Perjalanan dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo, menuju Siosar yang merupakan sebuah kawasan relokasi bagi masyarakat pengungsi dampak erupsi Gunung Sinabung, menempuh jarak sekitar 22 km dan memakan waktu sekitar 45 menit.
Kawasan ini merupakan tempat pemukiman yang dikelilingi kawasan hutan pinus dengan panorama pemandangan yang sangat indah, dan hawa yang sejuk berangin. Hal ini tidak terlepas karena berada pada ketinggian 1490-1562 meter di atas permukaan laut.
Setelah berada pada puncak ketinggian jalan menanjak, menjelang pintu gerbang masuk ke kawasan ini, mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan hutan dan deretan pohon-pohon pinus, berundak-undak turun dari gunung hingga ke lembah. Sekilas, mirip wallpaper yang biasa terpampang menjadi background pada desktop PC atau laptop.
Mengenai potensi pengembangan kawasan Siosar ini, dan area sekitarnya, menjadi destinasi wisata baru, sehubungan dengan panorama bentang kawasan, maupun pengembangan komoditi pertanian, seperti kopi misalnya, sudah ada yang membahasnya pada beberapa artikel sebelumnya.
Adalah sebuah kedai kopi, bernama MJJ Coffee, yang terselip di antara jejaring jalanan desa kawasan relokasi Siosar. Berada tepat di depan gereja Oikumene Kawasan Relokasi Siosar, kedai ini tidak susah ditemukan karena tampilannya tampak sedikit mencolok di antara bangunan lainnya.
Memang "Prairie" dapat diartikan sebagai daerah padang rumput yang amat luas, baik dalam hamparan yang datar, atau bergelombang, tanpa pohon-pohon. Sementara itu, kedai kopi ini memang tidak berada di tengah padang rumput yang luas. Namun, menyematkan kata "Prairie" untuk MJJ Coffee tidaklah sepenuhnya salah, karena kata "Prairie" sendiri awalnya berasal dari bahasa Latin, "Pratum", yang berarti ladang.
Dia berujar, "Kesejahteraan masyarakat kita ke depannya akan semakin ditentukan oleh perkembangan dan penguatan kapasitas UMKM berbasis wisata".
Dalam pengertian ini yang dimaksudkannya adalah bahwa dalam setiap sendi kehidupan, masyarakat Siosar ini khususnya, dan Kabupaten Karo pada umumnya, harus semakin mencerminkan kepekaan dan kesadaran diri untuk bepikir, bersikap dan berperilaku sebagai seorang pelaku wisata.
Tanpa maksud untuk mengesampingkan pertanian, yang merupakan tulang punggung perekonomian daerah dan mata pencaharian mayoritas penduduk, pariwisata adalah komplementer yang memberikan nilai tambah bagi pertanian, atau sebaliknya. Pertanian dan pariwisata adalah potensi unggulan daerah yang saling melengkapi dan mampu memberikan dampak bagi masyarakat, hingga tingkat terendah dan dalam arti yang paling konkret.
Teori yang sudah lama dipahami, tapi jarang terlihat langsung dampaknya ini, dia tunjukkan dalam konsep Little Cafe on The Prairie di MJJ Coffe, di Siosar. Barista yang meracik berbagai varian kopi, yang namanya sebelumnya hanya pernah saya dengar di gerai-gerai kopi modern ini pun adalah pemuda-pemudi dari warga setempat, yang tentu saja sudah mendapatkan pembekalan dan pelatihan khusus. Begitu juga bubuk kopi yang digunakan berasal dari biji tanaman kopi yang dibudidayakan oleh para petani kopi, baik di Siosar sendiri maupun di Kabupaten Karo pada umumnya.
UMKM adalah sektor yang sangat penting, dan semakin terlihat arti pentingnya di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Di saat sektor-sektor riil perekonomian lainnya terpukul, UMKM yang bukannya tidak ikut terpukul, tapi memiliki daya tahan yang tahan uji.
Barangkali karena jumlahnya yang banyak, serta cakupan konsumen dengan jumlah yang sangat banyak dan kebanyakan berada di akar rumput.
Kalau kita mau mengandaikan hal ini dengan metafora, barangkali angin puting beliung dalam badai lebih tidak berdampak pada rumput yang tumbuh tepat di atas tanah.
Bukan mau melebih-lebihkan, tapi data dan fakta sudah menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 ini, justru sebagian besar tenaga kerja kita yang bekerja di sektor informal, yakni UMKM, adalah yang paling bertahan sebagai motor perekonomian negara kita.
Namun, jangan juga biarkan mereka berjalan sendiri, dengan menganggap bahwa bagaimanapun mereka akan kebal dengan badai. Barangkali bantuan kemudahan akses ke permodalan, atau dukungan insentif, kebijakan dan regulasi, adalah beberapa hal yang perlu untuk memperkuat kapasitas dan daya tahannya.
Bersyukur pada suatu hari, saya bisa mencicipi sanger, atau kopi susu atau coffee latte, seharga Rp 18.000 segelas di tempat ini. Anak-anak saya yang memesan Hot Chocolate juga hanya seharga Rp 15.000 segelasnya. Begitupun harga segelas kopi Americano, hanya Rp 15.000.
Barangkali kalau di tempat lain, harganya sudah selangit. Namun, di Siosar, yang sering disebut negeri di atas awan itu, harga minuman berkelas ini justru bisa lebih membumi. "MJJ Coffee", Little Cafe on The Prairie ini layak dikunjungi kembali. Ia membawa cita rasa minuman kopi berkelas yang bisa dijangkau semua kelas.
Bukan saja karena Rocky adalah seorang pendeta, barangkali semangat dan kebahagiaannya adalah ketika bisa mengusahakan kesejahteraan bersama bagi seluruh warga desa, tanpa memandang suku atau agama. Cukup menginspirasi melihat bapa muda yang satu ini, yang lebih tampak sebagai pelaku UMKM.
Walau berat berusaha di masa-masa sulit ini, tapi dia telah menjadi salah seorang yang merupakan bagian motor perekonomian negara. Mari berkunjung ke MJJ Coffee, karena mengusahakan kesejahteraan kota berarti mengusahakan kesejahteraan kita bersama. Jayalah UMKM sadar wisata Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H