Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bagaimanakah Sebaiknya Aku Memperlakukan Air Hujan Sebelum Bumi Menjadi Waterworld?

21 Agustus 2019   16:25 Diperbarui: 4 September 2019   14:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bertanam bunga secara vertikal dan kolam ikan tadah hujan (dokpri)

Dalam film fiksi berjudul Waterworld (1995), yang dibintangi oleh Kevin Costner, diceritakan bahwa hampir seluruh bagian daratan di bumi telah tertutup oleh air laut akibat lapisan es di kutub yang mencair. Termasuk kota New York dengan gedung-gedung pencakar langitnya yang ikonik, telah terbenam jauh di dasar laut.

Adapun daratan yang bisa menjadi tempat berpijak hanyalah berupa rangka-rangka besi rongsok yang dirangkai sedemikian rupa menyerupai atol agar bisa mengapung di permukaan air, atau bangkai-bangkai kapal tua yang difungsikan menjadi semacam rumah tinggal, dengan atap-atap darurat dari tenda dan kain-kain sobek. Itu bagaimanapun adalah sebuah rumah tinggal yang kumuh.

Satu-satunya daratan alami yang diyakini masih ada tersisa pada masa itu adalah apa yang mereka sebut sebagai Dryland. Sesuai petunjuk peta tersembunyi di punggung seorang bocah perempuan bernama Nola, Dryland adalah daratan dalam peta dunia yang ditampilkan sekilas pada film itu yang kita kenal sebagai Tanjung Harapan (Cape of Good Hope).

Tanjung Harapan (phpbits.info)
Tanjung Harapan (phpbits.info)
Itu adalah sebuah tanjung bebatuan yang terletak di pantai yang menghadap Samudera Atlantik di Afrika Selatan, yang merupakan rumah bagi legenda The Flying Dutchman. Ini merupakan gambaran kehidupan suram, ibarat sebuah kapal yang mengarungi samudera kehidupan, yang diawaki oleh pelaut hantu yang tersiksa dan terkutuk, yang ditakdirkan selamanya untuk mengalahkan tantangan jalan kehidupan melalui perairan yang berdekatan dengan daratan, tapi tanpa pernah berhasil menjejakkan kaki di atasnya.

Melihat realita di bumi yang sudah terendam oleh air laut pada masa itu, menjadi ironis bahwa manusia saat itu sangat kesulitan mendapatkan air bersih. Maka, Kevin Costner yang dipanggil juga Ulysses, menampung air seninya sendiri untuk disuling menjadi air minum di kapalnya yang multi fungsi. Bahkan, sebatang pokok tomat dengan buah sebiji yang ditanam di dalam toples adalah harta yang sangat berharga baginya. Bagaimana tidak, karena tidak mudah bercocok tanam tanpa daratan dan pasokan air tawar yang cukup.

Menurut saya, kisah di film itu adalah gambaran suram masa depan manusia yang gagal menjaga lingkungan, khususnya mengelola air. Hingga akhirnya, masalah air bahkan menjadi salah satu sumber masalah besar bagi manusia.

Masalah air ini, meskipun bukan dalam kadar sedramatis Waterworld, sebenarnya memang telah menjadi masalah global, yang juga berdampak secara nasional dan lokal. Masalah air adalah masalah pelik yang langsung menyentuh kepentingan pribadi setiap orang di setiap keluarga.

Merujuk kepada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka, logika sederhananya penguasaan dan pengusahaan kekayaan alam ini, termasuk air, dilakukan oleh lembaga pemerintah sebagai representasi negara, atau setidaknya di bawah pengawasan pemerintah atau negara.

Lembaga pengelolaan air untuk kepentingan publik di Indonesia, salah satu dulunya adalah dengan membentuk Badan Koordinasi Air Minum, yang selanjutnya disebut Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) pada tahun 1991. Untuk menjalankan fungsi koordinasi antar PDAM ini, maka dibentuklah wadah yang bernama Perhimpunan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi).

Namun, sepertinya pengelolaan air minum oleh negara melalui PDAM ini kebanyakan tidak berhasil alias merugi. Rata-rata PDAM merugi dengan menyisakan berbagai persoalan, baik dalam hal pengelolaan sumber daya manusia, kepuasan atas pelayanan maupun masalah keuangan. Maka, tidak jarang saat ini, lebih banyak daerah yang lebih memilih menyerahkanoperasional pengelolaan air minum untuk kepentingan publik kepada swasta.

Kali ini, saya tidak akan membahas lebih jauh tentang masalah pengelolaan air ini di tataran global, nasional maupun lokal. Saya hanya berbicara tentang air dan hubungannya dengan saya. Ini adalah masalah tentang air dalam keseharian, antara aku dan air.

Kita sering menemukan kenyataan ironis, misalnya sebuah daerah yang terletak di dataran tinggi mengalami kebanjiran di jalan-jalan umum dan pemukiman-pemukiman penduduknya karena drainase yang buruk, warga pada kampung yang terletak di dataran tinggi yang dekat dengan sumber air tapi kekurangan air bersih, atau rumah yang kebanjiran hanya karena warga yang tinggal di lingkungan permukiman itu tidak bersedia membebaskan sedikit lahan di depan rumahnya untuk dijadikan saluran drainase. Itu hanyalah segelintir persoalan sehari-hari yang berhubungan dengan cara manusia memperlakukan air.

Lalu apa yang bisa kita lakukan mulai dari hal-hal yang kecil terkait air ini?

Salah satu hal yang paling sederhana yang mudah untuk kita lakukan adalah menabung air hujan untuk berbagai manfaat. Dalam pengertian yang sederhana, menabung air hujan ini mungkin bisa diartikan sebagai tindakan menunda limpasan air hujan mengalir bebas ke alam melalui saluran-saluran, baik yang alami maupun hasil buatan manusia, dengan menampungnya pada wadah tertentu, untuk berbagai tujuan yang bermanfaat.

Pernah pada suatu ketika saat merenovasi rumah tempat tinggal, tukang meminta dibelikan tambahan pipa air, yang katanya akan digunakan untuk membuat saluran pembuangan air permukaan di halaman dihubungkan ke saluran pembuangan limbah utama. Dengan kata lain, air hujan yang jatuh di halaman akan langsung dibuang ke saluran drainase yang ada di depan rumah.

Namun, saya tidak setuju. Saya bermaksud membuat lubang-lubang bio pori pada halaman rumput di depan maupun di samping rumah sebagai resapan bagi air hujan yang jatuh di halaman. Nantinya bio pori itu selain sebagai lubang resapan air, bisa juga dipakai untuk menimbun sisa-sisa makanan atau sampah-sampah organik, yang akan menjadi kompos atau pupuk.

Jadi kalau kata saya, membuat bio pori sama artinya dengan menabung untuk memberi makan dan memberi minum bagi bumi. Dengan begitu, air hujan yang ditabung bersama dengan sisa-sisa makanan atau sampah-sampah organik pada lubang bio pori bermanfaat menyuburkan tanah untuk tumbuhnya rumput-rumput dan tanaman-tanaman lainnya dengan subur.

halaman dengan rencana bio pori untuk resapan air dan lobang kompos (dokpri)
halaman dengan rencana bio pori untuk resapan air dan lobang kompos (dokpri)
Saya juga membuat sebuah kolam dengan ukuran yang tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, sedang saja. Saya memelihara beberapa ekor ikan koi dan ikan nila pada kolam itu. Ini bukan sebuah upaya budi daya ikan semata. Ini masih berbicara soal menampung air hujan agar tidak terbuang percuma mengalir bebas ke drainase.

Ikan-ikan itu membantu mencegah berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti, vektor demam berdarah. Nantinya, air hujan yang ditampung di kolam tempat hidup ikan-ikan itu, bisa juga dipakai untuk menyiram rumput, bunga-bunga dan tanaman-tanaman yang ada di halaman. Kombinasi air hujan dan ikan-ikan yang hidup dalam kolam tampungan akan menghasilkan air penyiram tanaman dengan kandungan zat mengandug Nitrogen dan Pospor yang baik bagi pertumbuhan tanaman.

ikan di selokan (dokpri)
ikan di selokan (dokpri)
Kalau contoh di atas adalah contoh "simbiosis" yang saling menguntungkan antara berbagai hal dalam hubungannya dengan air hujan, maka bukannya tidak ada contoh simbiosis yang buruk sebuah hal dalam hubungannya dengan hujan. Apakah itu? Tidak lain adalah sampah plastik.

Pernah pada suatu hari dengan hujan yang sangat lebat, beberapa ruas jalan di kota ini terendam oleh banjir tinggi dari air hujan. Limpasan air hujan mengalir deras di permukaan aspal bagai anak sungai. Air tidak lagi mengalir melalui drainase. Bila ditelisik, selain curah hujan yang tinggi dan volume drainase yang mungkin tidak sebanding dengan debet air, maka ada tumpukan sampah-sampah plastik yang tersangkut pada berbagai pipa utilitas yang melintang di dalam drainase, sehingga menghalangi air mengalir bebas dalam saluran drainase.

Contoh ini menunjukkan bagaimana air hujan dan plastik dapat bekerja sama menyebabkan berbagai kesusahan bagi manusia, yang juga seringkali terlihat sangat menyusahkan bagi lingkungan. Maka tidak jarang saat hari hujan, kendaraan-kendaraan bermotor yang berumur tua mogok di tengah jalan dan menyebabkan kemacetan lalu lintas.

lalu lintas macet karena curah hujan yang tinggi dan jalan raya yang tergenang (dokpri)
lalu lintas macet karena curah hujan yang tinggi dan jalan raya yang tergenang (dokpri)
Baca Juga: "Aquaman", Pesan Moral tentang Pelestarian Lingkungan dari Penguasa Atlantis

Ada satu lagi film yang cukup banyak menyelipkan pesan-pesan yang baik terkait pelestarian lingkungan khususnya pengelolaan air, yakni film berjudul Aquaman (2019). Apa yang menarik tentang lingkungan dalam film ini?

Dalam film ini, ada sebuah dialog antara Arthur dengan Mera di Gurun Sahara, dalam perjalanan mereka untuk mencari Trisula Orin, sang Raja Atlantis. Trisula itu adalah kunci bagi Arthur yang adalah putra mahkota Atlantis, untuk dapat menghentikan perang antara kerajaan-kerajaan di dalam dunia lautan dan perang antara dunia lautan dengan daratan.

Mera yang adalah putri dari Raja Nereus, raja kerajaan Xebel tetangga Atlantis di kerajaan dunia lautan, mengkritik kejinya manusia yang hidup di dunia daratan. Katanya: "Manusia daratan telah berabad-abad membuang limbah pabrik yang beracun ke lautan, limbah buangan rumah-rumah tangga di selokan yang bermuara ke laut dan mengotorinya dengan sampah yang menggunung di lautan."

Film Aquaman ini menyisipkan pesan moral, sebagaimana kata Atlantis yang telah menjadi sebuah ungkapan untuk menjelaskan semua peradaban prasejarah yang pernah sangat maju, namun akhirnya menghilang di telan zaman. Seperti celetukan bernada sinis dari Putri Mera kepada Arthur dalam perjalanan pencarian Trisula Orin itu : "Terkadang pikiran terbaikmu justru dihasilkan saat kau tidak berpikir," sebagai kritik karena manusia sudah terbukti bisa sangat merusak bagi alam dan bahkan bagi dirinya sendiri.

Maka, tidak usah berpikir terlalu keras, yang penting bisa bersahabat dengan air, termasuk dengan air hujan. Ini adalah tentang aku dan air, sebelum Bumi memang mungkin menjadi waterworld.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun