Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Realita Etis Pemberantasan Korupsi dari Masa ke Masa

12 Oktober 2019   13:20 Diperbarui: 12 Oktober 2019   18:30 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sad Reality (https://viraluck.com/33-jokes-of-the-day-for-monday-19-november-2018/)

Apa yang terjadi? Pemungut cukai dan tentara bertanya kepada Yohanes, apa yang harus mereka lakukan agar selamat di akhirat. Kata Yohanes, pemungut cukai jangan memungut pajak lebih dari seharusnya.

Bagi mereka yang kelebihan pakaian dan makanan, bagikanlah itu kepada orang yang tidak berpakaian dan kekurangan makanan. Bagi para tentara jangan merampas apa yang menjadi milik orang-orang kecil, cukupkan diri dengan gaji yang mereka terima dan jangan menindas.

Dari penjelasan itu, bisa dibayangkan, bahwa orang-orang yang susah karena tidak memiliki pakaian, kelaparan karena kekurangan makanan, yang merasa dirampas hak-haknya, atau ditindas oleh mereka yang berkuasa, juga punya kecenderungan "memenuhi kebutuhannya" dengan korupsi, mencuri apa yang mereka pandang seharusnya menjadi bagian dari haknya.

Kembali ke negara kita. Menurut catatan Transparency International, pada tahun 2014 indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada angka 34. Selanjutnya naik menjadi 36 pada tahun 2015. 

Sementara itu, pada saat ini menurut salah seorang Komisioner KPK, Basaria Panjaitan, dalam sebuah kesempatan pada saat diskusi dan diseminasi strategi nasional pemberantasan korupsi (Stranas PK) pada 1 Oktober 2019 yang lalu di Medan, bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada angka 38.

Menurut beliau, peningkatan ini cenderung lambat. Salah satu penyebabnya katanya adalah karena kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Menilik dari sejarah perkembangan korupsi ini, barangkali memang kita perlu melihatnya secara realistis. Walaupun ada etika universal yang barangkali berlaku bagi semua orang, bahwa kita perlu memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.

Tapi, itu bukanlah dalam artian negatif sebagaimana Carok memperlakukan ganti nyawa bagi nyawa yang hilang. Kejahatan dibalas dengan kejahatan.

Setiap orang perlu mengendalikan kecenderungan mental koruptif yang sebenarnya ada dalam diri setiap orang dalam arti yang luas. Entah mereka mengakuinya atau tidak. Karena sebenarnya tidak ada seorangpun yang benar, seorang pun tidak.

Bahkan, bagi orang yang mengetahui berbagai pengetahuan baik yang benar atau yang tidak, kecenderungan itu, mental koruptif itu, tetap ada. Bukankah Nietzsche berkata bahwa pengetahuan pun adalah bentuk kehendak untuk berkuasa, dan kekuasaan itu sebagaimana pendapat Acton, cenderung koruptif.

Lakukanlah apa saja yang engkau suka, sepanjang engkau yakin bahwa engkau juga suka ketika orang lain memperlakukan dirimu sebagaimana engkau berlaku kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun