Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Toilet: Ek Prem Katha", Kalau Menginginkan Istrimu, Kau Harus Punya Toilet di Rumah

15 Desember 2019   02:42 Diperbarui: 15 Desember 2019   03:24 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gugatan cerai Jaya atas suaminya Keshav hanya karena masalah toilet semakin luas menarik perhatian masyarakat dan juga pemerintah India. Keshav juga tampak memandang hal ini bukan lagi sebatas persolan yang berpeluang membuat ia akan kehilangan istrinya.

Di hadapan sidang dewan desa, ia pun menggugat nurani kepala desa, tokoh budaya, tokoh agama dan juga warga desa. Katanya: "Mengaitkan malu dengan agama, memalukan bagimu bila istriku meninggalkanku dari rumah, tapi tidak malu kalau anak gadis dan istrimu buang air besar di selokan dan lapangan terbuka. Buka kitab sucimu, apakah kewajiban moral kita demi nama budaya dan agama membiarkan istri kita ditonton buang air besar di lapangan terbuka dan merasa pantang membangun toilet di dalam rumah?"

Keshav sempat mencurahkan beban pikiran dan perasaannya kepada sesama temannya. Pernikahan ini katanya membuat hidupnya terasa seperti ada dalam kendi. Ia meyakini bahwa rasa seperti itulah yang membuat para pria yang mengalami masalah di rumah akan mencari solusi di luar rumah.

Tapi ia sungguh sangat bingung. Istrinya hanya membutuhkan sebuah toilet kecil di dalam rumah. Tapi itu pun menjadi masalah. "Aku siap untuk memberi lapangan terbuka, dan hutan belantara tapi ia hanya membutuhkan sebuah toilet kecil di dalam rumah," kata Keshav.

Dalam hal ini, kata adiknya: "Ayah adalah penghalang dalam hidupmu, kau adalah masalah dalam hidupku." Lagi-lagi, ini adalah masalah benturan paradigma yang pertempurannya ada dalam alam pikiran, tidak di alam nyata.

Berperang menantang budaya bukanlah hal yang mudah. Sesuatu yang tidak pernah dilihat tapi mempengaruhi pikiran dan tindakan kita, itu adalah budaya menurut pengertian adik Keshav. "Atas dasar itulah kita memberikan persembahan di kuil dan di rumah ibadah lainnya, termasuk yang menggerakkan kita tetap memilih buang air di lapangan terbuka atas nama budaya dan ajaran agama," kata adik Keshav.

Sebelum sidang gugatan cerai yang diajukan istrinya digelar di pengadilan, Keshav sempat berusaha membangun toilet di rumah orang tuanya, demi mengupayakan agar istrinya kembali pulang. Namun, bersama dengan kepala desa, sang penjaga ajaran agama dan budaya, ayahnya merusak kamar mandi itu pada malamnya setelah toilet itu selesai dibangun.

Pernah juga Keshav menjajaki upaya pembangunan toilet umum ke kantor pemerintah. Kata pejabat di kantor pemerintah itu bahwa dana proyek pemerintah untuk membangun 6 juta toilet selama 5 tahun terakhir sebenarnya telah dikucurkan. Itu memakan biaya 30 miliar, tapi masyarakat desa yang tidak mau atau tidak mau tahu untuk menggunakannya.

Ada warga desa yang membuka usaha jasa cukur rambut di bangunan yang sebenarnya adalah untuk bangunan toilet. Ada juga yang membuka usaha tukang jahit pakaian dan ada yang menjadikannya kandang sapi.

Lalu pejabat pemerintah itu justru membalikkan keadaan, "Siapa yang salah, pemerintah atau warga desa anda yang justru tidak mau menggunakan toilet?" tanyanya kepada Keshav. Maka Keshav pun hanya bisa merasa kecewa. Dari semua orang yang diharapkannya akan bersedia membantu justru yang ia temukan kenyataan bahwa selama suatu masalah tidak menjadi masalah pribadi maka tidak akan ada yang mau berjuang atau mencari solusinya.

Setelah gagal meyakinkan orang tua Keshav yang dari golongan Brahman, yang katanya hidup untuk budaya dan bahkan bersedia mati demi budaya, dan gagal membujuk pemerintah untuk membangun toilet umum ke desanya, maka Keshav dan Jaya, yang sudah mengajukan gugatan cerai, membuat janji temu pada suatu malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun