Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

5 Ciri Gangguan Psikosomatik yang Terlihat Saat Orang Menyerobot Antrean

10 Juli 2019   00:49 Diperbarui: 10 Juli 2019   07:17 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan dalam kemacetan yang parah ini akhirnya dapat kami tempuh dalam waktu 14 jam 30 menit. Berangkat pada Senin (8/7/2019) pukul 18.00 wib dari Lubuk Pakam dan tiba pada Selasa (9/7/2019) pukul 08.30 wib di Kabanjahe, untuk menempuh jarak sekitar 96 km. namun, perjalanan yang cukup menguras emosi ini menyisakan beberapa petunjuk adanya gejala-gejala perasaan takut atau cemas, denyut jantung menjadi cepat, jantung berdebar-debar, mual atau ingin muntah, gemetaran, berkeringat, mulut kering, sakit dada, sakit kepala, sakit perut, napas menjadi cepat, nyeri otot, atau nyeri punggung dari manusia-manusia yang ikut terjebak atau menjebakkan diri dalam kemacetan yang tidak masuk akal ini, antara lain:

  1. Ada beberapa kendaraan dinas pejabat dengan nomor plat polisi berwarna merah dari berbagai daerah yang melintasi jalur jalan nasional ini, yang ikut tidak tertib mengantre di tengah kemacetan. Bagaimana mau tertib, kalau yang seharusnya menjadi panutan pun ikut menjadi buas? Apakah ini karena pejabat yang ada di atasnya mengalami gejala psikosomatis? Mungkin masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
  2. Ada seorang kondektur bus angkutan umum antar kota dalam provinsi yang akhirnya adu jotos dengan seorang pengendara mobil pribadi. Tidak ada yang mau mengaku salah. Padahal jelas sekali, masalah terjadi karena ada pelanggaran. Mungkin di antara mereka ada yang sakit kepala, nyeri otot atau nyeri punggung akibat kemacetan dan berlomba mengejar setoran.
  3. Ada seorang bapak supir mobil pick up pengangkut barang rongsokan yang buang hajat, dia berak, di antara mobil-mobil yang terjebak kemacetan. Ia mungkin sakit perut, entah sakit perut karena kemacetan.
  4. Ada banyak pengendara yang melawan seorang petugas polisi lalu lintas yang sebenarnya sudah berusaha mengatur dan menghadang dengan badannya sendiri laju kendaraan yang mencoba saling menyerobot antrean dalam jalur dan saling mendahului, tapi para pengendara melawannya. Barangkali para pengendara yang melawan petugas ini sedang menunjukkan gejala fisik yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas listrik atau impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh akibat pelepasan zat adrenalin berlebihan ke dalam aliran darahnya. Itu juga adalah gejala fisik dari psikosomatis.
  5. Ada ibu-ibu yang kencing seenaknya di pinggir bus umum yang ditumpanginya dan masih terjebak macet. Kata kondekturnya: "Bu, jangan sembarangan kencing di sini." Lalu si ibu membalasnya: "Suka-suka akulah, kenapa rupanya?"

Lalu kalau kemudian banyak juga diantaranya, para pengendara yang telah terkulai lemas dan tertidur, ada yang wajahnya menengadah ke atas dengan mulut menganga, sementara yang lainnya dengan wajah tersandar ke setir mobil, yang tak jarang disemprot oleh klakson truk-truk yang bunyinya lebih mirip bunyi klakson kapal laut KM. Tampomas yang legendaris dan telah karam itu, karena kendaraan-kendaran di depannya telah mulai berjalan kembali, sekali berjalan sejauh kurang lebih 30 meter dan selebihnya berhenti lagi, itu sepertinya bukanlah gangguan psikosomatis, tapi karena benar-benar mengantuk karena kelelahan.

"Memang kemacetan seperti ini sudah sangat keterlaluan, dan sangat melelahkan. Yang juga sangat mengherankan, kalau sudah tahu akan menambah masalah, bahkan menjadi sumber masalah yang sesungguhnya dalam kemacetan, kenapa orang-orang ini selalu tampak sangat suka kembali dan selalu kembali ke jalan ini, dan selalu saling berlomba menjejalkan dirinya ke depan, dengan demikian mereka semuanya akan saling berhadap-hadapan satu sama lain, hingga mereka tidak bisa kemana-mana lagi?" barangkali demikianlah di benak monyet-monyet yang hampir sepanjang hari dan di setiap akhir pekan menyaksikan manusia-manusia yang bergerak merayap dengan kemajuan teknologinya di bawah kanopi dedaunan pepohonan, sementara monyet-monyet bebas melompat dari satu dahan ke dahan yang lain di atasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun