Sebagai informasi, bahwa presiden pertama RI, alm. Ir. Sukarno, dimakamkan di Blitar, Jawa Timur. Sementara itu, Presiden RI ke-2, alm. Jend. Besar Purn. H.M. Suharto, dimakamkan di Astana Giribangun, Solo, Jawa Tengah. Sedangkan, Presiden RI ke-3, alm. Dr. Abdurrahman Wahid, dimakamkan di Jombang, Jawa Timur.
Sebutan Mr. Crack datang dari kepakaran atau bahkan kegeniusan seorang B.J. Habibie dalam bidang kedirgantaraan. Ia menemukan sebuah teori tentang asal muasal keretakan pada sayap dan bagian badan pesawat terbang yang dinamakan Crack Progression Theory atau Habibie Theory.
Ia juga merupakan pelopor dalam penerapan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992, yang merupakan teknologi mutakhir dunia penerbangan yang digunakan pada masa itu. Indonesia dengan bangga pernah me-launching pesawat penerbangan sipil pertama buatan anak bangsa yang dinamakan N-250 Gatot Kaca, pada tahun 1995 yang lalu.
Selain itu, pak Habibie juga merupakan penggagas desain dari pesawat prototype DO-31 yang kemudian dibeli oleh NASA. Hak paten Habibie dipakai oleh perusahaan-perusahaan terkenal seperti Air Bus dan perusahaan roket lainnya. Habibie pernah meraih penghargaan Von Karman Award (1992), yang prestisenya disebut hampir-hampir menyamai penghargaan Nobel.
Meskipun PT. Dirgantara Indonesia, dulunya Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), yang merupakan BUMN bidang kedirgantaraan Indonesia, mengalami jatuh bangun, bahkan mengalami gejolak ditandai pemecatan ribuan karyawannya pada masa-masa krisis moneter Indonesia, tapi BUMN yang satu ini sebenarnya adalah sebuah investasi mahal dari kecerdasan intelektual anak bangsa Indonesia sendiri. Inilah salah satu hal yang memulangkan Habibie dari Jerman ke Indonesia pada masa-masa awal Suharto menjadi Presiden RI.
Maka, tidak bisa dipungkiri, bila kesan "penemu pesawat terbang" Indonesia dan segala hal yang berkaitan dengan kedirgantaraan di Indonesia melekat sangat kuat pada sosok seorang B.J. Habibie. Tidak ketinggalan juga, kesan local genius ber-outlook global turut melekat kuat dalam diri Habibie.Â
Setidaknya, orang-orang tua kelahiran 1940-an hingga 1980-an di kampung kami, masih sering memuji anak-anak mereka bila mereka mendapatkan nilai baik di sekolah, ataupun padahal sebenarnya tidak pintar tapi diniatkan menjadi anak pintar lewat ucapannya, dengan menyebut anaknya sebagai "otak Habibie." Habibie telah menjadi citra intelegensia tinggi dalam artian Indonesia.
Pernah suatu ketika, saya mendapati artikel tentang Habibie di majalah Kartini usang milik ibu pada tahun 1997 yang lalu, yang saya lupa judulnya. Di sana ada sebuah inzet foto, Habibie kecil dengan baju kaos dan celana pendeknya, mungkin waktu itu di rumahnya di Pare-Pare, sedang memegang secarik kertas yang agak usang.Â
Di sana dijelaskan juga, bahwa Habibie kecil memang suka sekali membaca. Katanya, tulisan apapun yang berguna akan dia baca, karena semua itu akan menambah pengetahuan kita, katanya. Maka entah potongan koran, lembaran majalah, atau buku-buku bekas, semuanya akan dia baca.
Zaman berubah, teknologi makin maju. Namun, seperti sambutan Ilham Habibie, yang mewakili keluarga dalam memberikan sambutan bagi para hadirin yang menghadiri upacara pemakanan Pak Habibie, Mr. Crack, katanya semangat Pak Habibie adalah semangat untuk belajar seumur hidup. Belajar dari segala hal, dan dari segala sumber.