Ada yang mengatakan bahwa saat ini kita hidup dalam keanekaragaman pada masa postmodernis yang bercirikan diskontinuitas historis. Benarkah sejarah kehidupan manusia bisa terputus?
Siapa yang tidak mengingat masa-masa ketika masih di SMA, baik pengalaman pahit, manis, baik, buruk, menyenangkan atau memalukan? Ketika berjalan bersama teman-teman sepulang sekolah, ada yang bercanda lepas seolah dunia hanya dipenuhi kebahagiaan tanpa ada sedikit pun masalah.
Atau ketika ada yang murung, mungkin karena mendapatkan nilai rendah  saat ujian, atau mendapatkannya cintanya bertepuk sebelah tangan.Â
Ada juga yang berjalan berduaan dengan malu-malu karena mereka adalah sepasang remaja yang sedang kasmaran. Tak jarang kelompok yang jahil suka menggoda pasangan yang kasmaran ini, entah karena sekadar usil atau merasa cemburu karena mendapati diri sendiri hanya menjadi bagian gerombolan.
Itu hanya sedikit deskripsi dari sekian banyak kenangan masa lalu lainnya yang bisa ditemukan kembali oleh manusia dalam dirinya sendiri melalui cermin sejarah mana kala bertemu dengan pemicu yang tepat.Â
Kita dapat terpicu mencium jejak-jejak masa lalu dari cerita-cerita, dari fakta-fakta menarik atau kebiasaan-kebiasaan yang dulu sering kita lakukan. Itu merupakan serangkaian peristiwa yang mampu menyentuh perasaan.
Sentuhan pada perasaan membuat manusia berfilsafat. Maka tidak heran mengapa Socrates secara jenaka mengatakan bahwa seorang suami yang banyak mengalami tekanan berpotensi menjadi filsuf. Seolah lelucon, tapi ada benarnya.Â
Coba rasakan sendiri, bahwa tekanan terhadap perasaan membuat manusia menjadi banyak berpikir. Aku berpikir maka aku ada kata Descartes, sesuatu yang tidak dipikirkan sama dengan tidak ada, kata Socrates.
Friederich Hegel mengemukakan bahwa filsafat adalah cermin bagi sejarah. Melaluinya manusia bisa memikirkan sesuatu mendahului pengalamannya. Memikirkan sesuatu yang bahkan belum pernah dilihat atau didengarnya.
Maka tidak mudah untuk mengatakan bahwa manusia berpikir yang dengan sendirinya berfilsafat bisa mengalami sejarah yang terputus dalam kehidupannya. Mengapa begitu? Sebab manusia punya cara cerdik untuk menyambung hidupnya berikut seluruh kenangan, catatan peristiwa dan sejarah dirinya sendiri dalam sebuah lagu.
Lagu adalah cara cerdik manusia untuk mengintegrasikan pikiran dan perasaannya serta membawa seluruh kenangan ikut serta di dalamnya melintasi segala zaman. Oleh sebab itu ada istilah tembang kenangan, golden hits, dan istilah-istilah lainnya.Â
Artinya, selama manusia hidup ia akan tetap membawa serta catatan peristiwa hidupnya bersamanya, bahkan akan tetap dikenang oleh orang lain yang mengenalnya meskipun ia telah tiada.
Tidak heran mengapa ada ajaran agama yang menyebutkan bahwa orang yang bernyanyi dari dalam hati sama dengan berdoa dua kali, qui bene cantat, bis orat. Selanjutnya, diajarkan lagi bahwa doa adalah nafas orang percaya. Dengan sendirinya, orang yang banyak bernyanyi sama dengan banyak berdoa, dan orang yang banyak berdoa sama dengan banyak bernafas. Dengan itulah manusia hidup.
Silogisme sederhana ini adalah cara untuk menunjukkan betapa pentingnya peran sebuah lagu dalam kesinambungan sejarah umat manusia. Bila saya merujuk ke masa SMA misalnya, itu adalah masa-masa akhir dari dekade 90-an, menjelang awal milenium ke-3.
Bila merujuk ke tahun itu, kita akan menemukan sebuah lagu yang sesuai dengan judulnya terasa sangat everlasting, abadi, setidaknya bagi saya pribadi. Mengapa? Karena perasaan saya  terhubung dengan lirik lagunya, sebab lirik lagu itu adalah catatan peristiwa yang terjadi pada masanya.
Sebuah lagu berjudul "Best I Ever Had (Grey Sky Morning)" dari album debut bertajuk "Everything You Want" milik band rock Vertical Horizon asal Amerika. Album ini dirilis pada tahun 1999. Sementara itu, lagu Best I Ever Had dirilis sebagai sebuah single pada tahun 2001, dan tiga kali berturut-turut menduduki Top Ten Hit di Billboard Adult Top 40 charts.
Dari lirik lagunya, kita bisa mendapatkan perasaan seperti ditinggal pergi oleh orang-orang terbaik atau hal terbaik yang pernah kita miliki, di sebuah pagi yang mendung. Perasaan seperti itu tentulah membuat siapapun bisa merasakan kalau cinta pun ternyata bisa membosankan.
Sungguh hari-hari kini rasanya sama sekali tidak pernah sama lagi. Namun, itu tidaklah terlalu buruk. Kita tetap memiliki satu hal yang terbaik yang pernah kita miliki. Pernah mencintai, dan akan selalu mencintai.
Sekalipun terasa membosankan, cinta adalah hal terbaik yang pernah kita punya. Tidak peduli seberapa jauh kita akan berlari dan bersembunyi, selalu kita hanya akan menemukan cinta yang membuat kita merasa lebih baik dari hari ke hari.
Hari-hari kini yang tidak sama, dan mungkin masa lalu yang kita rindukan sebagai hal terbaik yang kita rasa pernah kita punya, tidak berarti membuat kita harus kembali. Sejarah cukup untuk memberi kita pelajaran, bukan untuk diulang. Keinginan mengulang sejarahlah justru yang membuat diskontinuitas historis mungkin terjadi.
Pemaksanaan sejarah yang tidak mengikuti konteks, berkontribusi menghadirkan hiperealitas. Filsafat pascamodern menggunakan hiperealitas untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotetis untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern berteknologi tinggi.
Hiperealitas mempersifatkan bagaimana kesadaran mendefinisikan kenyataan sejati di dunia, di mana keanekaragaman media dapat secara mengakar membentuk dan menyaring kejadian atau pengalaman yang sesungguhnya. Orang yang terlalu menyenangi masa lalu akan terjebak dalam fantasi, merasakan kebanggaan semu, sekaligus ketakukan imajinatif.
Bagi Jean Baudrillard, seorang ahli teori hiperealitas, keadaan ini mempertentangkan simulasi dan representasi. Simulasi bagi Baudrillard adalah simulakrum dalam pengertian khusus, yang disebutnya simulakrum sejati. Maksudnya adalah, bahwa sesuatu tidak menduplikasi sesuatu yang lain sebagai model rujukannya, akan tetapi menduplikasi dirinya sendiri.
Mengapa orang sering mengatakan "sejarah akan mencatat" mana kala ia merasakan suatu peristiwa ketidakadilan berlaku bagi dirinya, bagi seseorang atau bagi sesuatu, atau bahkan sebaliknya, mana kala ia merasa bahwa telah tercipta sebuah capaian yang penting baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Itu adalah bukti bahwa tanpa pemaksaan pun, sejarah memang akan menemukan caranya sendiri untuk menduplikasi dirinya sendiri.
Bukankah oleh sebab itu pula para filsuf dan nabi-nabi berani berkata bahwa tidak ada yang baru di bawah kolong langit? Bila sejarah menginginkan maka ia akan berulang. Sudah, tidak usah dipaksakan. Sejarah akan mencatat dan menemukan jalannya sendiri.
Sementara itu, Michel Foucault menjelaskan epistem atau pengetahuan sebagai sebuah totalitas yang menyatukan dan mengendalikan cara kita memandang serta memahami realitas tanpa kita sadari. Epistem atau pengetahuan itu tidak bisa dilihat atau bahkan disadari ketika kita ada di dalamnya.
Kita tidak melihat cinta ketika kita sendiri berada di dalamnya. Hal itu disebabkan oleh pandangan bahwa kita telah berada dalam pengetahuan yang berbeda ketika kita sadar akan pengetahuan yang mempengaruhi kita. Ia tidak bisa dilacak, tetapi dapat ditemukan dengan cara mengungkapkannya menurut pandangan suatu jaman.
Pada saat kita menemukan cinta, maka kita telah mengetahui sebelumnya tentang tidak dicintai. Saat kita tahu baik, maka kita sebelumnya telah tahu mana yang buruk. Demikian juga ketika kita menemukan yang salah, itu karena kita ada di dalam pengetahuan yang benar. Setidaknya merasakan sesuatu yang benar.
Sesuatu yang "Best I Ever Had" adalah "The best and most beautiful things in the world that cannot be seen or even touched. They must be felt with the heart." Hal terbaik dan terindah dalam hidup tidak bisa dilihat atau disentuh. Itu hanya bisa dirasakan dengan hati, dan itu adalah cinta.
Cinta dalam arti luas bahkan tampak dalam diri anak-anak yang hidup dengan penerimaan dan persahabatan. Sebab dengan itu ia akan belajar untuk menemukan cinta di muka bumi ini.
Berikut ini adalah lirik dari lagu Best I Ever Had
So you sailed away
Into a grey sky morning
Now I'm here to stay
Love can be so boring
Nothing's quite the same now
I just say your name now
But it's not so bad
You're only the best I ever had
You don't want me back
You're just the best I ever had
So you stole my world
Now I'm just a phony
Remembering the girl
Leaves me down and lonely
Send it in a letter
Make yourself feel better
But it's not so bad
You're only the best I ever had
You don't need me back
You're just the best I ever had
And it may take some time to
Patch me up inside
But I can't take it so I
Run away and hide
And I may find in time that
You were always right
You're always right
So you sailed away
Into a grey sky morning
Now I'm here to stay
Love can be so boring
What was it you wanted
Could it be I'm haunted
But it's not so bad
You're only the best I ever had
I don't want you back
You're just the best I ever had
The best I ever had
The best I ever
Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI