Dari bakat Mama Bapak Kibod, kembali kita dapat memetik hikmah, bahwa tidak semua hal yang dipandang sebagai sampah dan nyaris terserak-serak tidak keruan, berantakan, tidak bernilai sama sekali. Berada di tangan dan dengan bakat yang tepat, sepah pun bisa menjadi permata.
Pada suatu hari ketika saya membeli satu dua akar kayu setengah jadi yang dia olah di bengkel seni sekaligus kiosnya itu, saya mendapat penjelasan dari beliau bahwa sebagian besar akar-akar itu memang ada yang diantar sendiri oleh teman-teman maupun kenalannya. Sebagian lagi berasal dari ladang-ladang yang baru dibersihkan dan oleh pemilik ladang memintanya untuk mengambil akar-akar kayu sisa-sisa bongkaran itu.
Akar kayu yang telah selesai dibentuk dan dipelitur, ada yang merupakan pesanan dari cafe-cafe, yang tampak cukup berkembang saat ini di kampung kami. Sebagian lagi dia pajang dan dijual bebas di kios seni pinggir jalan miliknya.
Sementara itu, untuk talenan kayu dia jual mulai dari harga Rp. 20.000 hingga Rp. 50.000, tergantung ukuran. Sedangkan, untuk ulekan dan lesung kayu dia jual mulai dari harga Rp. 80.000 hingga Rp. 120.000. Talenan ini adalah hasil kerajinan tangannya yang paling banyak dijual.
Hal ini cukup bisa dipahami karena benda ini cukup penting dan dibutuhkan sebagai peralatan dapur. Apalagi kegiatan masak-memasak selain di dapur rumah tangga, juga dibutuhkan di balai-balai pertemuan adat untuk acara pesta, baik suka maupun duka. Hanya saja saat ini, pesta-pesta itu ditunda pelaksanaannya karena pandemi Covid-19.
Sementara itu, akar kayu yang saya minta tidak dapat saya sebutkan harganya. Sebab benda ini masih setengah jadi, dan beliau, Mama Bapak Kibod ini, memang orang yang sangat baik dan ramah serta memegang teguh hubungan kekerabatan dalam tutur adat Karo.
Susah mem-Bahasa-Indonesia-kannya, hehe. Sama susahnya dengan rasa sungkan yang timbul ketika saya dengan istri menerima keramahtamahan dan pelayanannya sebagai seorang seniman, pengrajin sekaligus pedagang kayu. Bukan bermaksud dengan sengaja untuk meliput kisahnya. Namun, kehangatan di bengkel seni sekaligus kios kerajinan kayu milik Mama Bapak Kibod membuat saya tidak tahan untuk tidak menuliskannya di Kompasiana.
Saya juga diberitahu bahwa beberapa bulan yang lalu, ada juga kru dari sebuah stasiun TV lokal, Efarina TV, dan dari RCTI, yang datang melakukan liputan ke tempat ini. Mama Bapak Kibod juga sudah beberapa kali mengikuti pameran hasil kerajinan produk UMKM dan mengisi stand pameran Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Karo.
Semoga semangatnya dalam mengolah sepah dengan bakat seni yang dia miliki, hingga memberi nilai tambah, sekaligus mendatangkan rupiah, tetap melimpah ruah. Keseniannya adalah hobi dalam keramahtamahan yang ramah lingkungan.