Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Seperti "Apocalypto", Badigulan, dan Arti Penting Keahlian Sang Rimbawan

13 Februari 2020   19:10 Diperbarui: 31 Juli 2021   08:28 1807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Imran Barus teman saya, atau Bapa Raju (dokpri)

Pada suatu kesempatan ketika mengikuti acara pesta adat pernikahan menurut adat istiadat suku Karo di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara, saya bertemu dengan teman lama semasa masih duduk di bangku Sekolah Dasar di kampung.

Kami tumbuh dan besar bersama di kampung yang terletak persis di kaki gunung, tak jauh dari sana ada hamparan sawah dan aliran sungai yang tenang di sepanjang sisi nya.

Satu jam berbincang dengan beliau, waktu tidak terasa cepat berlalu. Kami larut dalam percakapan tentang seluk beluk flora dan fauna yang hidup di hutan belantara sekitar desa, maupun hutan belantara di tempat-tempat lain yang sering dimasukinya.

Hamparan sawah dengan air yang berasal dari aliran sungai dari mata air Badigulan, di Desa Serdang (dokpri)
Hamparan sawah dengan air yang berasal dari aliran sungai dari mata air Badigulan, di Desa Serdang (dokpri)
Keahlian hidup di hutan rimba barangkali memang adalah satu hal yang tidak cukup dipelajari di ruang kelas pendidikan formal. Sekalipun ada pelajaran dan mata kuliah yang membahas tentang keahlian hidup di hutan, tapi pada praktiknya di kehidupan nyata di tengah hutanlah pembuktian efektivitas teori itu. 

Dan tidak ada guru yang lebih utama selain dari pada pengalaman sendiri. Teman masa kecil saya ini adalah seorang Rimbawan yang dibesarkan sendiri oleh alam.

Imran Barus adalah nama teman saya ini. Ia adalah anak ke lima dari enam bersaudara. Ia memiliki dua saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan. Melihat parasnya apalagi setelah puluhan tahun tidak bertemu, saya seperti melihat sosok Jaguar Paw.

(Jaguar Paw, paling kiri, bersama Flint Sky dan teman-temannya, Sumber gambar: https://akcdn.detik.net.id/
(Jaguar Paw, paling kiri, bersama Flint Sky dan teman-temannya, Sumber gambar: https://akcdn.detik.net.id/
Jaguar Paw adalah anak laki-laki dari seorang kepala suku Maya yang bernama Flint Sky dalam film Apocalypto, yang mengambil latar di tengah hutan di semenanjung Yucatan, Meksiko.

Film Amerika produksi tahun 2006 ini disutradarai oleh Mel Gibson. Kisah dalam film terjadi pada masa keruntuhan peradaban Maya, yang menceritakan perjalanan Jaguar Paw yang kabur dari ritual pengorbanan manusia dan menyelamatkan keluarganya dari serangan suku Maya lain, yang menculik laki-laki dari suku lain untuk dijadikan persembahan dan wanita-wanitanya menjadi budak yang bebas untuk mereka perjualbelikan.

Film itu menampilkan manusia-manusia berwajah murung dengan tubuh yang dekil seperti tidak terurus karena dirundung rasa takut dan kecemasan akan ketidakpastian dengan keselamatan mereka sendiri. Bahkan anak-anak yang terlantar ditinggal ibu dan bapanya yang mungkin tewas dibunuh, dikorbankan atau dijadikan budak oleh suku lain.

(Poster Film Apocalypto, Sumber gambar: upload.wikimedia.org)
(Poster Film Apocalypto, Sumber gambar: upload.wikimedia.org)
Namun, bukan kisah Jaguar Paw yang akan diketengahkan dalam artikel ini. Bila dalam Apocalypto, salah satu suku Maya yang lebih besar dan lebih modern dari suku Jaguar Paw meramalkan kehancuran peradaban sukunya karena aksi seseorang yang akan bangkit melawan mereka dan datang bersama seekor jaguar hitam.

Dan mereka percayai itu adalah Paw, yang memang sempat melarikan diri dari kejaran seekor Jaguar hitam di tengah pelariannya di dalam hutan, bukan karena jaguar itu adalah temannya.

