Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Membuat Instalasi Tiang Anggrek dan Meja Sudut Surealis dari Kayu

3 Juni 2020   00:01 Diperbarui: 8 Juni 2020   23:51 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)

Dalam buku berjudul "50 Gagasan Besar yang Perlu Anda Ketahui", karangan Ben Dupre, ada sebuah bab yang khusus membahas tentang seni. Salah satu aliran seni yang dijelaskan adalah surealisme, singkatan dari super realisme, atau bisa juga disebut sebagai aliran seni realitas absolut.

Disebut realitas absolut karena gagasan inti surealisme menurut Dupre adalah kemahakuasaan mimpi. Sementara itu, tujuan akhir surealisme adalah untuk mengubah dan menggabungkan dua keadaan yang kontradiktif, mimpi dan realitas, ke dalam jenis realitas absolut.

Maksud kata absolut dalam hal ini adalah terkait dengan faktor otomatisme dalam surealisme. Artinya, dalam aliran surealisme kita bisa mengekspresikan pikiran dengan absennya kontrol akal budi, pertimbangan moral dan estetis, baik secara verbal, tertulis atau cara apa pun.

Tanpa niat mengecilkan seni, kesenian dan seniman dari sudut pandang orang awam yang hanya menikmati seni, tampaknya aliran seni yang satu ini cukup baik untuk digunakan oleh siapa saja untuk bisa bebas berekspresi, menyiasati realitas kehidupan sehari-hari yang justru penuh dengan kontrol dan pembatasan. Jangan sampai kontrol dan pembatasan ini membuat kita kehilangan semangat untuk berseni atau sekadar menikmatinya saja.

Membuat konten berbagai tema dan diunggah ke Youtube sudah banyak dilakukan. Mulai dari unggahan video aktivitas sehari-hari orang-orang di sekitar lingkungan tempat tinggal, video masak-memasak, bernyanyi baik solo atau grup, hingga video tutorial berbagai keterampilan untuk menyiasati pembatasan-pembatasan yang ada akibat pandemi yang belum kunjung berakhir.

Mengikuti berbagai tantangan di media sosial, mulai dari FaceApp dan berbagai games lainnya, atau melakukan pertemuan secara virtual dengan teman-teman dan handai taulan yang sudah lama tidak bisa berjumpa secara langsung juga sudah banyak dilakukan. Kita tidak akan membahas tentang yang mana paling baik atau paling buruk di antaranya.

Bila ingin mencari alternatif kegiatan lain selain hal-hal di atas, mungkin mengasah keterampilan seni adalah salah satu cara yang bisa dilakukan. Ya, seni surealisme yang mengijinkan ekspresi pikiran dengan kontrol yang bebas.

Bisa dibilang jenis aktivitas yang satu ini membuat kita bisa bebas berimajinasi sekaligus mengaktualisasikannya dalam wujud karya seni yang juga bebas untuk dinikmati atau bahkan diabaikan. 

Hasilnya bebas untuk kita tentukan mau seperti apa dan menjadi apa. Tidak ada standar baku yang mengatakan karya kita gagal, jelek, atau tidak bermutu. Soalnya, proses untuk menghasilkan karya ini adalah dengan menggabungkan realitas dan mimpi kita sendiri.

Untuk saya sendiri, saya memilih kayu sebagai bahan untuk berimajinasi dalam realisme. Kayu adalah bahan organik yang bisa bertahan lama, kuat, tapi juga mudah untuk dibentuk. Selain itu, kayu sendiri sudah membawa rupa-rupa surealisme secara alami, baik dalam tampilan permukaan di kulitnya maupun tekstur serat-serat lapisan dalamnya yang sudah unik dari sananya.

Memanfaatkan hari libur kemaren dan di sela-sela work from home, saya mengolah kayu bekas yang salah satunya merupakan sebuah akar pohon hasil bongkaran dari ladang yang dibersihkan dan satunya lagi adalah batang kelapa sisa olahan yang sudah setengah dibentuk. Saya mendapatkannya beberapa hari yang lalu dari bengkel kayu milik seorang kerabat.

Batang kelapa adalah yang pertama saya olah, karena lebih mudah sebab sudah setengah dibentuk. Lagipula kelapa sebagai tanaman berakar serabut membuat batangnya tidak bercabang, sehingga lebih  terbatas imajinasi yang bisa muncul untuk membentuknya. 

Sedangkan, yang satu lagi adalah akar pohon sedap malam yang berakar tunggang, sehingga membutuhkan cukup banyak waktu untuk membentuknya seiring dengan beragam imajinasi yang muncul dengan batangnya yang bercabang-cabang.

Batang kelapa setengah dibentuk (dokpri)
Batang kelapa setengah dibentuk (dokpri)
Akar pokok sedap malam (Dokpri)
Akar pokok sedap malam (Dokpri)
Saya memutuskan membuat sebuah instalasi tiang sebagai tempat menempelkan tanaman anggrek yang dipelihara oleh istri saya. Membuatnya cukup mudah, sebab sebelumnya batang kelapa itu sudah dikeruk berbentuk single helix atau spiral tunggal melilit, dengan mesin pemotong kayu di bengkel kerabat saya itu.

Saya cukup menggosok permukaan batang kelapa itu dengan kertas ampelas, untuk membersihkan sisa-sisa serabut kecil sejenis ijuk yang ada di ruas batangnya, sekaligus untuk memperjelas beragam motif alami di permukaan kulit batangnya, sebelum dilapisi dengan vernis.

Menghaluskan permukaan batang kelapa (dokpri)
Menghaluskan permukaan batang kelapa (dokpri)
Menarik untuk mengetahuinya, bahwa walaupun pengerjaannya sederhana, tapi lapisan permukaan batang kelapa yang sudah dihaluskan dengan kertas ampelas ternyata memunculkan beragam motif alami yang sangat indah. Itu motif hasil kombinasi bentukan alamiah dan bekas terbakar yang bebas untuk ditafsirkan.
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Beragam motif surealis permukaan batang kelapa (Dokpri)
Maka, tidak membutuhkan pengerjaan lainnya, batang kelapa itu tinggal divernis dan ditancapkan di tanah. "Sleb..., sleb...", cukup sekitar 3 jam saja jadi sudah tempat menempelkan bunga-bunga anggerek itu.

Instalasi tiang anggrek dari batang kelapa (Dokpri)
Instalasi tiang anggrek dari batang kelapa (Dokpri)
Hari berikutnya, saya mulai mengerjakan akar pokok sedap malam yang penuh dengan cabang itu. Habis satu hari penuh membentuknya. Seperti judul sebuah film, From Dusk Till Dawn, dari sejak fajar hingga senja.

Pertama-tama bersihkan dulu tanah-tanah yang menempel di antara akar- akarnya dengan air. Lalu keringkan, bila cukup waktu alangkah baiknya bila dikeringkan seharian penuh, lalu dikerjakan pada keesokan harinya.

Membersihkan akar pokok sedap malam (Dokpri)
Membersihkan akar pokok sedap malam (Dokpri)
Selanjutnya, sisihkan akar-akar yang dirasa tidak perlu hingga didapatkan bentuk yang diinginkan. Di sini pun imajinasi kita bisa bebas mengalir tanpa batasan. Ada akar yang dibuang, dan ada juga yang sekadar dipotong.

Beragam bentuk bisa dihasilkan dari setiap tindakan yang kita ambil. Kita juga bebas mau membuatnya menjadi apa. Saya memutuskan untuk membuat sebuah meja mini yang bisa ditempatkan di sudut ruangan.

Setelah bentuk kasarnya didapat, maka langkah selanjutnya kita perlu membersihkan permukaan kulit pokok itu dengan kertas ampelas. Karena akan menggunakan pelapis dari vernis berwarna coklat manggis, maka pada jenis pokok yang satu ini penekanannya bukan pada corak motif permukaannya, tapi pada kontur permukaan kulit batangnya. 

Ada yang tampak berkerut-kerut, ada yang berlobang, ada yang membentuk celah, ada yang cembung dan ada yang cekung, macam-macam.

Akar pokok sedap malam yang sudah dibersihkan (Dokpri)
Akar pokok sedap malam yang sudah dibersihkan (Dokpri)
Setelah selesai divernis, maka tinggal dikeringkan dan dipasang potongan papan sebagai papan mejanya. "Pok...,pok...", setelah dipakui jadilah sudah meja sudut dari akar pohon ini.

Meja sudut dari akar pokok sedap malam (dokpri)
Meja sudut dari akar pokok sedap malam (dokpri)
Ini bukan penjelasan tentang cara membuat perabotan atau kerajinan tangan yang sudah sesuai standar pemasaran dan untuk tujuan komersil. Hanya semacam pengantar untuk menunjukkan bahwa kemampuan pikiran manusia, sekalipun dalam beragam pembatasan, ternyata selalu mencari jalannya sendiri untuk membentuk realitas lain saat kenyataan tidak memungkinkan untuk itu.

Maka bila bukan di dunia nyata, pikiran bisa membentuk realitasnya sendiri sekalipun di dunia maya, dimana tidak terbatas realitas seperti apa yang bisa diwujudkan, mana kala dalam dunia seperti ini mimpi dan realitas pun ternyata bisa digabungkan.

Jangan takut mana kala saat kita belajar mengarungi seni dalam realitas absolut lewat kayu ini, kita mendapatkan hasilnya berupa sebuah instalasi tiang untuk bunga anggrek dan sebuah meja sudut yang tidak sebagaimana lazimnya. 

Barangkali masih berhubungan dengan pemaknaan kenormalan baru, tatanan kehidupan baru, atau new normal. Dalam super realitas, kenyataan sering kali memang tidak seperti kelihatannya, dan tidak ada sebuah cara yang bisa dikatakan paling benar untuk orang bisa berpikir dan melihat apa yang mau mereka pikirkan dan mereka lihat.

Rasanya semua orang memiliki selera seni sendiri. Sebab hidup sendiri adalah sebuah seni. Semua orang yang hidup berseni dengan sendirinya. Selamat mengarungi seni lain kenyataan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun