Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Aku dan Binatang Liar, Kini

4 Maret 2020   18:27 Diperbarui: 5 Maret 2020   09:48 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seekor semut hitam yang berjemur di atas rumput pada sebuah pagi yang cerah (dokpri)

Membaca sebuah artikel Topik Pilihan dengan judul "Aku dengan Hewan Kesayangan" pada kategori hobi yang menjadi Headline di Kompasiana, bertanggal 28 Februari 2020 dan diteruskan ke kotak masuk akun Kompasiana, membuat saya tertarik juga untuk ikut nimbrung menulis tentang hewan. Namun, ada kesulitan menuliskannya saat saya menyadari bahwa saya tidak memiliki seekor pun hewan peliharaan saat ini.

Pernah ketika masih tinggal bersama dengan orang tua, kami beberapa kali merawat anjing sebagai hewan peliharaan, yang terakhir bernama Bruno. Ia pergi selamanya dalam keheningan, pada suatu hari di 17 Desember 2017. Bruno pergi dan tidak pernah pulang lagi kembali ke rumah.

Bruno anjing keluarga kami menjelang akhir hayatnya, 2017 (dokpri)
Bruno anjing keluarga kami menjelang akhir hayatnya, 2017 (dokpri)
Sebenarnya mulai sejak Blacky, Doggy, Dirok (lafal dari frasa The Rock) dan yang lainnya sebelum Bruno, yang saya tidak ingat lagi sebagian namanya, mereka datang satu-satu ke tengah keluarga kami dan satu-satu mereka pergi, semuanya dalam keheningan. Memang benar, bagi sebagian orang, kehilangan hewan peliharaan tidak berbeda dengan kehilangan kerabat dekat, karena hewan-hewan ini memang sudah terasa seperti anggota keluarga.

Sebenarnya adalah adik saya yang bungsu, dia seorang perempuan, yang paling dekat dengan anjing-anjing yang pernah kami pelihara. Bagiku pribadi, mereka, anjing-anjing itu, hanya tampak lucu saat mereka masih kecil. Saat masih kecil-kecil saya sering memandikan anjing-anjing kami.

Sama juga seperti manusia, seringkali hewan-hewan ini tampil makin menjengkelkan begitu mereka beranjak semakin dewasa. Kata kuncinya mungkin pada kata sama. Ya, walaupun mereka hewan aku yakin bahwa hewan peliharaan yang tinggal di tengah-tengah keluarga pastilah memiliki ikatan batin dengan manusia yang tidak sama dengan ikatan batin binatang liar dengan manusia.

Mengingat pengalaman itu, dan apakah karena menyadari aku bukan jenis manusia yang mampu bertanggung jawab penuh terhadap masa depan hewan dibanding masa depan diri dan keluargaku sendiri, maka aku memutuskan tidak lagi memelihara hewan peliharaan. Bagiku, lebih baik tidak memiliki hewan peliharaan sama sekali ketimbang menelantarkan hidup mereka.

Pernah dalam sebuah tayangan di televisi swasta, aku melihat fakta-fakta yang dibeberkan terkait biaya merawat hewan-hewan peliharaan dari berbagai belahan dunia yang begitu mencengangkan. Ada biaya perawatan rambut anjing yang sekali ditata biayanya sampai 2 juta Rupiah. 

Ada juga pakaian untuk anjing-anjing yang harganya bahkan hingga belasan juta Rupiah. Ada spa khusus untuk anjing-anjing, yang juga bertarif jutaan Rupiah. Bahkan yang paling mencengangkan adalah baju untuk anjing yang terbuat dari lapisan emas 24 karat dan bertabur batu mutiara yang diklaim lebih kuat dari baja yang harganya bahkan miliaran Rupiah.

Sekalipun menurutku, aku cukup menghargai hewan-hewan, tapi tidakkah bentuk penghargaan yang hingga sedemikian halnya ini malah menjadi semacam bentuk pelecehan, tidak saja bagi manusia-manusia yang mungkin menjadi jauh lebih tidak beruntung bila dibandingkan bahkan dengan anjing-anjing sekalipun, tapi juga bagi anjing-anjing itu sendiri. Bukankah tidak tanpa dasar mengapa muncul ungkapan yang menyatakan "Sekalipun tinggal di sangkar emas, burung pasti akan lebih memilih untuk bisa terbang bebas?"

Bisa saja sebagian dari anjing-anjing itu merasa begitu terhina sekalipun didandani sedemikian mahal, sekalipun ia tetap akan mengibas-ngibaskan ekornya bila tuannya datang. Karena begitulah terkadang hewan-hewan memang lebih bisa menunjukkan kesetiaan dan kesabarannya kepada tuannya dari pada manusia sendiri kepada sesamanya, apalagi kepada tuannya.

Aku lebih suka menggunakan kata binatang bukan dengan maksud melecehkan. Bagiku binatang lebih terasa alami, untuk menunjukkan sisi orisinalitas "kebinatangan" dari hewan-hewan yang ada dan hidup di antara dan di sekitar kita manusia. Merujuk kepada definisi "binatang" dari kbbi.web.id, disebutkan bahwa binatang/bi*na*tang/ sebagai kata benda berarti makhluk bernyawa yang mampu bergerak (berpindah tempat) dan mampu bereaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal budi (seperti anjing, kerbau, semut), sama juga artinya dengan hewan.

Apabila dirangkai dengan kata lainnya hingga menjadi sebuah frasa, maka beberapa frasa terkait binatang dapat dijelaskan artinya antara lain, "binatang buas" yakni binatang liar dan biasanya memusuhi manusia (biasanya ganas, seperti harimau, serigala), "binatang piaraan" yakni binatang yang biasa dipiara untuk kesenangan (seperti anjing, kucing, dan burung), "binatang ternak" yakni binatang yang (biasa) diternakkan untuk diambil manfaatnya (seperti lembu dan kambing). Sedangkan kebinatangan/ke*bi*na*tang*an/ sebagai kata benda berarti sifat-sifat binatang atau kelakuan seperti binatang.

Sementara itu, bila merujuk ke frasa "satwa liar" dalam kamusbesar.com, diartikan sebagai "semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia".

Ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan menurut penjelasan beberapa rujukan di atas:

1. Manusia dan binatang sebagai sesama makhluk bernyawa, ditandai kemampuan berpindah tempat dan merespons rangsangan, dibedakan oleh akal  budi. Bahwa manusia berakal budi, tetapi tidak dengan binatang.

Mengenai hal ini sendiri sudah banyak pendapat-pendapat yang berpandangan lain. Tidak kurang misalnya penjelasan tentang arah gerak evolusi yang menurut kaum Darwinian sebenarnya masih belum selesai, walaupun ditentang oleh kelompok-kelompok yang tidak sependapat terutama dari kalangan religius. Bahwa manusia yang kompleks dan juga makhluk-makhluk lainnya sebenarnya adalah hasil dari proses perubahan yang lambat dalam kurun waktu jutaan hingga miliaran tahun.

Atau misalnya dalam tulisan-tulisan sains historis semacam Sapien dan Homo Deus karya Youval, yang mengkritisi sikap manusia yang terlalu menyederhanakan persoalan, seolah binatang atau hewan tidak memiliki akal budi, sehingga oleh karenanya manusialah yang bebas menentukan apa yang perlu dan yang tidak perlu bagi mereka, binatang dan hewan itu.

Baca juga: Logika Politik vs Logika Ekologi

Benar, dalam sebagian hal, kelihaian akal budi manusia dalam menentukan apa yang perlu dan yang tidak perlu bagi binatang dan hewan itu mungkin memang berhasil meningkatkan jumlah produksi daging untuk konsumsi manusia, tapi lihat juga kenyataan bagaimana binatang dan hewan-hewan bisa mati merana di dalam sangkar-sangkar penangkaran atau kebun-kebun binatang yang divonis mati karena mal nutrisi.

Padahal bisa saja mereka mati karena merasa terabaikan hak-haknya sebagai makhluk hidup yang juga memiliki perasaan dan akal budi tentu saja dalam bentuk dan substansi yang sesuai baginya. Bukan tidak mungkin binatang dan hewan-hewan yang dikandangkan itu mati karena terabaikan hak-haknya untuk bisa bebas bersosialisasi dengan sesama binatang atau hewan, untuk berpacaran dengan lawan jenisnya barangkali.

Termasuk dalam penjelasan arti binatang atau hewan dalam kategori ini adalah anjing dan kerbau yang biasa dipelihara atau semut yang tidak biasa dipelihara manusia.

Baca juga: "Jane" dan Upaya Mendefinisikan Ulang Manusia

2. Sebagai sebuah frasa, binatang dalam frasa "binatang piaraan", binatang diartikan sebagai sesuatu yang dipiara untuk kesenangan. Dalam artian ini, adalah anjing, kucing, dan burung yang paling umum dipiara. Menjadi pertanyaan sebenarnya adalah untuk kesenangan siapa? Tentu saja kesenangan manusia yang memelihara. Lalu bagaimana dengan kesenangan binatang-binatang itu? Siapa yang bisa memastikan apa yang mereka senangi?

3. Selanjutnya, dalam frasa "binatang ternak", binatang diartikan sebagai sesuatu yang biasa diternakkan untuk diambil manfaatnya. Dalam pengertian ini dicontohkan manfaat dari beternak lembu dan kambing. Bukankah ini berarti bahwa manusia yang menarik manfaat sementara itu belum dijelaskan betul apa manfaat bagi binatang dan hewan itu sendiri untuk ia dipelihara?

4. Maka, bila tidak jelas apa yang sebenarnya diinginkan dan disenangi oleh binatang atau hewan, dan apa manfaat bagi hewan-hewan apabila mereka hidup bebas atau dipelihara oleh manusia, maka kebinatangan sebagai kata benda yang berarti sifat-sifat binatang atau kelakuan seperti binatang, tidak saja ada dan berlaku pada binatang dan hewan, tapi juga pada manusia sendiri.

Lalu apa bedanya bagi manusia dan binatang? Tentu banyak sekali. Tapi sudah jelas, sebagai sesama makhluk hidup, binatang dan hewan-hewan juga memiliki hak untuk hidup bebas.

Memang tidak salah bagi manusia untuk memelihara binatang atau hewan, baik yang jinak atau yang liar, sepanjang manusia meyakini apa yang mereka lakukan terhadap binatang atau hewan itu adalah sesuatu yang baik, yang mereka senangi dan mereka inginkan dan bermanfaat bagi mereka. 

Namun, siapakah yang mampu memastikan itu dan memberikan penghakiman jika sebaliknya, bukan sesuatu yang  disenangi, tidak diinginkan dan tidak bermanfaat bagi binatang dan hewan, segala yang dilakukan oleh manusia yang merasa memelihara mereka?

Jika tidak yakin, menurut saya lebih baik tidak usah memelihara hewan peliharaan, karena kita mungkin akan membuat mereka tersiksa dan merasa dilecehkan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Kita mungkin merasa senang, terhibur atau bahkan takjub dengan berbagai ekspresi kebahagiaan manusia-manusia bersama hewan peliharaan kesayangan mereka yang ada di media sosial. Namun, siapakah yang bisa memastikan apakah hewan-hewan itu bahagia? Atau jangan-jangan sebagian mereka malah dijadikan lebih sebagai sekadar sumber rezeki belaka, entah di sirkus atau dari hewan-hewan yang lebih eksis dari sebagian artis di media sosial?

Menyadari kelemahanku, dan mungkin juga kenangan akan kesunyian Bruno dan teman-temannya yang perlahan meninggalkan kami, atau justru kami sendirilah yang meninggalkan mereka seiring waktu, ketika kami harus menjalani hidup kami sendiri dan keluarga kami, saat harus meninggalkan rumah orang tua kami, aku kini merasa cukup untuk menikmati kebersamaan walau sesaat dengan binatang-binatang liar di sekitar pekarangan rumah. 

Entah itu dengan siput saat menikmati kesegaran sore hari, menikmati lalat yang menempel di kelopak bunga pada suatu pagi, atau lalat dari jenis Black Soldier Fly yang menempel di pot tanaman entah dia mau apa, atau menikmati laba-laba yang bersarang di antara bunga-bunga, atau seekor semut hitam yang berjemur di atas rumput pada sebuah pagi yang cerah.

Dengan siput saat menikmati kesegaran sore hari (dokpri)
Dengan siput saat menikmati kesegaran sore hari (dokpri)
Menikmati lalat yang menempel di kelopak bunga pada suatu pagi (dokpri)
Menikmati lalat yang menempel di kelopak bunga pada suatu pagi (dokpri)
Lalat dari jenis Black Soldier Fly yang menempel di pot tanaman (dokpri)
Lalat dari jenis Black Soldier Fly yang menempel di pot tanaman (dokpri)
Seekor laba-laba yang bersarang di antara bunga-bunga di pekarangan rumah (dokpri)
Seekor laba-laba yang bersarang di antara bunga-bunga di pekarangan rumah (dokpri)
Seekor semut hitam yang berjemur di atas rumput pada sebuah pagi yang cerah (dokpri)
Seekor semut hitam yang berjemur di atas rumput pada sebuah pagi yang cerah (dokpri)
Bagiku kini cukup menyediakan rumah bagi mereka untuk bisa berbagi tempat dengan keluarga kami. Tanpa diundang, kapan mereka mau datang atau pergi. Mereka mencari sendiri makanan apa yang bisa mereka dapatkan di sana, dan pergi kapan saja mereka merasa harus mencari tempat yang lebih memadai. 

Meskipun jauh dari cengkrama, terkadang menikmati momen sesaat bersama dengan serangga yang tidak dikenali sekalipun, terasa seolah memiliki teman bisu yang menenangkan, teman yang tidak berisik. Entah besok apakah serangga yang sama atau yang lain yang datang, mereka semua tampak sama.

Bahkan suatu hari, langit pun bisa menghadirkan tampilan laba-laba bila engkau merindukan laba-laba yang bersarang di kebun samping rumahmu. Bukankah cinta tidak selalu harus memiliki?

Awan di langit yang tampak seperti laba-laba (dokpri)
Awan di langit yang tampak seperti laba-laba (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun