Dalam pandangan praktis serba instan seperti ini, orang tidak mau lagi ambil pusing tentang apa yang dimakan, dari mana itu berasal, siapa yang membuatnya, dan apa manfaatnya. Yang penting enak, semua tinggal dibeli.
Maka, tidak heran. Dalam kehidupan dengan pola pikir dan perilaku seperti ini, uang tampak menjadi sesuatu yang segala-galanya dan paling penting. Sebab dengan uang, apapun bisa didapatkan, apa pun bisa dimakan. Manusia menjadi makhluk pemakan uang.
Memasak makanan sendiri, paling tidak membuat kita menjadi tahu khasiat dari bahan-bahan yang kita makan dalam makanan. Selain itu kita menjadi lebih menghargai makanan dan bahan-bahan, karena kita tahu bahwa untuk memasak makanan pun butuh pengorbanan, dan ada orang-orang yang berjuang di balik tersajinya makanan yang bisa kita makan.
Semestinya, kita tidak akan tega dan sampai hati menyia-nyiakan makanan bila kita melihat perjuangan, pengorbanan dan tekad bulat dari orang-orang yang menyiapkan makanan yang kita makan. Apalagi membuat hati orang yang memasak bagi kita menjadi kecut, apakah karena kurang enak disajikan dengan kurang sopan dan lain sebagainya.
Puji dan senangkan hati orang yang memasak bagimu, sebab sukacitanya menentukan rasa makanan yang kamu makan. Demikan juga, bila kamu diberi tanggung jawab memasak makanan, baik laki-laki ataupun perempuan, senangkanlah hatimu sendiri apapun yang terjadi. Sebab suasana hatimu adalah rasa masakanmu.
Apakah kita masih menyadari bahwa suasana hati orang-orang yang menyiapkan makanan kita berhubungan langsung dengan lezat atau tidak, sehat atau tidaknya makanan yang kita makan?
Jangan-jangan, dengan cara berpikir yang serba instan di zaman yang semakin dipenuhi hal-hal yang bisa bikin heran, merasa cukup hanya dengan ada uang karena dengan uang maka semua bisa dibeli dan didapatkan, entahkah itu kehormatan, pujian dan sanjungan, apalagi hanya makanan, turut menyumbang lamanya masa hidup kita kini yang juga tampaknya semakin instan. Semuanya terasa berjalan dan berlalu dalam waktu yang semakin singkat dan berlalunya buru-buru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H