Putih
Putih melati
Mekar di taman sari
Semerbak wangi penjuru bumi
***
Sebait syair di atas adalah lirik lagu bait pertama dari sebuah lagu berjudul "Melati Suci".
Dalam rangka hari cinta puspa dan satwa nasional tahun 2020, saya membaca sebuah artikel anggitan seorang rekan Kompasianer, Suster Monika Ekowati, berjudul Cita Sastra Lagu Guruh Soekarno Putra. Artikel itu mengulas lagu-lagu ciptaan mas Guruh yang menarik. Saya pribadi merasa menyesal karena beberapa di antaranya baru saja saya ketahui.
Di antara lagu-lagunya adalah "Renjana" yang dinyanyikan oleh Grace Simon, "Smaradhahana" dinyanyikan oleh mendiang Chrisye, dan satu lagi adalah "Melati Suci" yang dipersembahakan khusus oleh mas Guruh kepada ibundanya, ibu Fatmawati. Ia juga adalah ibu negara pertama Republik Indonesia.
Merasa penasaran, saya pun mencari tahu lebih banyak tentang lagu Melati Suci itu. Mencarinya di kanal Youtube, saya pun menemukan sebuah versi lagu Melati Suci yang dinyanyikan oleh Tika Bisono. Lagu ini ditayangkan melalui sebuah kanal dengan nama akun Jan Wul.
Vokal Tika Bisono sangat bening membawakan lagu gubahan Guruh Soekarnoputra itu. Ada perasaan haru dan merinding mendengar vokal bening ini, apalagi mengetahui lagu ini ditujukan bagi seorang ibu.
Sejenak yang terbayang adalah sosok seorang ibu yang penuh dengan belas kasihan sekaligus penuh ketegaran. Terima kasih Ibu, ibu negara pertama Indonesia, kepada ibuku, dan juga semua ibu di mana saja. Jasa dan pengorbananmu untuk negeri, keluarga dan anak-anakmu akan selalu harum mewangi, laksana melati nan suci.
Membayangkan kehidupan yang dijalani oleh ibu Fatmawati saat mendampingi sang Proklamator, Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno, sambil mendengarkan lagu persembahan mas Guruh untuk ibundanya ini, aku jadi teringat kesaksian seorang ibu negara bernama Alice dalam sebuah novel berjudul Rahasia sang Ibu Negara, karangan Curtis Sittenfeld.
Kata Alice, "Mengingat seseorang yang tidak beruntung, itulah yang mengetuk pintu kesadaran kita. Apa yang kita ingat yang akan menjadi orientasi kita. Orang-orang yang menderita telah berkali-kali mengetuk jalan hidupku, dan aku hanya sesekali saja membiarkan mereka masuk. Aku telah melakukan sesuatu. Namun, apa yang kulakukan lebih sedikit dari yang seharusnya bisa kulakukan."