Tapi begitulah alam, ia akan mencari keseimbangan alaminya dengan caranya sendiri, dimana memakan dan dimakan antar spesies merupakan sebuah mekanisme alami dalam untaian rantai makanan dan berguna untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Mel Gibson sendiri mengaku bahwa film ini merupakan simbol seluruh peradaban yang mulai musnah. Hal ini barangkali sebuah pesan yang penting untuk dicamkan sebab bukan tidak mungkin, perilaku saling menguasai dan perlombaan tak terkendali untuk menjadi yang paling unggul di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial budaya, pertahan dan keamanan, bukan tidak mungkin akan menyebabkan pukulan berat bagi alam dan lingkungan. 

Mengapa tidak? Bukankah semua persaingan itu bila diperas hingga didapatkan akar masalahnya akan bertemu di sebuah kepentingan terkait energi dan sumber daya yang semakin terbatas di tengah pertumbuhan populasi manusia yang belum terkendali sepenuhnya.

Di situlah sosok seorang Imran dengan hobi berburu celeng dan mengail kepiting sungai menjadi menarik bagi saya yang hanya sempat mengenalnya pada masa kecil kami, dalam permainan petak umpet, patok lele, bermain perang-perangan dan lain sebagainya.

Sebagaimana anak-anak pada umumnya, telah bertransformasi menjadi seorang kepala keluarga yang kini membesarkan ketiga anaknya di kampung halaman kami sambil menyatukan dirinya bergaul dengan hutan dan segala isinya setiap harinya.

Imran memiliki tiga orang anak, dan yang paling tua bernama Raju. Jadilah Imran dipanggil Bapa Raju.

Bersama Imran Barus teman saya, atau Bapa Raju (dokpri)
Bersama Imran Barus teman saya, atau Bapa Raju (dokpri)
Sebagaimana Flint Sky berharap kepada Jaguar Paw untuk menggantikan dirinya kelak sebagai kepala suku yang tidak saja melindungi keluarganya sendiri, tapi juga seluruh anggota suku dan hutan yang merupakan rumah mereka, saya juga terkagum dengan pengenalan Imran atas hutan-hutan dan segala isinya, yang sejak kecil hanya mampu saya tatap dan kagumi dari kejauhan.

Selain kagum pada kawan saya ini, saya juga menjadi merasa malu. Seperti apa yang dikatakan Flint Sky kepada Jaguar Paw "Apa yang kau lihat pada diri mereka, Jaguar Paw?" maksudnya orang-orang dari suku Maya yang menjadi korban penculikan suku Maya lainnya. 

"Aku tidak mengerti Ayah" kata Jaguar Paw sembari Flint Sky ayahnya menatap jauh ke arah lebatnya hutan. Lalu kata Flynt Sky, "Ketakutan. Aku melihat ketakutan hingga ke akar-akarnya dalam diri mereka. Tidakkah kau lihat itu Jaguar Paw? Rasa takut adalah penyakit dan akan merayap ke dalam jiwa-jiwa yang ia tulari, dan itu telah menodai kedamaianmu."

Begitulah ketidakmampuan mengenali sesuatu, apakah itu barang baru atau suatu budaya yang baru, terkadang justru menimbulkan ketakutan. 

Apa yang muncul selanjutnya dari rasa takut adalah upaya untuk melarikan diri mencari keselematan diri sendiri, atau setidaknya sikap menunggu dan bersembunyi sambil berharap pertolongan datang. Apa yang penting di sini adalah yang penting aku selamat biarlah setelahnya bahaya datang asal jangan menimpa diriku.

Seolah dengan melakukan semua itu, maka segala hal akan menjadi baik-baik saja dengan sendirinya. Namun, benarkah hal yang menakutkan, entah itu masalah yang berat atau ketakukan atas sebuah teror dan tekanan entah karena apapun dapat hilang dengan hanya menjadi penonton? Memang seringkali film yang mengangkat kisah fiksi memberikan gambaran atas realitas yang patut untuk kita pertimbangkan untuk dilakukan. 

Lihat saja, seorang protagonis yang sebenarnya sudah enak berlindung di sebuah bunker tapi ternyata lebih memilih untuk keluar dari lubang persembunyiannya untuk berbuat sesuatu sekecil apapun itu untuk mencari jiwa-jiwa lain yang mungkin masih selamat.

Di sebuah kota, di mana hampir sebagain besar warganya sudah terinfeksi dan berubah menjadi zombie, mayat hidup yang berjalan-jalan dan memangsa manusia yang masih sehat untuk dijadikan makanan atau dijadikan zombie baru untuk menambah jumlah bilangan mereka yang sejenis.

Kita barangkali membutuhkan seseorang seperti Imran untuk bisa lebih mengenali dan mencintai hutan kita. Sebagaimana Jaguar Paw yang berada di bawah sebuah air terjun di sisi sungai menantang komandan tentara suku Maya yang beridiri geram kehilangan buruannya dari atas di ujung aliran sungai yang jatuh menjadi air terjun ke sungai di bawahnya.

Kata Paw, "Hutan ini adalah rumahku, warisan dari ayahnya ayahku dan akan menjadi warisanku kepada anakku, dan diwariskannya lagi ke anaknya kelak" begitulah semangat yang harusnya ditularkan oleh setiap generasi kepada generasi di bawahnya, bahwa alam perlu dijaga kesinambungannya sebagai sebuah titipan bagi kita untuk diwariskan kelak kepada generasi selanjutnya.

Beberapa hal yang sempat aku pelajari dari Imran dari pengalamannya selama ini keluar masuk berbagai hutan, sebagai bekal untuk pertolongan pertama apabila kita menemukan berbagai kejadian di hutan antara lain:

  • Apabila di hutan tidak sengaja kita disengat oleh lipan, tidak usah panik. Segera saja tempelkan batu mancis (sebutan warga lokal di sini untuk pemantik api yang sering dipakai orang untuk menyulut rokok) pada bekas sengatan lipan. Segera akan keluar buih atau busa dari lubang bekas sengatan lipan itu, dan batu mancis itu tidak akan jatuh hingga seluruh bisanya habis keluar. Dalam hal ini, kita patut untuk tidak mencap buruk perokok yang menemani kita kehutan. Barangkali akan ada saatnya kita membutuhkan batu mancisnya untuk pertolongan pertama.
  • Apabila disengat lebah juga tidak usah panik. Untuk pertolongan pertama pada kasus ini adalah tahi lidah, atau apapun sebutannya, yang bisa dikerok dengan kuku jari pada permukaan lidah di pangkalnya, oleskan pada bagia yang disengat. Atau kalau lidah kita sangat bersih hingga tak bertahi, jangan resah, bisa juga oleskan air seni kita sendiri. Dalam hal ini, kita perlu belajar, tidak selamanya yang dinamakan tahi atau kencing tidak bermanfaat. Kita tidak perlu menilai buruk sesuatu yang bahkan bernama tahi atau kencing, mungkin suatu saat ia akan bermanfaat. Tapi jelas sekali, kita tidak perlu buang tahi atau kencing sembarangan, selain itu tidak beretika, kita juga jangan membuang sesuatu yang suatu saat mungkin akan berguna.
    Jangan juga risih, kalau tidak suka dengan itu kotoran, kita juga bisa menggantinya dengan mengoleskan getah batang pisang pada bekas sengatan lebah sebagai pertolongan pertama. Lebah sendiri memiliki berbagai jenis, yang saya tidak terlalu paham bahasa Latin atau istilah ilmiahnya, seperti Imran, ia juga belajar dari pengalaman ayahnya yang direkam dalam benaknya dan diuji cobanya sendiri di alam. Untuk jenis lebah tertentu, selain getah batang pisang, cabe rawit juga berkhasiat untuk mematikan efek bisa lebah. Oleskan saja cabe rawit pada bekas sengatan lebah.

Masih banyak hal lainnya yang mau saya tanyakan kepada kawan saya Imran. Tapi karena waktu yang terbatas dan percakapan itu berlangsung di tengah acara pesta adat perkawinan sanak saudara kami, maka cukup yang tiga itu saja dulu pada kesempatan ini saya bagikan.

Hal lainnya yang membuat saya merasa dia mirip dengan Jaguar Paw tidak saja dalam parasnya adalah, hobi berburunya. Imran bersama beberapa laki-laki lain dari kampung kami sering juga diundang oleh warga dari desa lain untuk memburu celeng atau babi hutan yang merupakan hama dan apabila mengganas akan sangat mengganggu bagi para petani.

Imran dan temannya bahkan bisa sampai berburu babi hutan hingga ke hutan-hutan sekitar Sibolangit yang sudah merupakan wilayah Kabupaten Deli Serdang, dan jaraknya sekitar 50-60 kilometer dari desa kami. Bahkan pernah juga sampai ke Parapat, sebuah daerah di sekitar pinggiran Danau Toba yang termasuk wilayah Kabupaten Simalungun.

Sekali berburu, biasanya Imran pergi bersama sekitar 7 orang pria lainnya, di samping itu mereka akan ditemani sekitar 15 ekor anjing pemburu yang terlatih. Bahkan tidak jarang mereka ditemani juga oleh pria di desa yang mengundang mereka untuk berburu dan anjing-anjingnya. 

Uniknya, meskipun tidak saling mengenal, untuk jenis anjing pemburu, anjing-anjing lintas desa ini tidak mebutuhkan waktu lama untuk bisa akrab dan tampil kompak dalam kerja sama saat berburu bersama di tengah hutan. Hmmmm, mengapa terkadang manusia saja susah bekerja sama ya?

Dari sebuah artikel saya yang kurang lengkap tentang hutan di desa kami dan sumber mata airnya, saya menunjukkan ke Imran sebuah artikel tentang Badigulan yang sudah saya muat sebelumnya di Kompasiana. Dari Imran, saya jadi bisa melengkapi informasinya.

Katanya istilah Badigulan, sebenarnya berasal dari fenomena alam pada sumber air yang ada di tengah hutan kampung kami, dimana batu-batu yang ada di sepanjang aliran sungai yang airnya bersumber dari mata air ini hingga saat ini tidak pernah berlumut. Saya sendiri sudah membuktikannya.

Jauh di bawah gunung, di sebuah bendungan yang juga dinamakan bendungan air Badigulan, padahal jaraknya ada puluhan kilometer dari sumber mata air di gunung, bendungan ini pun tidak pernah berlumut hingga kita tidak takut terpeleset berada di atasnya karena licin oleh lumut.

Segarnya mandi di bendungan Badigulan (dokpri)
Segarnya mandi di bendungan Badigulan (dokpri)
Sehubungan infor ini, saya jadi menghubungkan apa yang menjadi alasan air di pancuran kamar mandi umum di kampung kami yang saya gunakan pada masa kecil di desa ini, bisa langsung ditenggak airnya terasa segar hingga dasar kerongkongan. 

Sumpah, lebih segar dari air mineral kemasan merek apapun yang pernah saya cecap di negeri ini. Tidak tahu kalau ada yang lebih segar di luar negeri, karena saya tidak pernah.

Karakteristik fisis air di pancuran kamar mandi umum kampung kami ini, yang saat ini sudah dialirkan dengan pipa hingga ke kamar mandi di rumah-rumah penduduk dengan sistem gravitasi, bila dialirkan dari keran air yang dibuka penuh maka akan menyembur dengan deras sambil mengeluarkan buih-buih seolah seperti uap air. Barangkali, kata Imran temanku yang tidak pernah kuliah ini, itu berhubungan dengan kadar oksigen tinggi pada air bakunya.

Wuih, Imran yang kuliah di alam bebas di tengah hutan belantara membuatku menjadi cemburu dan hampir menangis. Ia juga mirip dengan Lintang temannya Ikal di Laskar Pelangi. 

Tidak pernah mengecap mimpi besarnya untuk bisa kuliah di Universitas Sorbonne, tapi dengan melihat bintang saja ia bisa meresapi gerak kosmos yang membentuk rumus baku matematis berbagai kombinasi angka yang bisa dikenali, hingga bisa berhitung cepat segala operasi bilangan, tambah kurang kali bagi dengan segala simbol operasinya, tanpa menggunakan kalkulator.

Saya setuju dengan Imran meskipun belum ada pembuktian ilmiah. Air dari mata air Badigulan di kampung kami kaya akan oksigen. Air memang terdiri dari kombinasi unsur Hidrogen dan Oksigen yang adalah unsur-unsur dalam wujud gas, tapi menjadi cair dalam kombinasi yang tepat.

Betapa kaya alam dan hutan kami. Saya terbayang betapa perusahaan-perusahaan besar, entah milik negara atau swasta, publik atau privat, telah memanen manfaat ekonomi yang besar dari alam kami tanpa kami tahu nilainya. Tanpa menyebut mereknya, bahkan ada air mineral dalam kemasan yang dijual lebih mahal karena katanya mengandung kadar oksigen yang tinggi.

Kadar Oksigen dalam air dari mata air kampung kami adalah salah satu sumber kehidupan dan hutan kami adalah paru-parunya, tidak saja paru-paru kampung ini tapi bahkan paru-paru dunia, dalam gugusan Taman Nasional Bukit Barisan yang juga turut menjadi perhatian badan dunia.

Adakah Jaguar Paw di kampung ini menyadari apa yang dia miliki? Mari cintai alam dan lingkungan tempat tinggal kita. Itu adalah titipan yang kelak akan kita wariskan ke anak cucu kita.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun