Namun, ada yang jauh lebih menarik dalam tradisi sarapan pagi di negeri ini selain menu makanannya. Walaupun larangan dan batasan sejauh selera, daya tahan dan batas toleransi tubuh, masyarakat kita juga sangat bebas dalam tata cara menyantap sarapan pagi.
Kalau secara fungsi, bila dikatakan melihat pasti dengan mata dan mendengar pasti dengan telinga, maka tidak dengan mulut. Bukan tanpa alasan mulut punya beragam fungsi, ia terkait dengan aktivitas komunikasi, baik verbal maupun non verbal, aktivitas seni romantisisme dan percintaan, juga termasuk makan-memakan.
Pada faktanya, kita mungkin pernah melihat orang-orang melakukan beragam aktivitas ini secara bersamaan sembari berbagai makanan memenuhi rongga mulutnya.Â
Maka, tidak heran dalam setiap hari sarapan pagi kita, entah dimana pun itu, berlangsung dalam sebuah orkestrasi harmoni yang riuh.Â
Orang-orang memakan berbagai hal, biasa sekali bersama dengan nasi dan mie, dengan diiringi derai gelak tawa dan bermacam obrolan tentang berbagai hal dengan mulut berbusa-busa, dan tak jarang dengan makanan yang penuh mengisi rongga mulutnya.
Itu adalah segelintir hal yang menjadi kebiasaan kita dalam mengawali hari, di negeri dimana hampir semua hal saat ini berlangsung dalam ketergesa-gesaan, dengan badan yang besar tapi limbung.Â
Semuanya tampak dalam suasana sarapan pagi, melalui sepiring nasi dengan lauk mie. Sebuah gambaran orkestrasi harmoni di tengah kontradiksi dan ironi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI