Foto di atas adalah foto seorang anak menghadang pengendara motor yang menerobos jalur pesepeda. Foto itu kiriman dari Fadli Akbar, di Bogor, dan menjadi salah satu foto inspiratif yang digunakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) Pusat dalam rangka sosialisasi pentingnya perubahan perilaku menuju revolusi mental, pada tahun 2017 yang lalu.
Kisah-kisah seperti dalam foto di atas, bisa dikatakan sebagai serpihan kecil kisah-kisah kepahlawanan masa kini, yang bisa bertebaran entah di mana saja. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tanggal 10 November setiap tahunnya di Indonesia, diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Kabupaten Karo dipilih menjadi salah satu dari lima kabupaten/ kota lainnya di Indonesia sebagai kabupaten/ kota percontohan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) pada tahun 2017 yang lalu. Empat lainnya adalah kota Surakarta, kabupaten Ende, kota Bau Bau, dan kota Surabaya.
Menurut Pokja GNRM Pusat, beberapa kriteria rekomendasi yang mendasari pemilihan kabupaten Karo adalah: komitmen Pemerintah Daerah yang dinilai baik dalam rangka implementasi, dan mendukung GNRM.
Kabupaten Karo merupakan daerah prioritas dalam rangka penanganan bencana alam terkait dengan erupsi Gunung Sinabung, serta merupakan daerah dengan potensi alam dan wisata yang baik.
Selain hal-hal rekomendatif di atas. Bila dikaitkan dengan Hari Pahlawan, maka Tanah Karo cukup dikenal sebagai salah satu basis perlawanan yang gigih melawan penjajah kolonial Belanda pada masa revolusi kemerdekaan. Oleh sebab itu, jejak sejarah perjuangan tersebut banyak ditemukan di Kabupaten Karo.
Mulai dari tugu-tugu perjuangan di kota Kabanjahe dan Berastagi, dan rumah pengasingan Sukarno di Berastagi. Bahkan di Kabanjahe ada taman makam pahlawan, yang menurut penuturan para orang tua hanya ada dua taman makam pahlawan yang seperti ini di Indonesia, yakni satu di Kabanjahe dan satunya lagi di kota Surabaya.
Baca juga: Menyinggahi Sejarah pada Rumah Pengasingan Presiden Sukarno di Berastagi
Salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Tanah Karo. Jalan ini setidaknya membentang tanpa putus sepanjang 76Km dari pusat kota Kabanjahe hingga kota Medan, Sumatera Utara. Jalan ini barangkali termasuk salah satu jalan nasional non-tol yang terpanjang di Indonesia.
Tahun 2017 yang lalu merupakan tahap koordinasi awal, ditandai dengan pelaksanaan focus group discussion (FGD) guna merumuskan permasalahan utama terkait mentalitas dan penyusunan rencana aksi guna mewujudkan perubahan melalui gerakan revolusi mental. Acara FGD itu berlangsung pada hari Rabu, 8 November 2017 yang lalu.
Menyadari masih begitu banyak kekurangan dalam kehidupan sehari-hari kita, di berbagai daerah di Indonesia, sesuai 5 (lima) dimensi revolusi mental yang meliputi: perilaku Sumber Daya Manusia Aparatur Sipil Negara yang melayani, perilaku hidup bersih di masyarakat, perilaku hidup tertib di masyarakat, perilaku masyarakat yang mandiri secara ekonomi, dan perilaku masyarakat yang bersatu.
Sama halnya dengan bapak/ ibu guru di sekolah, biasanya mereka sangat mengenal anak didiknya, tidak saja murid yang berprestasi, tetapi juga murid yang nakal.
Sehubungan dengan guru dan pengajaran, adalah guru Cai Lixu, yang memberikan penjelasan detail bait-bait dari Di Zi Gui, berdasarkan falsafah ajaran konfusius. Bahwa pada zaman dahulu, orang tua di Tiongkok berpendapat bahwa pembentukan perilaku luhur dan etika harus lebih diutamakan, baru mempelajari ilmu lain.
Kalau anak tidak dididik dengan benar, ilmu lain yang ia pelajari bisa menjadi bumerang bagi bangsa dan negara. Tujuan pendidikan Di Zi Gui ini adalah untuk membentuk manusia seutuhnya, sehat jasmani dan rohani, jadi andalan keluarga, dan juga mengabdi kepada bangsa dan negara.
Pada bab IV kitab Di Zi Gui dengan tema pokok "Dapat Diandalkan", disebutkan salah satu pengajaran: "Khawatir bila mendengar pujian, bersyukur bila mendengar kritikan; maka orang yang tulus dan berjiwa besar, lambat laun akan mendekati kita".
Menjadi pahlawan pada masa mengisi kemerdekaan yang telah direbut dengan cucuran darah dan air mata dari para pejuang, pahlawan kemerdekaan bangsa, kita bisa memulainya dengan belajar berubah. Berubah menuju ke arah yang lebih baik, mulai dari diri sendiri, dari hal-hal kecil dan sederhana, dan yang mudah diterapkan.Â
Itu tentu saja termasuk di dalam pengertian ini adalah, bagaimana kita mampu untuk tidak membuang sampah sembarangan, membiasakan mematuhi aturan, tidak mementingkan diri sendiri, dan lain sebagainya.
Penting menjadi permenungan di hari pahlawan ini, bahwa sebelum membebankan sesuatu kepada orang lain, tanyakan dulu kepada diri kita sendiri. Bila diri kita sendiri tidak menginginkan hal yang kita bebankan itu, jangan meminta orang lain melakukannya.
Kisah kepahlawanan masa kini tidak selalu harus dibayangkan dengan memanggul senjata dan menyabung nyawa di medan perang. Ia bisa hadir sebagaimana sosok seorang tenaga medis yang di dalam foto ini bersedia melayani kesehatan warga di pinggir jalan. Ini adalah foto kiriman dari Arief Budiman, di Karanganyar.
Kita perlu melihat lebih banyak serpihan kisah kepahlawanan seperti itu di masa kini. Dari sana kita akan mampu berkaca dan memetik hikmah, dan kita akan lebih mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, hakikat manusia.
Berusaha menghargai jasa para pahlawan bisa dengan berusaha mengikuti anjuran dalam pidato Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno pada 17 Agustus 1957, merevolusi mental dengan suatu gerakan menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.
Selamat Hari Pahlawan
Rujukan: 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H