Dilansir dari laman wikipedia, dijelaskan sebagian riwayat hidup singkat dari Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU. Ia lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada tanggal 7 Oktober 1969, merupakan anak pertama Suharsono Harsosaputro dan Sri Roosmandari.
Pendidikan SD, SMP, dan SMAnya ia jalani di kampung halamannya, Boyolali. Dia merupakan alumni Universitas Gajah Mada dan Institut Pertanian Bogor. Ia memperoleh gelar S-1 geografi di Universitas Gadjah Mada pada 1993, dan menjadi lulusan terbaik di sana pada tahun itu. Ia memperoleh gelar S2 dan S3 di bidang hidrologi di Institut Pertanian Bogor. Ia hampir menjadi profesor peneliti pada 2012, tapi kandas karena statusnya sebagai peneliti Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT) dan tugas-tugasnya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ia mulai bekerja di BPPT pada tahun 1994. Ia bekerja pada bidang penyemaian awan. Perlahan-lahan, jenjang jabatan fungsionalnya sebagai peneliti mencapai puncaknya hingga Ahli Peneliti Utama (APU), golongan ruang IV/e. Ini merupakan jabatan fungsional tertinggi yang diberikan kepada peneliti di lembaga penelitian milik negara, seperti LIPI, LAPAN, BATAN, BPPT, Balitbang, dan sebagainya. Posisi ini sejajar dengan guru besar dalam bidang pendidikan tinggi. Oleh karena itu, peneliti dengan jabatan APU berhak menyandang gelar Profesor, lengkapnya "Profesor Riset" di depan namanya. Ia juga mengajar di IPB, Universitas Indonesia, dan Universitas Pertahanan Indonesia.
Kemudian, ia membantu BNPB sebelum bekerja secara penuh di sana pada Agustus 2010. Ia mulai ditempatkan di BNPB pada 2010 sebagai Direktur Pengurangan Risiko Bencana. Agustus 2010 saat ia ke BNPB adalah tahun yang sama dengan awal letusan pertama Gunung Sinabung setelah sebelumnya hanya dikenal sebagai gunung api yang tidak lagi aktif sejak 1.600 tahun yang lalu. Selain bencana erupsi Gunung Sinabung, di bulan-bulan pertama ia bekerja di BNPB, terjadi bencana-bencana terkenal yang menerpa Indonesia, seperti banjir di Wasior, gempa bumi dan tsunami di Mentawai dan erupsi Gunung Merapi.
Ia menjadi Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di November tahun 2010. Oleh The Straits Times, Pak Topo disebut bsebagai "pejabat Indonesia yang paling sering dikutip dalam berita selama bencana berlangsung".
Sutopo menikah dengan Retno Utami Yulianingsih, dan memiliki 2 orang anak hasil dari pernikahan itu. Pada Januari 2018, Sutopo mengumumkan bahwa ia mengidap kanker paru-paru stadium  IV dan masih berada di bawah tahap perawatan. Keluarga dan dokternya telah memintanya untuk berhenti beraktivitas, namun ia menolak, meskipun sakit. Karenanya ia juga terpaksa pakai morfin. Ia juga masih tetap bersemangat dan tak pernah surut, terutama jika berbicara dengan wartawan. Ia diketahui aktif memantau bencana di media sosial, serta menyediakan informasi dalam berbagai kejadian, bahkan hingga menjelang akhir hayatnya.
Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU meninggal di Guangzhou, Tiongkok, pada tanggal 7 Juli 2019 pada umur 49 tahun. Jabatannya terakhir adalah Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Â
Berbagai prestasi pernah diraih oleh Pak Topo. Sebagaimana disampaikan dalam Kompas.com, 12/12/2018, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meraih predikat The Most Inspirational Aparatur Sipil Negara (ASN) 2018 di ajang Anugerah ASN 2018 di Jakarta pada Selasa (11/12/2018).
Sebelumnya, Pak Topo juga telah mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi lainnya, yakni:
1. Communicator of the Year 2018 dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI), pada 16 Oktober 2018;