Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kehidupan di Sekitar Aur dan Air

12 Mei 2020   14:01 Diperbarui: 8 November 2020   22:01 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Gantang beru-beru, Tumba, Kitang, dan Gurup

Sunun dan sagak ini, saat ini yang disebut sagak sudah agak jarang diproduksi seiring berkembangnya peternakan ayam modern, dijual di pasar tradisionil Pekan Tiga Jumpa, Kecamatan Barusjahe. Ini adalah pasar rakyat yang ramai setiap hari Jumat. Berbagai keperluan dijual di pasar ini. Termasuk berbagai peralatan dari hasil kerajinan berbahan dasar bambu.

Sementara itu, keranjang bambu biasanya dijual ke pemborong yang membeli dalam partai besar dan datang langsung ke kampung. Selain itu, ada juga beberapa yang memang untuk dipakai sendiri atau dibeli oleh petani-petani setempat untuk menjualkan tomat atau jeruknya ke pasar.

Pengarajin keranjang bisa mendapatkan upah 100-150 ribu rupiah perhari, hasil dari membuat sekitar 10-15 keranjang perhari. Artinya satu keranjang dihargai 10-15 ribu rupiah, tergantung dari harga jual tanam-tanaman di pasar.

Namun, tidak mengikuti hukum pasar, saat permintaan akan keranjang banyak harga keranjang justru tidak terlalu mahal, ketimbang saat permintaan keranjang sedikit harganya justru lebih malah. Tidak terlalu jelas apakah ini semacam mekanisme penyeimbangan tingkat upah, sehingga pendapatan harian pengrajin keranjanglah yang menjadi patokan harga per-unitnya.

Namun, bila demikian adanya, rasanya kurang adil juga, karena pengrajin justru yang paling dirugikan, sementara tokeh menikmati keuntungan ganda. Dengan biaya upah pekerja yang relatif sama, para tokeh akan menjual lebih banyak keranjang pada saat permintaan tinggi, yang berarti jumlah unit terjual semakin banyak dan menghasilkan lebih banyak keuntungan.

Bambu yang menjadi bahan dasar pembuatan keranjang ini dijual dengan sistem kontrak borongan oleh pemilik lahan bambu. Para tokeh bebas memanen bambu terbaik yang mereka rasa paling baik sebagai bahan baku, dan hanya dibatasi oleh jangka waktu kontrak. Biasanya kontrak berjangka waktu selama 3 bulan.

Selama masa kontrak itu, sebenarnya ada juga etika dalam pemanfaatan bambu-bambu ini, dalam perikatan kontrak antara tokeh keranjang dan pemilik bambu. Para tukang keranjang seharusnya menebang pohon-pohon bambu siap panen sedemikian rupa, sehingga bekas tebangannya membuat bambu-bambu yang lebih muda menjadi lebih punya ruang untuk bisa tumbuh lebih baik lagi ke depannya.

Setelah selesai kontrak yang 3 bulan itu, satu lahan bambu yang baru ditebang umumnya harus ditinggalkan lebih kurang 1,5 tahun baru bisa dipanen lagi. Hal ini dimungkinkan karena rumpun bambu itu selalu mengelurkan tunas apabila ditebang dengan baik. Bambu-bambu yang ditebang selalu menyisakan tanaman bambu dari tunas lain yang juga sedang bertumbuh.

Bibit bambu yang diambil dari hutan dan ditanam dengan sengaja, membutuhkan waktu 4 tahun sejak ditanam baru bisa dipanen.

Bisa dibayangkan, dalam waktu cukup panjang yang diperlukan sejak ditanam hingga bisa dipanen, faktor yang mengimbangi sehingga bambu masih tetap ada meskipun produksi keranjang dan kerajinan berbahan bambu lainnya tetap berjalan adalah daya hidup bambu dan perkembangannya yang cukup cepat.

Bila meminjam moto salah seorang pejuang orang Karo pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda yang juga Pahlawan Nasional, Letnan Jenderal Djamin Ginting's, yang diabadikan pada prasasti tugu di Halaman Markas Komando Daerah Militer I Bukit Barisan, Medan, dimana ia merupakan panglima pertamanya, katanya "Patah Tumbuh Hilang Berganti", demikianlah bambu yang mati ditebang selalu berganti dengan yang baru tumbuh lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun