita.

4. Kurangi bahasa formal yang kurang enak untuk dikunyah pembaca

Setuju atau tidak, dari pengalaman mereka yang sudah lebih dahulu terjun ke dunia jurnalistik membuat saya belajar kembali, bahwa ada beberapa pernyataan, frasa atau kata yang tidak cocok untuk penulisan berita. Misalnya "dalam rangka", katanya ini lebih cocok untuk diucapkan oleh pak lurah, pak camat, atau pejabat-pejabat lain, hehe.

Selain itu masih ada lagi, seperti frasa dan kata "seperti diketahui" dan "tersebut". Dalam ruang media (baik cetak, televisi, maupun daring) yang terbatas, kita dianjurkan mencari padanan kata sebagai pengganti, misalnya diganti saja menjadi "ini", "itu", hingga tidak terasa terlalu kaku, sekaligus menjadi lebih ringkas, dan juga lebih enak dikunyah.

Namun, ada hal yang perlu dipastikan terkait hal ini. Apakah penghilangan suatu kata atau frasa itu akan mengubah makna? Untuk itu penulis perlu membaca ulang sebuah kalimat.

Semoga bermanfaat.

Rujukan: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun