Adalah Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), yang berdiri diawali oleh pekerjaan misionaris dari Nederlandsche Zendeling Genoootschap (NZG) berkebangsaan Belanda, yang bernama Pdt. H. C. Kruyt, pada tahun 1890 di Buluh Awar. Ini adalah nama sebuah desa, yang saat ini secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Dalam perkembangannya, GBKP juga turut mengalami perkembangan dalam hal pelayanan musik dan tata ibadah. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan perkembangan misi pelayanan pekabarkan Injil melalui musik.
Salah satu yang termasuk bagian dari perkembangan dalam hal pelayanan musik di GBKP adalah terbentuknya beberapa grup musik tiup atau brass di beberapa tempat di Tanah Karo dan sekitarnya. Di dalamnya adalah grup musik tiup yang dinamai GBKP Musik Tiup (GMT) yang berdomisili di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Cikal bakal kelahiran GMT berhubungan dengan diutusnya Pdt. Van Den Berg oleh NZG untuk mengkabarkan injil di Desa Lau Simomo, Tanah Karo pada tanggal 25 Agustus 1906.Â
Selanjutnya Pdt. Van Den Berg membentuk sebuah grup musik yang bernama "Club Moeziek Madjoe Lau Simomo" untuk memperkenalkan musik tiup di Tanah Karo. Bersama-sama dengan Pdt. Great House, dia mengembangkan musik tiup kepada warga jemaat GBKP di Kabanjahe dan sekitarnya.
Pada masa itu, NZG juga membentuk 10 grup musik tiup lainnya selain yang ada di Kabanjahe, yakni di GBKP Tiga Nderket, Tiga Binanga, Tiga Lingga, Siantar, Berastagi, Surbakti, Sibolangit, Medan, Pasar II, Binjai dan Pancurbatu.Â
Dengan demikian pada masa itu ada 11 grup musik tiup yang berkembang di GBKP. Pada masa awal terbentuknya, grup musik tiup ini difungsikan sebagai pengiring pada saat ibadah di gereja, baik dalam ibadah minggu, ibadah dalam acara pemberkatan, ibadah dalam acara penguburan, ibadah dan perayaan Natal, Paskah dan acara-acara lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Alm. Pt. Em. Hiskia Ketaren semasa hidupnya, yang merupakan salah seorang pemain musik tiup mula-mula dan sepanjang hidupnya merupakan pengasuh dan pembina GBKP Musik Tiup (GMT) Kabanjahe, bahwa pada masa-masa awal keberadaan grup musik tiup ini, para pemain musik atau anggota grup adalah kaum bapa-bapa, yang umumnya sudah berumah tangga.
Sering kali untuk mengiringi pelayanan dalam berbagai bentuk ibadah dan perayaan-perayaan sebagaimana dimaksud di atas, maka para anggota grup musik tersebut haruslah meninggalkan apa yang menjadi profesi dan pekerjaan mereka sehari-hari. Almarhum sendiri adalah seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan guru pada sekolah menengah atas.
Sementara itu pelayanan mereka melalui musik tentulah bukan merupakan sebuah profesi yang berdimensi profit. Hal ini tentu menjadi dilema, bagaimanapun mereka memiliki keluarga dan anak-anak yang perlu dihidupi dan dipenuhi kebutuhannya.Â
Terlebih lagi, pada masa-masa awal itu, keadaan ekonomi jemaat yang dilayani belumlah sebaik saat ini, sehingga untuk sekadar mengganti biaya transport merekapun terkadang tidak sebanding. Masa itu adalah masa pada tahun-tahun 1960-an.