Simedanak anak perana ras singuda-nguda
Seh kal riahna akapna i tengah tiga
Lit si ngerana tawa-tawa ras atena ngena
Lit ka nge deba si sirang arih-arihna
De kena jilena bage bali ras rudang-rudang
Rudang merim mejile mole-ole i duru embang
Nde mbaru meberkat jilena lanai terpecat-pecat
Erbahan pusuhku bage lanai siat
(Sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit, 1990, halaman : 220)
Bila diterjemahkan, isinya kira-kira adalah sebuah gambaran, bahwa "Tiga Sibolangit" yang disebut juga "Tiga Parira" adalah sebuah pasar yang ramai, tempat orang berjual beli. Orang menjual durian, petai, pisang dan cabe.
Anak-anak, pemuda dan pemudi, semuanya senang ke pasar ini. Ada yang bersenang-senang dengan pujaan hatinya, tapi ada juga yang putus cinta di sana.
Lalu, entah kiasan tentang "keindahan" pasarnya dulu, ataukah ini pujian langsung bagi gadis jelita yang ada di pasar, katanya: "Dikau cantik seindah bunga-bunga, yang harum mewangi dan seperti mendayu-dayu di tepi jurang. Wahai gadis cantik rupawan, tiada sesatu pun yang kurang pada dirimu, dan hatiku tak kuasa dibuatnya."
Kembali ke rasa jengkel akibat kemacetan yang sering terjadi bila kebetulan melewati pasar ini. Ada sebuah titik balik ketika saya ikut bergabung dengan sebuah komunitas atau persatuan kawan sekampung halaman, yang disebut sebagai "Persadan Sinuan Gambir".
Bila diterjemahkan secara langsung, maka itu artinya kurang lebih "Persatuan Para Petani Gambir". Saya kurang paham makna historis nama komunitas ini. Ya, "gambir" adalah sejenis bahan pelengkap untuk orang memakan sirih, selain kapur, buah pinang dan daun sirih tentunya. Itu adalah tanggal 1 Juli 2017.
Masa itu adalah penghujung libur panjang lebaran tahun 2017. Persadan Sinuan Gambir merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-24, di sebuah objek wisata yang merupakan sungai tempat pemandian bernama "Namo Karang", yang terletak di Desa Kidupen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo.
Kata Karo sendiri, bisa merujuk ke orang Karo totok sebagai identitas kesukuan. Bisa juga merujuk ke aspek geografis historis, dimana apa yang dulunya disebut sebagai Tanah Karo sendiri, sebenarnya saat ini ada yang sudah termasuk wilayah Kabupaten Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Kota Binjai, Serdang Bedagai, Kota Medan dan sekitarnya. Atau bisa juga merujuk ke kesatuan sistem sosial kultural dalam tatanan sistem hidup dan kekerabatan yang secara mayoritas didominasi nilai-nilai budaya Karo dari sebagain orang yang walaupun bukan suku Karo, tapi sudah hidup sekian lama di dalam, di antara dan di sekitar nilai itu. Atau bisa juga tidak termasuk satupun dari kriteria ini.