"Kalaulah ada alat yang bisa mengecek ciri-ciri dan tanda kendaraan-kendaraan ini, maka barangkali jalanan macet yang kita lalui saat ini sudah dipenuhi oleh taxi-taxi online yang dipesan pakai aplikasi, Pak."
"Itu juga sebabnya, jumlah penumpang taxi konvensional seperti saya ini sudah sangat turun drastis, Pak" katanya menambahi lagi.
"Begitu ya, Pak?" tanyaku.
"Ya, Pak. Kalau jam segini kan orang-orang kantor pada masih kerja di kantornya. Atau barangkali sedang makan siang di kantin dekat kantornya. Jadi siapa semua orang-orang yang sedang berlalu lalang ini kalau bukan orang-orang yang sedang melancong atau orang-orang yang sedang dalam pekerjaan bisnis atau dinas. Mereka menggunakan jasa angkutan online. Lagipula jenis kendaraan angkutan online itu bukanlagi yang biasa-biasa saja, tapi juga mobil yang mewah-mewah sering juga dipakai menjadi taxi online. Termasuk ibu-ibu rumah tanggapun banyak juga yang suka menjadi supir kendaraan taxi online ini," katanya panjang lebar.
Apa yang kami bicarakan adalah hal yang biasa-biasa saja. Hingga kemudian dia menceritakan tentang perasaannya terkait teman-temannya para supir yang sebagiannya kurang beruntung bila dibandingkan dengan dirinya.
"Saya yang sudah memiliki rumah tempat tinggal sendiri saja, kadang tidak habis pikir bagaimana saya akan bisa melalui kehidupan ini. Apa lagi teman-teman saya yang masih harus memikirkan uang kontrak bulanan rumah, di samping belanja untuk makan dan biaya keperluan anak-anak sekolah. Sekarang mana ada lagi kontrak rumah yang hanya 500ribu per bulan meskipun rumahnya hanya sepetak kamar, paling tidak sewanya 1 juta," kata bapak ini.
"Mungkin Bapak enak tinggal di kampung?" tanya dia lagi.
Apa yang berlangsung dalam tanya jawab kami yang terakhir, mengembalikan pikiran kita kepada super realitas yang irasional, sebegaimana metamorfosis yang terjadi pada Samsa.
Barangkali saat ini banyak manusia yang mendapati dirinya berubah secara tidak masuk akal menjadi kecoak. Kalau bukan dia yang mendapati kenyataan dirinya yang seperti itu, maka barangkali oleh keluarganya, temannya, atau orang lain yang sedang menyaksikan orang itu berubah menjadi kecoak.
Sejalan dengan pesan simbolik yang terselip pada novelet Metamorfosis karangan Kafka, kesan super realitas yang irasional terkait manusia yang menjadi kecoak atau dijadikan kecoak ini bukan bermaksud memandang kemiskinan yang terjadi di banyak tempat di berbagai belahan dunia secara peyoratif.Â
Hanya sekadar cara menyampaikan pesan untuk menegaskan, bahwa korban dari kemiskinan entah karena kultur, sistem maupun warisan bawaan, sering kali dipandang sebagai hama yang paling mudah dihilangkan dengan menyingkirkannya sama sekali.
Adalah tidak mungkin mengubah kecoak kembali menjadi Samsa, yang untuk sekadar membalikkan badannya saja ia sulit, karena punggungnya yang keras seperti cangkang kura-kura dan kaki-kaki kecilnya yang terlihat seperti tidak akan mungkin menopang tubuhnya, sekalipun banyak.