Dia mencemaskan kehadiran organ tunggal yang menggusur musik tradisional. Salon kecantikan yang menggantikan peran tata rias dari pihak sanak saudara yang berfungsi menatariaskan simbol-simbol budaya sarat makna pada pakaian adat upacara. Atau usaha catering yang menggeser peran sanak saudara yang harusnya berfungsi menyiapkan jamuan makan di acara-acara adat keluarganya.
Ketidakselarasan peran transformatif agama terhadap budaya, mungkin hanya akan melahirkan stigma negatif di sebagian kalangan bahwa gereja, agama, sebagai "perusak budaya."
Dia mengajak, agar kita dalam perubahan yang serba cepat ini, untuk dapat tetap menggali nilai-nilai budaya, untuk dikembangkan seturut tuntutan zaman, untuk budaya Karo yang tetap lestari.
Mengharapkan sebuah mimpi terwujud menjadi kenyataan, bagi seorang yang sudah berumur tentu akan dibebankan melalui generasi penerus, anak-anak muda.
"Kita tidak perlu gelisah, sekalipun kita berada di persimpangan jalan. Yang perlu dilakukan adalah tetap jalan terus, dan menjaga agar tidak salah jalan. Dengan begitu saya boleh tertidur dan kembali bermimpi. Mungkin, mimpiku yang semalam akan datang lagi," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H