Air Terjun Sikulikap adalah salah satu objek wisata alam yang ada di wilayah Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Air terjun ini merupakan bagian dari aliran sungai yang mengalir pada kawasan ekosistem Leuser yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Karo. Lokasinya berada di dekat gapura perbatasan Kabupaten Deli Serdang dengan Kabupaten Karo.
Pengelolaan taman hutan raya bukan merupakan kewenangan pemerintah Kabupaten, maka pengelolaan kawasan hutan yang merupakan lokasi air terjun ini berada di bawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan Provinsi Sumatera Utara.
Setelah sempat kurang terawat dan kurang diminati pengunjung, sejak tahun 2019 yang lalu, penataan lokasi objek wisata ini telah mengalami perkembangan yang semakin baik. Sebagaimana dilansir dari laman www.medanbisnisdaily.com, adalah dua pemuda kelahiran Tanah Karo yang merupakan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB), Ardian Surbakti dan Kristian Ginting, yang merias kawasan ini menjadi semakin menarik dan tertata baik, meskipun masih perlu ditingkatkan.
Kristian adalah alumni IPB jurusan Silvikultur, sementara itu Ardian adalah alumni jurusan Teknologi Benih. Mereka bertekad untuk mewujudkan kembali lokasi Air Terjun Sikulikap sebagai salah satu lokasi wisata andalan seperti dahulu kala.
Pengelolaan kawasan ini oleh kedua pemuda ini bekerjasama dengan pihak kehutanan melalui UPT Tahura Bukit Barisan. Penataan yang sudah sangat terlihat, mulai dari pintu masuk hingga lokasi air terjun.
Pada Jumat, 10 Januari 2020, kami bersama rombongan dari kantor berkunjung ke tempat ini untuk mengisi jadwal kegiatan olah raga yang merupakan bagian dari program pemerintah, Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) yang tentunya termasuk untuk diterapkan oleh Aparatur Sipil Negara. Untuk parkir kendaraan ditetapkan oleh pihak pengelola biaya sebesar Rp. 30.000 per kendaraan beroda empat, dan biaya masuk Rp. 5.000 per orangnya.
Berkunjung ke tempat ini, kita akan segera dimanjakan oleh suasana khas hutan hujan tropis, dengan kanopi daun-daun pepohonan yang menjulang tinggi, batang pepohonan dan bebatuan yang ditutupi tumbuhan lumut, sehingga cuaca di sini cukup sejuk, bahkan sering kali berkabut meskipun pada siang hari. Suasana juga semakin segar tatkala menikmati hijaunya hutan, suara kicauan burung, dan suara deburan air terjun yang terdengar sejak dari jarak sejauh 50 meter.
Dalam bahasa Karo Air Terjun disebut Sampuren. Jadi nama lain air terjun ini adalah Sampuren Sikulikap. Dari penjaga tempat ini, saya baru tahu kalau Sikulikap itu adalah nama fauna dari keluarga kera, yang berbulu hitam, berlengan panjang, dan ada warna agak keabu-abuan di punggung dan kepalanya. Mungkin penamaan air terjun Sikulikap tidak lain karena hutan sekitar air terjun ini merupakan habitat bagi Sikulikap, secara alamiah memang hewan-hewan, terutama mamalia, hidup dan berkembang biak di sekitar sumber air.
Barangkali itulah jenis kera yang disebut Gibon itu. Hari ini kami beruntung, karena meskipun sudah agak siang, kami bisa menyaksikan tiga ekor Gibon yang duduk-duduk di dahan sebuah pohon yang cukup besar. Yang agak besar tampaknya adalah induknya, sedangkan yang dua lagi adalah anaknya.
Selalu saja ada rasa kagum ketika berada di tengah alam hutan belantara. Namun, ada juga rasa was-was, mana kala makin banyak orang yang berkunjung ke tempat ini tidakkah akan datang juga masalah baru bagi ekosistem. Tidak lain, selalu saja masalah soal sampah yang dibuang sembarangan selalu masuk daftar inventarisir permasalahan.
Sampah-sampah yang dibuang sembarangan pastilah akan menyebabkan gangguan bagi alam, bagi flora dan faunanya, cepat atau lambat. Semoga saja pengunjung bisa sadar akan risiko perilaku apabila membuang sampah sembarangan atau meninggalkan sampah seenaknya di tengah hutan atau membuangnya ke sungai.
Untuk mencapai lokasi air terjun ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit melalui jalan setapak dari gerbang menuju ke tengah hutan belantara dengan beberapa pohon yang sudah dilengkapi dengan rumah-rumah pohon, rumah Hobbit, dan juga ada jungle track. Air terjunnya sendiri setinggi lebih kurang 30 meter dengan debet air yang cukup besar, sehingga deburan jatuhnya menyebabkan hembusan angin yang cukup kuat untuk membuat orang yang menikmatinya dari dekat akan serasa diguyur hujan gerimis, basah kuyup.
Percikan air dan kelembaban mungkin yang menyebabkan batu-batunya berlumut. Dengan tekstur susunan batu-batu besar yang khas, dinding-dinding terjal berbatu di sekitar lokasi air terjun ini juga terlihat dilengkapi perlengkapan untuk bisa dijadikan semacam jalur panjat tebing. Wow.
Di atas semua hal itu, tentu saja tempat ini, baik pemandangan hamparan alam hutan raya maupun flora dan faunanya, adalah spot yang sangat instagramable. Pengunjung akan puas berfoto ria di tempat ini. Namun, tentu saja para pengunjung harus tetap berhati-hati karena batu-batu di sekitar tempat ini memang licin berlumut dan medannya yang merupakan jurang-jurang terjal. Dan tidak kalah penting, tetap saja, pengunjung perlu sekali untuk menyadari agar tidak membuang sampah sembarangan demi kelestarian lingkungan sekitar dan kekayaan flora dan fauna yang hidup di dalamnya.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H