Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menyantap Kenangan dalam Semangkuk Mi Pangsit Kuah di "Baru Indah"

15 Agustus 2020   23:53 Diperbarui: 16 Agustus 2020   00:02 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa sekitar tahun 1997, ketika masih duduk di bangku SMP, itu adalah tahun pertama saya ikut tergabung dalam sebuah grup musik tiup gereja di Kabanjahe. Kami sering kali bermain musik untuk mengiringi acara kabaktian pemberkatan pernikahan di gereja maupun ibadah penguburan anggota jemaat yang meninggal dunia.

Salah satu hal yang sangat menyenangkan yang saya ingat dari masa-masa itu adalah, ketika akan makan malam setiap kali selesai mengiringi ibadah-ibadah itu. Kami, para pemusik tiup yang rata-rata masih duduk di bangku kelas dua SMP hingga kelas tiga SMA, biasanya mengatur menu makan secara bergantian. Bila kemaren menunya adalah masakan khas Padang, maka kali ini masakan khas Cina.

Para pemuda pemusik tiup (Dokpri)
Para pemuda pemusik tiup (Dokpri)
Sekali makan, biasanya tiga sampai empat meja makan penuh kami duduki. Maklum saja, personil musik tiup ini jumlahnya biasanya antara 12 sampai 16 orang sekali main.

Namun, kisah ini bukan tentang musik tiup. Ini soal kisah salah satu rumah makan khas makanan Cina yang sudah cukup tua dan berada di salah satu sudut kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Walaupun sudah cukup tua, nama rumah makan ini adalah "Baru Indah". Pemilik sekaligus Chef-nya adalah bapak Lau Kin Lia.

Dokpri
Dokpri
Hari ini ketika saya singgah di rumah makan ini, saya melihat bapak ini sudah cukup lanjut usia. Pak Lau Kin Lia saat ini berumur 68 tahun. Ketika saya mengatakan bahwa dulu pada tahun 90-an saya sering makan di rumah makan ini, dia hanya tersenyum dan mengatakan bahwa tak terasa itu sudah lama dan waktu cepat berlalu.

Pak Lau, mulai membuka rumah makannya pada tahun 1990. Dia memiliki seorang istri, dan 2 orang anak perempuan yang keduanya sudah menikah. Seorang anaknya tinggal di Medan, dan satu lagi tinggal di Penang, Malaysia.

Pak Lau Kin Lia (Dokpri)
Pak Lau Kin Lia (Dokpri)
Hari ini saya memesan salah satu masakan favorit yang saya senangi hingga kini, yakni mi pangsit kuah. Pangsit atau wonton adalah makanan berupa daging cincang yang dibungkus lembaran tepung terigu. Setelah direbus sebentar, pangsit umumnya dihidangkan di dalam sup bersama dengan mi. Selain direbus, pangsit juga digoreng dengan minyak goreng yang banyak hingga seperti kerupuk.

Sambil asistennya bekerja menyiapkan mi pangsit kuah yang saya pesan, Pak Lau berujar bahwa masa-masa ketika banyak anak remaja makan di rumah makan ini adalah masa pada tahun 1990 hingga tahun 2000. Kini, ditambah isu global pandemi covid-19 sepi sekali orang yang makan di sini.

Menyiapkan mi pangsit kuah (Dokpri)
Menyiapkan mi pangsit kuah (Dokpri)
Dokpri
Dokpri
Rumah makan Cina "Baru Indah" milik pak Lau menempati sebuah ruko bergaya bangunan kuno yang ada pada salah satu blok di pusat kota Kabanjahe. Meskipun tidak tampak sebagai komplek pecinan dengan ornamen khas Tiongkok sebagaimana adanya pada kota-kota besar yang ada di Indonesia, kawasan yang menjadi lokasi rumah makan ini nuansanya seperti komplek pecinan. Banyak rumah makan khas Cina yang ada di sini.

Sisa beberapa Ruko bergaya
Sisa beberapa Ruko bergaya
Bangunan kuno yang saya maksudkan adalah bangunan ruko zaman dulu yang bergaya Chinese Shophouse, yang berdampingan dengan ruko-ruko yang belakangan dibangun. Tipikal bangunan yang khas pada beberapa negara di Asia Tenggara ini, adalah tipikal rumah "gerbong" yang memanjang ke belakang.

Dari informasi yang pernah saya peroleh dari salah seorang teman yang menaruh minat terhadap bangunan-bangunan kuno, alasan membuat bentuk ruko tampak tidak lebar di depan, tapi memanjang ke belakang disebabkan karena besaran pajak pada waktu itu dihitung berdasarkan lebar rumah.

Menurut informasi para orang tua, pada setiap blok bangunan ini dulunya, pada bagian tengah blok yang terbentuk karena ruko-ruko yang saling membelakangi, terdapat ruang terbuka tempat sinar matahari bisa masuk dan air hujan bisa tercurah. Kata pak Lau, dulu sebelum orang-orang saling membangun bagian belakang rumahnya, anak-anak bahkan bisa bermain bola di lahan yang seperti lapangan kecil di belakang rumah itu.

Beberapa ruko bergaya Chinese Shophouse di Kabanjahe pada saat malam (Foto : Jupiter Maha)
Beberapa ruko bergaya Chinese Shophouse di Kabanjahe pada saat malam (Foto : Jupiter Maha)
Pada beberapa bagian antara setiap ruko juga, dulunya ada jarak yang bisa difungsikan sebagai gang (jalan) yang disebut dengan "gang kebakaran". Mungkin sebagai jalur evakuasi dan antisipasi tindakan pemadaman bila ada kebakaran.

Waktu berlalu, mi pangsit kuah semangkuk sudah ludes saya santap. Pak Lau juga sudah selesai bercerita. Saatnya dia beristirahat di lantai atas, kini giliran ibu yang memegang kendali di dapur rumah makan.

Komplek rasa pecinan di Kabanjahe (Dokpri)
Komplek rasa pecinan di Kabanjahe (Dokpri)
Saya pamit minta diri, sambil menyempatkan diri mengambil foto depan rumah makan yang selalu menyimpan banyak kenangan ini. Semoga rumah makannya senantiasa menyajikan wonton terbaik setiap kali kami kembali ke sini. Salam kebajikan, Bapak, Ibu. Sehat-sehat selalu dan panjang umur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun