Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"S.Pelawi" Bertahan di Antara Gempuran Media Digital

13 Oktober 2019   00:07 Diperbarui: 13 Oktober 2019   06:47 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu adalah "Toko Buku" S. Pelawi. Saya dan adik saya, senang sekali bila dibelikan Majalah Bobo oleh ibu kami di toko ini. Majalah ini bukannya setiap minggu bisa kami dapatkan. Biasa alasannya karena majalahnya belum datang dari Medan, karena ada hambatan di jalan.

Sering sekali kami justru mendapatkan Majalah Bobo bekas dari sanak keluarga kami yang tinggal di kota Medan, yang lebih jauh lagi dari kampung kami. Untuk ke sana kami harus menempuh dua jam perjalanan lagi. Itu kami lakukan hanya sesekali, saat silaturahmi tahun baru atau ada acara keluarga yang penting untuk dihadiri keluarga kami di rumah sanak saudara kami itu.

Sejalan waktu dan bertambahnya usia kami, bapak pun melanggani majalah Bobo untuk kami, yang datang seminggu sekali ke rumah kami. Datangnya sekalian dengan langganan koran bapak yang setiap hari sampai di depan pintunya. 

Entah bagaimana bapak mencukupkan gajinya untuk membayar bulanan koran dan Majalah Bobo kami. Padahal untuk bisa membeli lampu petromaks dan radio transistor itu, lama sekali kami harus menabung uang logam recehan karenanya.

Sesekali pernah juga saya bersama kakek atau bibi, membeli buku komik Si Petruk karangan Tatang S di sini. Atau hanya sekadar buku kumpulan teka teki silang, yang tanpa kusadari sebenarnya menjadi sumber kosa kata yang menjadi basis bahasa yang utama bagi saya yang tinggal di kampung pada waktu itu.

Hari ini, ketika saya mengantarkan istri berbelanja ke pasar, saya kebetulan memarkir kendaraan di depan Toko Buku S. Pelawi ini. Kebetulan toko buku yang kini sudah lebih cocok disebut kios agen koran ini, berada dekat dengan toko tempat kami bersama ibu dulu membeli lampu petromaks. Maka, dari sanalah kenangan masa lalu ini muncul kembali. 

Saya duduk di kursi plastik yang ada di depan dipan kecil tempat koran-koran digelar. Saya membeli koran Kompas edisi Sabtu, 12/10/2019. Saya mengobrol dengan penjaga kios ini. Saya memberitahu, kalau dulu saat kecil suka membeli majalah Bobo di sana. Ia tersenyum.

Saya bertanya apa kepanjangan huruf "S" pada merek "S. Pelawi" itu, katanya tidak etis untuk dia katakan. "S" itu adalah inisial dari almarhum ayahnya, dan Pelawi itu adalah marga dari ayahnya. 

"Saudara kandung almarhum ayahpun, semua dinamai dengan nama berawalan "S." Jadi, itu sudah menjadi semacam trade mark keluarga", katanya.

S. Pelawi ini, sudah menjadi agen koran di kota ini sejak tahun 1970. Sebelum menempati salah satu kios di sudut di pusat pasar Kabanjahe ini, awalnya selama 5 tahun, sejak tahun 1965 hingga awal 1970-an, mereka berjualan di kaki lima pojokan pusat pasar ini. Tidak jauh dari tempatnya berjualan sekarang, juga dari tempat kami membeli lampu petromaks dulu.

Penjual koran teman saya berbincang adalah anak dari S.Pelawi itu. Katanya oplah penjualan koran di "Toko Buku" nya ini sudah turun sekitar 40% dalam beberapa tahun belakangan ini. Itu pun, 70% dari oplah saat ini umumnya permintaan dari desa-desa di kecamatan-kecamatan yang jauh dari kota. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun