Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menggali Alasan dalam "Anuk-anuk" dan Lukisan Abstrak

8 Juli 2020   21:54 Diperbarui: 9 Juli 2020   05:15 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meja Waru Gunung dan Lukisan Abstrak/Foto: Dokumentasi Pribadi

Kayu Waru adalah tanaman yang termasuk kedalam suku kapas-kapasan atau Malvaceae. Dilihat dari tempat tumbuh atau penyebarannya, ada 2 jenis kayu waru, yakni kayu waru laut atau dadap laut (Hibiscus tiliaceus) dan kayu waru gunung atau waru gombong (Hibiscus similis).

Waru disukai karena akarnya tidak dalam, sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Masih semarga dengan tanaman kembang sepatu, kayu yang satu ini, terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus, tidak begitu keras, liat dan awet bertahan dalam tanah.

Spesifikasi kayu yang seperti itu, membuat kayu waru banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat berbagai keperluan manusia. Misalnya digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas, ukiran, serta kayu bakar.

Dalam sebuah kesempatan pencarian bahan-bahan dari akar kayu yang unik, untuk dibentuk menjadi hiasan atau perabot unik hasil kerajinan tangan rumahan, saya dikenalkan dengan sebuah akar kayu yang unik dari pohon bekas bernama "Anuk-anuk".

Anuk-anuk adalah nama lain untuk Kayu Waru dalam bahasa Karo. Sebaran tempat tumbuhnya yang memang mencakup daerah mulai dari tepi pantai sampai pegunungan pada daerah dengan iklim tropis, maka Kayu Waru memiliki banyak nama di berbagai daerah di Indonesia.

Pohon Waru Gunung (Sumber: jurnalasia.com)
Pohon Waru Gunung (Sumber: jurnalasia.com)
Kayu Waru adalah nama yang biasa disebut dalam bahasa Sunda, Jawa, Bali, Bugis, dan Flores. Baru, dalam bahasa Gayo, Belitung, dan Sumba. Baru dowongi, dalam bahasa Ternate dan Tidore. Serta Haru, halu, faru, fanu, sebagai sebutan Waru dalam aneka bahasa daerah di Maluku.

Kayu Anuk-anuk, dengan ragam manfaat dan sebaran tempat hidup yang bervariasi di berbagai tempat, menunjukkan bahwa jenis kayu ini memang termasuk menyediakan batasan yang longgar bahkan bagi seorang awam sekalipun, untuk bisa berkreasi membentuknya menjadi sebuah karya seni surealis.

Menggabungkan mimpi dan realitas yang kontradiktif melalui seni surealis dalam rupa sebuah meja kayu mini dari bahan Anuk-anuk ini, adalah sebuah kesempatan untuk bisa bebas mengekspresikan pikiran. 

Bagi sebagian yang melihatnya mungkin akan merasa menemukan bentuk dua orang yang sedang bergumul, atau ekor anjing yang sedang berjinjit di atas kedua kakinya, atau bahkan bentuk lain, yang bagi sebagian lainnya tidak masuk akal.

Kaki meja dari akar kayu Anuk-anuk/ Foto: Dokumentasi Pribadi
Kaki meja dari akar kayu Anuk-anuk/ Foto: Dokumentasi Pribadi
Kaki meja dari akar kayu Anuk-anuk/Foto: Dokumentasi Pribadi
Kaki meja dari akar kayu Anuk-anuk/Foto: Dokumentasi Pribadi
Kelonggaran pertimbangan moral dan estetis, serta kontrol akal budi yang lemah, dalam seni surealis, memberikan kebebasan tafsiran yang nyaris tanpa batas bagi siapapun yang melihat hasil kesenian surealis.

Para ahli yang melakukan uji fitokimia mengatakan bahwa akar kayu Waru mengandung saponin, flavonoida, dan tanin. Itu menunjukkan bahwa akar kayu ini mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, dan digunakan untuk mengobati penyakit degenerative.

Maka tidak heran bila akar tanaman waru biasa dipakai orang untuk mengobati demam, sebagaimana halnya bunga dan daun kembang sepatu yang juga termasuk kedalam tanaman suku kapas-kapasan, yang biasa digunakan oleh orang-orang untuk bahan mengkompres bila sakit demam.

Itu adalah realitas empirik dalam sudut pandang kesehatan. Namun, tidak kurang, ada juga mitos dan legenda dari berbagai suku tentang kayu Waru, dari yang baik hingga yang terdengar kurang baik. 

Namun, hal itu tidak akan dibahas di sini. Sekali lagi, karena setiap orang bebas untuk membuat dan mempercayai mitosnya sendiri, dalam kenyataan sekaligus mimpi dari sudut pandangnya sendiri-sendiri.

Apa yang bagiku kenyataan, bisa saja adalah ilusi mimpi bagi yang lain, atau sebaliknya. Tidak sesederhana arti sebuah nama dalam penjelasan Shakespeare. Bahwa meja tetaplah meja sekalipun diberi nama lain, selama tatakan yang ditopang oleh kaki meja mampu menahan benda-benda hingga tampak melayang di udara.

Seperti halnya bunga Monstera, tanaman hias penyejuk ruangan dalam vas, bisa tegak terpisah dalam jarak setengah meter di atas lantai. Itu adalah realitas yang terlihat dalam fungsi sebuah meja.

Meja Waru Gunung dan Lukisan Abstrak/Foto: Dokumentasi Pribadi
Meja Waru Gunung dan Lukisan Abstrak/Foto: Dokumentasi Pribadi
Namun, dalam realitas yang tidak tampak, mungkin saja akan menghadirkan tafsiran berbeda atas akar Anuk-anuk ini. Mungkin, dia hanya dua sosok yang bersembunyi dalam pergumulannya di bawah tatakan dan rimbun dedaunan, dari jangkauan jari-jemari lukisan abstrak yang mengais ke sana ke mari.

Atau akar Anuk-anuk itu bisa saja hanyalah gambaran sesosok anjing di atas keset kaki. Namanya juga anjing, lari ke semak-semak atau bergulat di atas keset kaki hanyalah soal biasa. Jari-jari abstrak di atas melihatnya demikian.

Demikianlah seni bisa menjadi jembatan atas berbagai hal yang mungkin dirasa tidak beraturan, tidak umum dan tidak biasa. Sama halnya dengan menggali sebab dalam akar kayu "Anuk-anuk" dan sebuah lukisan abstrak, tidak selamanya seseorang menyukai sesuatu harus dengan alasan.

Memakai logika matematika, sebagaimana dalam operasi perkalian, bahwa perkalian dua angka yang bernilai negatif hasilnya adalah positif. 

Bila seni kayu surealisme dan lukisan abstrak dipandang sebagai negatif kenyataan dalam mimpi dan realitas empirik adalah positif kenyataan, maka dua mimpi yang dikalikan,.

Dalam hal ini maksudnya adalah impian yang dilipatgandakan melalui perpaduan akar Anuk-anuk yang surealis dan lukisan jari-jemari yang abstrak, mungkin akan menghasilkan senyata-nyatanya realitas yang tampak sebagai sebuah keindahan pada sudut sebuah studio.

Bagi jiwa yang merenungi kehidupan yang penuh kepenatan, kenyataan yang berasal dari realitas yang demikian itu, walaupun tidak tampak, adalah sebuah obat. Antioksidan bagi jiwa.    

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun