Setelah sebelumnya bercerita seputar potensi pengembangan kopi dan wisata di Siosar, kali ini ada sisi lain potensi Siosar yang patut juga diketahui, walau masih erat juga kaitannya dengan pariwisata dan pertanian yang memang menjadi potensi unggulan sebagian besar kawasan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Seperti diceritakan sebelumnya, kawasan Siosar merupakan kawasan relokasi bagi masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Api Sinabung pada tahun 2010 dan 2013 yang lalu, hingga desa tempat tinggal mereka sebelumnya yang berada dalam lingkar radius terdekat dengan Gunug Sinabung dinyatakan harus dikosongkan sama sekali. Kawasan relokasi ini berada pada ketinggian 1.500-1.600 Mdpl.
Posisi pada ketinggian tersebut, membuat kawasan ini diberkahi dengan pemandangan alam yang sangat eksotis dan udaranya yang sejuk. Pemandangan alam dan kesejukannya membuat setiap momen yang bisa dihabiskan di sini menghadirkan sensasi tersendiri. Apalagi pada saat pagi hari di mana awan-awan tampak berada di bawah kaki, sambil menikmati pesona matahari terbit, atau pada saat malam hari, di mana lampu-lampu dari rumah-rumah pada desa-desa di Kabanjahe dan Berastagi yang tampak kelap-kelip nun di kejauhan sana.
Maka, sering juga orang yang datang ke sini, mengatakan bila kawasan ini tampak sebagai Negeri di Atas Awan, sebutan yang cocok untuk Siosar. Apalagi yang menarik sehubungan dengan awan di sini?
Saya kurang tahu mengapa tempat itu dinamakan Puncak 2000. Namun, sejak tahun 2000, saat masih duduk di bangku SMA saya memang mengingat bahwa di kawasan Puncak 2000 ini pernah dijalankan sebuah program pertanian terpadu yang disebut sebagai Karo Agro System (KAS) walaupun saya tidak paham betul apa itu karena masih anak SMA.
Mendengar nama puncak pada Puncak 2000 pada waktu itu, yang langsung terlintas di benak saya pada waktu itu memang apa yang saya ketahui tentang kawasan Puncak Bogor, apalagi kalau bukan salah satunya adalah soal villa. Ya, pada waktu itu, tahun 2000, saya sudah melihat adanya sebuah villa yang didirikan di sebuah kebun yang ada di puncaknya Puncak 2000, itu adalah waktu pada 20 tahun yang lalu.
Kini, didorong oleh pengembangan kawasan karena adanya relokasi bagi masyarakat yang terdampak langsung oleh erupsi Gunung Api Sinabung, villa yang saya lihat pada 20 tahun yang lalu di Puncak 2000 seakan mengalami pengulangan waktu dan muncul di pusat pertumbuhan baru, di sekitar kawasan Siosar. Satu hal yang bagi saya menarik menjadi catatan di sini salah satunya adalah kesan yang mendalam mengenai jauhnya visi yang dimiliki oleh seseorang, siapapun dia, yang sudah mendirikan villa di sekitar kawasan itu pada 20 tahun yang lalu.
Dari gerbang masuk Zia Coffee, di dekat pintu gerbang Kawasan Siosar, kini kita bisa menemukan dibangunnya villa-villa yang baru, dengan bangunan dari kayu. Dengan desain yang menarik, dipadu pemandangan lahan-lahan semak belukar yang mirip dengan padang pengembalaan ternak pada sebuah savana yang seolah mirip sebuah tempat di kaki pegunungan Alpen Swiss, tentu saja tanpa salju, villa-villa yang baru berdiri ini mirip dengan rumah Mr. Charles Ingals, ayahnya Laura, dalam film serial legendaris dari tahun 80-an berjudul Little House on The Prairie.
Maka, alangkah baiknya, para pengembang yang sedang membangun dan mungkin masih akan terus mengembangkan pusat pertumbuhan baru ini, baik yang untuk pemukiman, villa pribadi atau resor komersil, maupun wahana-wahana lainnya, katakanlah misalnya semacam mini zoo atau water park yang berkonsep alam terbuka dengan menjual keindahan alam Siosar, perlu sekali menjaga kesinambungan lingkungan dengan melakukan penanaman kembali pepohonan yang mungkin perlu ditebang pada saat membuka lahannya.Â