Untung saja saya tidak memberikan pidato lebih panjang mengenai pengabdian sebagai pegawai ujung tombak di ujung perbatasan, pikir Tegar. Akan tidak etis, saat seorang bocah seumur jagung yang ditempatkan di tempat yang relatif sangat dekat dengan kota memberikan petuah kepada orang-orang tua yang ditempatkan pada desa-desa terpencil dan terjauh.
Sungguh terkadang hidup terasa tidak adil, sekalipun kita menikmati ketidakadilan itu karena berada di pihak yang diuntungkan. Masalah etis menjadi dilema untuk direnungkan. Kalau mau jujur, diri sendiri yang terasa dirugikan karenanya. Kalau berbohong, maka hati nurani orang-orang yang lugu menjadi korbannya.
Tidakkah pendidikan dan pelatihan itu menjadi sesuatu yang penuh dengan kepalsuan pada akhirnya? Pengajar-pengajar memberikan materi yang bukan main baiknya, sementara panitia dan petugas asramanya bersama-sama adalah orang yang mengalami dilema etis dalam dirinya. Sering mereka tidak jujur menggambarkan kenyataan dunia kerja pegawai negeri yang akan dihadapi di lapangan pengabdian nantinya.
Biarlah, mereka akan menemukan sendiri kenyataannya, dan mereka akan memutuskan sendiri mau seperti apa menghadapinya, yang penting kewajibanku kujalankan. Mungkin demikian hati mereka juga berbicara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H