Bulan Agustus 2019, saya menanam sebatang bibit markisa yang sangat kecil dan tampak layu. Sepertinya hampir mustahil tanaman itu bisa tumbuh.Â
Namun, tanpa disangka, dari hari ke hari bibit kecil nan layu itu tumbuh semakin besar. Pupuknya hanya sisa-sisa makanan, kulit buah-buahan, sisa potongan sayuran, dan lain sebagainya yang organik.
Tanggal 20 Oktober 2019, tinggi tanaman markisa itu sudah sekitar 1 meter. Tanaman ini adalah jenis tanaman merambat. Oleh sebab itu, saya membuat semacam tiang dari bilah bambu, menyerupai tiang jemuran yang dipernis, menjadi tempatnya merambat.
Saya harus memasang kawat besi, yang ditarik dari ujung ke ujung sudut halaman, dengan pusatnya pada tiang bambu yang sudah ada itu.
Nampaknya, jalinan kawat ini akan menyerupai sarang laba-laba, kalau markisanya tidak berhenti bertumbuh dan semakin merambat.Â
Saya kurang paham, bahwa sejak awal harusnya cabang-cabang tertentu dipangkas, untuk mengatur arah pertumbuhan sulur-sulur dari tunas baru yang akan berkembang dan merambat.
Barulah pada 8 Maret 2020, saya melihat harapan itu muncul. Tanaman markisa ini mulai berbunga cukup banyak.
Bunga markisa memiliki kelopak bunga kombinasi putih dan hijau. Bagian putik dan tangkai sarinya juga berwarna putih dan ada hiasan warna ungu di tepinya.Â
Gambaran kombinasi warna ini juga akan menjadi warna buahnya mulai dari warna hijau sejak ukuran kecil, hingga berwarna merah keunguan saat matangnya.
Dugaan kami, markisa yang satu ini tidak sama dengan markisa yang dulu biasa kami tanam di ladang. Mungkin ini adalah jenis markisa hibrida, hasil persilangan antar spesies markisa yang berbeda.
Tanggal 12 Mei 2020, adalah hari pertama kami memanen tiga buah markisa yang ditanam di samping rumah. Ya, tiga buah, bukan tiga kilo atau tiga karung.Â
Itu adalah masa sekitar 9 bulan, sejak kami pertama kali menanam hingga pertama kali memanen. Mirip dengan usia janin di dalam kandungan hingga dilahirkan.
Namun, karena kurang paham dan kurang peduli, pada hari itu kami hanya mencampur daging buahnya langsung dengan air minum dan gula. Segar sekali rasanya, tapi bukan menyerupai sirop markisa kemasan pada umumnya.
Bagi masyarakat petani, tidak ada yang paling ditunggu selain musim panen dan berhasil menjual hasil panen dengan harga yang memuaskan. Namun, tulisan ini bukan tentang kisah panen markisa dalam konteks yang demikian.
Namun, pelajaran yang bisa dipetik dalam kisah kehidupan markisa yang berasal dari bibit yang hampir mati, tapi ternyata bisa hidup, bahkan tumbuh lebat manakala bumi menumbuhkannya dari dalam tanah yang diberi makan dengan cukup.
Saya tidak tahu, sampai berapa lama markisa ini akan tumbuh dan sebanyak apa buah yang akan dihasilkannya.Â
Puncak panen tanaman markisa kami dalam periode pertama berbuahnya adalah pada 3 Agustus 2020. Selanjutnya, hampir setiap hari ada buah yang bisa dipetik meskipun tidak banyak.
Satu botol kemasan sirop markisa, yang isinya lebih kurang 200 mililiter, bisa disajikan hingga menjadi 5 gelas jus markisa segar. Jus ini tentu saja tanpa bahan pengawet, tanpa pewarna dan tanpa pemanis buatan. Ini adalah markisa dari kebun sendiri dan berikut cara membuat sirop markisa:
1. Buah markisah yang sudah matang 1 kg;
2. Gula pasir 0,5 kg;
3. Air minum 2 liter.
Cara membuatnya juga sangat sederhana, yakni:
1. Bersihkan buah markisa yang sudah matang, cuci dengan air bersih;
2. Belah buah markisa untuk mengambil daging buahnya;
3. Blender daging buah markisah yang sudah terkumpul;
4. Saring hasil blender daging buah markisah, untuk memisahkan sisa-sisa biji markisa yang tidak terhaluskan;
5. Larutkan 0,5 kg gula pasir ke dalam 2 liter air minum, kemudian panaskan sampai gula larut sepenuhnya;
6. Campurkan hasil blender daging buah markisa yang sudah disaring kedalam air gula yang sudah larut;
7. Aduk terus campuran hingga mengental, sirop markisa sudah jadi dan siap untuk dikemas.
Mana kala hendak diminum, kita tinggal menambahkan air minum kedalam sekitar 40 mililiter (seperlima gelas sirop markisa) dan jus markisa segar siap untuk langsung diteguk habis. Saran penyajian ini, bisa juga tergantung selera masing-masing.
Awalnya juga ditanam tanpa rencana, karena bibitnya berasal dari kebun salah satu kerabat, yang ikut tercabut tidak sengaja, saat mencabut anakan bunga di kebunnya.
Selain itu, melihat dari umurnya, yang sejak ditanam hingga panen, lebih kurang sama lamanya dengan usia janin anak manusia di dalam kandungan ibunya.
Maka itu pun adalah suatu gambaran lain, bahwa setiap makhluk hidup sebenarnya membutuhkan perjuangan untuk hidup. Perjalanan tumbuh kembangnya, hingga menjadi sirop dalam kemasan, seolah rasanya itu adalah sebuah pesan dalam sebotol sirop.
"Bila setiap yang hidup butuh perjuangan untuk bisa bertahan, adakah yang bisa membuat kita merasa patut untuk tidak menghargai hidup? Apalagi bila ini, itu, dia, siapapun atau apapun itu, memberikan kepada kita 1000 manfaat dan kebaikan."
Sebatang markisa 1000 buah, bisa dalam makna harafiah, bahwa hingga akhir hayatnya markisa ini akan menghasilkan 1000 buah.Â
Makna lainnya, bahwa dalam 200 mililiter siropnya terkandung vitamin C setara 1000 miligram (saya belum meneliti dan bukan ahlinya).Â
Bisa juga 1000 satu hal lainnya yang bisa dipetik, setidaknya sebagai pelajaran dalam hidup. Entah dari akar, cabang, batang, ranting, daun, bunga, apa lagi buahnya.
Anak saya bahkan mengabadikannya dalam video YouTube untuk tugas sekolahnya. Mohon like, subscribe, dan share ya? Hehe..
Salam sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H