Sekilas mendengar kata Berastagi kini, barangkali orang-orang langsung terpikir dengan Judika Sihotang, salah seorang penyanyi kondang nasional saat ini, atau yang paling anyar adalah Lyodra Ginting seorang gadis jelita yang merupakan salah seorang dari 3 finalis Indonesian Idol 2020. Mereka sama-sama bertalian dengan Berastagi.
Kalau Judika memang berasal dari Berastagi, sementara Lyodra Ginting adalah keturunan etnis Karo yang merupakan golongan etnis yang mayoritas di Berastagi. Barangkali keluarganya pun banyak di kota ini, sehingga tak jarang ia menyapa warga Tanah Karo dalam setiap penampipannya, baik di Berastagi maupun Kabanjahe.
Selain itu, orang-orang juga mungkin sudah banyak yang mengenal Berastagi sebagai penghasil buah, terutama jeruk dan markisah. Jeruk Berastagi atau markisah Berastagi adalah sebagian potensi pertanian yang memang unggulan di sini. Walaupun ibarat ungkapan, "Sapi punya susu, Benggali punya nama". Bisa saja, buah jeruk dan markisah itu kini bukanlah hasil panen dari kebun-kebun yang ada di Berastagi. Entah karena apapun, memang Berastagi punya sejarah yang layak untuk lebih ditemukenali.
Berastagi merupakan kota terbesar kedua di Dataran Tinggi Karo setelah Kota Kabanjahe. Sebagai salah satu kota wisata yang populer di Sumatera Utara, Berastagi berjarak sekitar 66 kilometer dari Kota Medan, dan diapit oleh 2 gunung berapi aktif, yakni Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Di dekat Gunung Sibayak, terdapat pemandian mata air panas. Berastagi sendiri berada di ketinggian lebih dari 1300 mdpl, menjadikan kota ini sebagai salah satu kota terdingin yang ada di Indonesia.
Aktivitas ekonomi di Berastagi memang terpusat pada produksi sayur, bunga-bunga, buah-buahan dan pariwisata. Berastagi merupakan salah satu penghasil sayur, dan buah-buahan terbesar di Sumatera Utara. Bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Kepadatan penduduk Kota Berastagi berhubungan erat dengan potensinya sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara, di mana banyak kegiatan jasa dan perhotelan, sehingga banyak masyarakat berdomisili di sini untuk melakukan aktivitas di bidang pariwisata.
1. Pernah Ada Bandar Udara di Berastagi
Mungkin orang Berastagi dan masyarakat Kabupaten Karo pada umumnya pun tidak mengetahui fakta itu. Bukan tanpa alasan mengapa ada satu ruas jalan di Berastagi yang bernama Jalan Udara. Itu adalah sebagian dari bukti sejarah bahwa di Berastagi pernah ada bandar udara. Pada saat pembukaannya dulu, ruas jalan dari Desa Surbakti menuju Berastagi ditutup untuk semua lalu lintas, sementara sisi jalan di Berastagi yang mengarah ke  Bandara Berastagi pada hari Minggu pada waktu itu dibuka sebelum jam 8 pagi untuk semua kendaraan, kecuali untuk sado.
Momen peresmian bandara Kota Berastagi pada 16 September 1934 itu adalah sebuah momen yang dilaksanakan secara meriah. Pesta penerbangan dalam rangka peresmian Bandara Berastagi mendapat perhatian yang sangat besar dengan kehadiran 20 pesawat terbang yang antara lain dari LA Skuadron, skuadron dari Royal Air Force, beserta kelompok olahraga terbang layang Belanda dan Inggris.
Itu adalah apa yang dinamakan dengan sekolah Kadet Brastagi. Pada tanggal 27 Nopember 1945, Kompi Staf Batalyon 6/SWB yang terkepung di Berastagi berhasil kembali ke Medan dengan selamat, kompi itu dipimpin seorang tentara bernama Martinus Lubis. Pasca kejadian itu ia menjadi terkenal, karena selain ia mampu memimpin barisan-barisan rakyat walau minim senjata melawan Belanda, ia juga mampu bertahan hidup walau terluka di bagian pinggang dan mendekam selama dua minggu di rumah sakit Berastagi. Martinus hidup bersama sepupunya di Berastagi. Sepupunya yang bermarga Siregar adalah pekerja di Grand Berastagi Hotel.
3. Berastagi Dipublikasi Koran Sinpo Pada 23 Juli 1938
Koran Sin Po adalah koran Tionghoa-Melayu yang berbahasa Melayu dan terbit di Hindia Belanda sejak tahun 1 Oktober 1910. Pertama kali diterbitkan sebagai surat kabar mingguan, lalu Sin Po berubah menjadi surat kabar harian pada tahun 1912 demi memenuhi permintaan yang meningkat. Dan tak berapa lama kemudian menjadi salah satu surat kabar berbahasa Melayu terbesar di Hindia Belanda.
Pada tahun 1938 Sin Po memuat artikel berjudul "Dari Sumatra Barat ka Sumatra Timoer" (Sumatera Utara saat ini). Pada artikel ini narasumber berita menyampaikan bahwa mereka sampai di Tanah Karo, yakni di Kabanjahe dan Berastagi. Di dalamnya dijelaskan bahwa menuju ke Berastagi sebelumnya mereka melewati kota Kabanjahe. Berastagi dijelaskan sebagai kota yang dingin dan jauh lebih besar dari yang mereka duga. Letaknya juga lebih tinggi dari Kabanjahe dan banyak dijumpai tempat menginap, antara lain Grand Hotel Brastagi adalah yang paling jempolan. Itu adalah tahun 1938. Katanya dalam artikel itu, bukan saja bagi Sumatera, tapi bagi seluruh Indonesia, Grand Hotel Brastagi adalah salah satu hotel yang paling rapi dan baik perawatannya, bahkan lebih rapi dari hotel De Boer di Medan yang sering dipandang paling tersohor pada masa itu.
Pada 22 Desember 1948, atau pada masa agresi militer kedua Belanda, Presiden pertama Republik Indonesia pernah diasingkan ke Berastagi Tanah Karo. Rumah pengasingan Soekarno itu terletak di Desa Lau Gumba Kecamatan Berastagi.
Tak jauh dari rumah, ada sebatang pohon beringin besar yang berdiri kokoh. Kata istri Sumpeno, sang penjaga rumah "Itu beringin Sukarno, Pak Sukarno yang menanam."
Itulah salah satu sebabnya Presiden Sukarno mendapatkan tempat yang khusus di hati masyarakat Karo. Orang Karo menjuluki Bung Karno sebagai Bapa Rayat Sirulo atau bapak rakyat banyak, bapak lambang kemakmuran rakyat. Sebab lainnya adalah karena ajaran-ajaran Bung Karno sama dengan nilai-nilai dalam falsafah hidup masyarakat Karo, yakni gotong-royong, menghargai pluralisme, dan solidaritas.
Perjalanan sejarah Indonesia dalam perjalanan hidup Bung Karno turut mengharumkan nama Berastagi, seperti halnya Ende dan Bengkulu. Barangkali itu juga sebabnya pada tahun 2017, baik Kota Ende maupun Kabupaten Karo dipilih menjadi dua dari lima daerah percontohan gerakan nasional revolusi mental di Indonesia.
Tentu masih banyak hal lainnya yang bisa digali
Untuk dikagumi dan disayangi dari kota Berastagi
Tapi, cukuplah ini dulu untuk sekarang,
Biar kusisakan rasa rinduku untukmu selalu,
Saat pulang ke kotaku, Berastagi ...
Cintailah kotamu,
Karena kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu,
Selamat hari kasih sayang, Berastagi I Love You
Referensi :
Wikipedia, Karosiadi 1, dan 2, Historia
Kadet Brastagi -- Akademi Militer Perjuangan, penerbit Ikatan Kadet Brastagi, 1980.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H