Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sesuatu yang Indah Tidak Pernah Minta Perhatian

18 April 2020   23:23 Diperbarui: 1 Juli 2020   21:20 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walter Mitty Life Magazine Cover on Behance (Sumber: mir-s3-cdn-cf.behance.net)

Sejalan dengan kampanye perlindungan terhadap berbagai spesies yang terancam punah, masih dalam rangkaian kampanye peringatan hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April 2020 yang akan datang. 

Saluran televisi National Geographic Wild secara intensif menayangkan profil berbagai spesies yang terancam punah, serta upaya yang dilakukan dalam rangka pelestariannya, melalui sebuah program bertajuk "Endangered".

Berbagai spesies satwa liar yang terancam punah itu, hidup pada habitat aslinya di berbagai negara di dunia. Salah satunya adalah Macan Tutul Salju Afghanistan.

Bukan karena macan yang satu ini lebih unik dari Komodo, atau Badak Sumatera yang bahkan diberi label status critically endangered. Namun, program acara televisi itu memang belum sampai pada mengulas kedua satwa ini. 

Lagi pula, walaupun habitat satwa liar yang dinamakan juga ghost of the mountain karena sangat misterius ini ada di Afghanistan, pesan yang terkandung dalam tayangan ini jelas, kita manusia berperan besar dalam kerusakan massif alam lingkungan sekitar kita, dan bumi secara keseluruhan.

Wilayah yang menjadi teritori Macan Tutul Salju Afghanistan, atau snow leopard adalah sebuah daerah pegunungan yang disebut sebagai Wakhan Corridor, daerah Hindu Kush, dekat desa Kret, sebelah Timur Laut Afghanistan. Itu adalah daerah pegunungan Himalaya yang diapit oleh perbatasan negara Pakistan di Selatan dan Tadzikistan di Utara. 

Daerah sekitar pegunungan Himalaya ini adalah apa yang disebut sebagai "Tempat di mana elang tidak bisa terbang" oleh Alexander Agung, atau "Tempat tertinggi di dunia" oleh Marcopolo. Bagi macan tutul jantan, daerah teritorial yang dijelajahinya di Himalaya bahkan bisa seluas tiga kali luas Manhattan di Amerika.

Menurut sebuah lembaga solidaritas untuk pelestarian keanekaragaman hayati yang memiliki pos di lembah Kret itu, populasi Macan Tutul Salju Afghanistan saat ini tinggal 200 ekor. 

Cukup terbatas catatan yang ada atas kucing liar yang satu ini, karena ia dikenal sebagai salah satu hewan yang paling misterius di dunia, penyendiri, dan menjadi satu-satunya jenis macan yang tidak dapat mengaum. Untuk mencari hewan ini dalam bentangan teritorial seekstrem pegunungan Himalaya pada umumnya, sama saja dengan mencari jarum di tengah tumpukan jerami.

Namun, selain dikenal sebagai medan konflik yang tidak pernah mereda, di Kabul Afghanistan, lebih mudah mendapatkan berbagai bahan kulit/ bulu satwa liar hasil perburuan daripada mencari kebutuhan barang-barang elektronik. Bahkan termasuk mudah mendapatkan kulit/bulu Macan Tutul Salju Afghanistan. Demikian kesaksian Boone, seorang ahli biologi yang juga ahli dalam melakukan penangkapan berbagai jenis macan liar untuk kepentingan konservasi.

Sekali lagi, ini menegaskan bahwa bagi manusia sesuatu yang seperti mencari jarum di tengah tumpukan jerami bukan berarti tidak bisa dilakukan. Manusia berperan besar dalam kerusakan ekosistem, karena kehilangan satu saja unsur ekosistem tanpa diminta oleh mekanisme alami, berarti gangguan bagi kelangsungan biologi di habitat asli. Demikian kata sang ahli.

Memang menjadi sangat ironi, bahwa sesuatu yang indah tidak pernah meminta perhatian, tapi seringkali justru menjadi korban. Seolah menegaskan bahwa keindahan dan keburukan yang tertinggi sebagai ujung-ujung ekstrem keanekaragaman hayati mengandung sebuah bahaya. Oleh karena keingintahuan dan keinginan untuk merasa istimewa lewat sebuah pengakuan, manusia sedang menempatkan kehidupan di ambang kepunahan.

Jangan disangka sesuatu yang hidup di Afghanistan tidak terganggu dengan tindakan sekecil apapun yang tidak terkendali di belahan bumi yang lain, karena kita masih hidup pada bumi yang sama. Penelitian menunjukkan, bahwa kehidupan Macan Tutul Salju Afghanistan makin terdesak ke puncak pegunungan, karena lapisan es di pegunungan Himalaya pun semakin berkurang akibat terjadinya pemanasan global.

Lingkungan yang semakin sempit berhubungan dengan sumber makanan yang semakin terbatas. Dengan prinsip yang sama, barangkali hal-hal seperti inilah yang membuat para peneliti mengklaim bahwa bumi, dan kita yang masih hidup saat ini, sedang menghadapi ancaman kepunahan massal keenam. 

Itu sehubungan dengan kemungkinan akan punahnya berbagai spesies yang saat ini terancam dalam beberapa dekade ke depan atau bahkan lebih cepat, bila manusia tidak bisa mengendalikan syahwat merasa istimewanya.

Kegemaran berburu, adalah hobbi membunuh kehidupan tanpa alasan yang bisa diterima akal sehat. Bila yang menjadi argumentasi kita karena itu sudah menjadi hama, maka akan tetap kembali menjadi kesalahan yang tidak bisa diterima dari manusia sendiri. Predator alami dari satwa yang dikatakan telah menjadi hama-hama itu sudah hilang juga akibat perburuan manusia. 

Lalu bila manusia merasa paling berhak untuk mengendalikan seluruh spesies dengan menggantikan aktor-aktor alami bahkan manusia beralih menjadi predator itu sendiri, siapa lagikah yang paling bertanggung jawab atas semua kehilangan ini selain kita manusia, baik yang merasa berburu secara langsung maupun tidak.

Tidak terlalu jelas lagi batasan antara manusia yang mencemari dan tidak mencemari lingkungan saat ini, saat sedikit saja tindakan sebenarnya berpengaruh signifikan terhadap kondisi kritis ekosistem. 

Dengan duduk dan tiduran di rumah saja pun manusia dapat berkontribusi merusak alam, apabila misalnya ia tidak bisa mengendalikan sampah plastik camilan yang dimakan sambil rebahan dan dibuang sembarangan ke selokan di depan rumah. 

Suatu saat sampah plastik itu akan mengalir ke lautan, kemudian berkumpul dengan plastik-plastik rumah tangga dari berbagai belahan bumi membentuk gunung plastik di tengah lautan yang mengganggu ekosistem atau tertelan oleh ikan-ikan, dan bahkan menyebabkan kematian.

"Kita masih memiliki cukup hutan, kata sebagian manusia yang hidup di daerah yang masih dikelilingi oleh hutan di pegunungan". Namun, itu yang terlihat di permukaan. 

Bila bukan menjadi daerah yang rawan banjir, maka daerah pegunungan pun kini menjadi kawasan yang rawan bencana longsor. Belum lagi bercerita soal tempat-tempat yang menjadi daerah rawan kekeringan karena susahnya mendapatkan air bersih.

Bagi berbagai spesies satwa, bahkan manusia, yang hidup pada daerah dengan berbagai kondisi ekstrem, dalam jangka waktu yang lama, dan dengan bahan makanan yang semakin terbatas, apalagi yang mungkin terjadi selain bermutasi dan beradaptasi menghasilkan berbagai hal yang tidak biasa bahkan aneh atau bahkan diambang kepunahan.

Pelajaran Pertama, selalu ada harga untuk hal berbahaya sekalipun, dan pasti cukup alasan bagi seseorang untuk menempuhnya
Memang sesuatu yang indah tidak pernah meminta perhatian. Keindahan di tempat paling berbahaya sekalipun selalu ada harganya, dan pasti ada cukup alasan bagi seseorang untuk pergi melihatnya ke sana. Ya, kalau bukan karena gila, pasti ada keindahan yang sangat berharga di sana.

Ada sebuah pelajaran dari sebuah film yang juga pernah mengangkat mengenai eksotisme Macan Tutul Salju Afghanistan, berjudul "The Secret Life of Walter Mitty".  

Fim ini menceritakan tentang Walter Mitty, seorang kontributor foto yang bekerja untuk sebuah industri majalah terkenal yang berbasis di Amerika "Life". Ia berkelana dalam sebuah upaya pencarian negatif film yang difoto oleh Sean O'Connell yang diyakini sangat bernilai untuk dimuat sebagai gambar sampul majalah itu. Sean adalah seorang fotografer yang sering mendapatkan foto-foto menakjubkan dari kehidupan alam liar, dan dimuat di majalah Life.

Petunjuk yang dimiliki Walter hanyalah sebuah foto yang menunjukkan goresan pada pegangan kayu entah itu pegangan kursi, meja atau bisa apa saja. Ia mencari ke berbagai tempat dengan biaya sendiri tapi tanpa hasil. Hingga akhirnya ia pun pulang ke rumah karena kehabisan uang, dan membuang dompetnya.

Saat melamun di sofa rumahnya sambil meratapi foto goresan pada pegangan kayu itu, ia akhirnya menyadari bahwa itu adalah foto grand piano yang dibeli oleh ayahnya dan ada di depan matanya sendiri saat ini. Ia bertanya kepada ibunya, dari mana asalnya foto itu.

Kata ibunya, itu adalah foto yang diambil oleh Sean O'Connell yang datang ke rumah hendak bertemu dengan Walter tapi tidak jadi karena Walter tidak ada di rumah. Kepada ibu Walter, Sean mengaku bahwa ia akan berada di Himalaya untuk mengambil foto macan salju yang hidup di sana.

Maka dengan berbekal uang untuk tiket pesawat seharga 84 US dollar, Walter pergi ke Himalaya untuk mencari Sean dan mendapatkan negatif film yang berharga itu. Walter bisa mendapatkan tiket semurah itu karena dia masuk ke Himalaya melalui jalur Yaman. Itu adalah jalur masuk dengan daerah yang penuh dengan kekerasan.

Dengan diantar oleh dua orang pria kecil yang kuat, Walter tiba di pintu masuk untuk mendaki sendiri ke lokasi pegunungan tempat di mana para pencari macan tutul sering masuk ke sana dengan berbagai kepentingan. Singkat cerita, Walter pun menemukan Sean yang sedang asyik menunggu Macan Tutul Salju Afghanistan dengan kamera jarak jauhnya.

Demi mengetahui bahwa maksud Walter mencari dirinya adalah demi negatif film yang sebenarnya hendak diberikan oleh Sean sendiri langsung kepada Walter saat ia berkunjung ke rumahnya, Sean hanya tersenyum dan menggeleng. 

Negatif film yang dirasa berisi foto berharga untuk dijadikan sampul majalah Life itu sudah diselipkan Sean di dompet Walter, namun dompet itu sudah dibuang sendiri oleh Walter yang kehabisan uang dalam upaya pencarian yang terasa sia-sia sebelumnya.

"Jadi kamu belum melihat apa isi negatif film itu?" tanya Sean kepada Walter.
"Belum", jawab Walter.
"Aku akan turun dari sini. Mari kita sebut saja isinya adalah the ghost cat", kata Sean.

Sean memang akhirnya mendapatkan sosok Macan Tutul Salju Afghanistan dari lobang keker lensa kamera jarak jauhnya. Namun, ia tidak mengambil fotonya. 

Saat ditanya Walter mengapa ia tidak mengambil fotonya padahal sudah duduk menunggu lama di sana, kata Sean, "Tidak semua keindahan harus diambil dan dimiliki, saya cukup menikmatinya saja". Kemudian Sean berlalu menuruni bukit.

Walterpun akhirnya kembali pulang ke rumah dan harus menerima kenyataan, ia dipecat oleh Life, karena dianggap gagal memenuhi target. Karena uangnya benar-benar sudah habis. Bahkan ia meminta izin ibunya untuk menjual grand piano yang dibeli oleh ayahnya.

"Simpan uangmu di dompet", kata ibunya ketika Walter menerima cek penjualan pianonya.
"Aku sudah membuang dompetku ke tempat sampah", kata Walter.
"Ini dompetmu, aku melihatmu membuangnya, jadi kuambil lagi", kata ibunya, Walter tertegun. Negatif film yang berisi foto berharga itu terselip di bagian dalam dompet itu.

Walter yang sudah dipecat memberikan negatif film hasil jepretan Sean O'Connell ke manajemen majalah Life. Walter menyampaikan pesan bahwa itu adalah foto yang sangat diinginkan oleh Sean untuk dijadikan sampul.

Padahal Walter belum melihat apa isi negatif film itu. Dalam bayangannya, itu adalah foto Macan Tutul Salju Afghanistan atau Ghost Cat, yang sudah ikut membawanya mempertaruhkan nyawanya tidak saja dengan medan pegunungan Himalaya yang ekstrem, tapi juga karena melintasi berbagai negara konflik yang penuh kekerasan dan perang.

Kata Walter, "Jangan menjadi menyebalkan saat memecat karyawan. Mereka telah bekerja dengan sangat keras untuk membesarkan perusahaan".

Walter Mitty Life Magazine Cover on Behance (Sumber: mir-s3-cdn-cf.behance.net)
Walter Mitty Life Magazine Cover on Behance (Sumber: mir-s3-cdn-cf.behance.net)
Pada suatu hari saat berjalan dengan pacarnya, Walter dibuat tertegun saat pacarnya memperlihatkan kepadanya bahwa sampul majalah Life yang terbit pada edisi itu adalah wajah Walter Mitty sendiri dengan judul "Dedicated to the People Who Made It". Negatif film hasil jepretan Sean itu ternyata adalah foto dirinya sendiri yang dinilai oleh Sean sebagai orang yang berdedikasi.

Demikankah fakta sebenarnya, bahwa orang-orang yang berdedikasi sama halnya seperti keindahan, akan selalu ditemukan entah seberapa berliku jalan yang harus ditempuhnya sekalipun ia tidak pernah meminta perhatian? Who knows?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun