Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Demi Waktu," Kita Adalah Apa yang Kita Kerjakan Ketika Tak Ada Orang yang Melihatnya

28 Juni 2019   12:58 Diperbarui: 30 Juni 2019   12:58 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kronos et Kairos tou Theou, semua waktu adalah milik Tuhan. Dimulai di dalam Tuhan dan diakhiri di dalam Tuhan.

Suatu hari, seorang pria yang gelisah ketika hari masih pagi benar, sedang menekuri selembar kartu undangan sebuah acara pesta adat, yang diadakan di sebuah desa yang jarak tempuhnya sekitar satu jam perjalanan dari rumah tempat tinggalnya.

Pada saat yang sama pada hari itu juga, ia memiliki agenda kerja di kantor dengan jadwal yang padat. Itu adalah sebuah hari pada Senin pagi yang sibuk. Pria itu adalah seorang pegawai negeri. Biasanya, pada hari Senin, kesibukannya adalah seputar mengikuti rapat-rapat maupun menyelesaikan beban-beban pekerjaan yang tertunda, yang tidak terselesaikan pada hari kerja hingga Jumat pada minggu yang lalu.

Situasi ini mungkin bukan sebuah hal yang berarti penting, atau rumit, atau bahkan tidak berarti apa-apa, selain sebagai sesuatu yang rutin dan biasa saja, bagi seseorang yang sangat fungsional, praktis, pragmatis, atau bahkan cuek sama sekali dalam kesehariannya. Namun, tidak demikian bagi sebagian orang. Tidak juga bagi pria, pegawai negeri yang gelisah ini.

Ada sebuah pandangan dalam ajaran Calvinisme, yang diwariskan oleh Yohanes Calvin, sang bapa gereja, terkait dengan pemahaman dalam memandang waktu dan pekerjaan. Ia yang mengajarkan pemahaman bahwa semua waktu adalah milik Tuhan. Oleh karenanya, manusia yang hidup dalam lintasan waktu yang bergerak itu, seharusnya juga memahami bahwa semua pekerjaan yang dikerjakannya juga adalah untuk Tuhan. Dengan kata lain, seharusnya tidak ada apa yang dianamakan pekerjaan surgawi dan pekerjaan duniawi.

Keterbelahan pemahamam dalam memandang apa yang dikerjakan bagi surga dan dunia ini, bisa dibilang sebagai penanda eksistensial manuisa setengah-setengah. Ia setengah hidup dan setengah mati. Setengah siuman dan setengah pingsan.

Bagi Calvin, seluruh hidup, jiwa dan roh adalah milik Tuhan. Dalam pandangan semacam ini, hidup di antara tarik menarik kepentingan dunia seringkali membawa pikiran, perasaan dan kesadaran kepada situasi yang dilematis. Lalu adakah manusia yang mampu menjadi manusia yang penuh seutuhnya, tidak setengah-setengah? Barangkali tidak.

Bagi manusia yang praktis, pragmatis, atau cuek sama sekali dalam kesehariannya, dalam memandang situasi dilematis seperti yang dirasakan oleh pria pegawai negeri yang gelisah sambil menekuri undangan pesta adat di hari Senin yang sibuk itu, barangkali akan mudah diselesaikan dengan sebuah pilihan yang mudah. Sesederhana untuk memilih "kalau ke sana ya tidak ke sini, kalau ke sini ya tidak ke sana." 

Apa yang menjadi alasan untuk memilih ke sini atau ke sana, atau barangkali tidak ke sini atau ke sana, bukanlah suatu hal yang penting, apalagi untuk disampaikan kepada orang yang mengundangnya. Mungkin, kebanyakan orang-orang yang mengundang juga tidak terlalu ambil pusing kalaupun kita datang atau tidak.

Bagi manusia yang memandang bahwa semua waktu adalah milik Tuhan, sehingga apapun yang ia kerjakan pada waktu itu adalah untuk Tuhan, barang kali atas ketidakhadirannya dalam hal apa pun karena ia harus melakukan hal lainnya, atau karena berbagai alasan lain apa pun itu, ia mungkin perlu berdoa begini, "Tuhan, hari ini saya tidak akan pergi ke pesta itu, karena pada hari ini saya harus menyelesaikan rencana program dan kegiatan selama setahun di tempat saya bekerja. Kalau lain kali saya diundang lagi, sediakanlah bagiku sebuah kesempatan untuk dapat menghadirinya." 

Atau, dalam hal lain, seorang janda tua yang perlu berdoa seperti ini, "Tuhan, hari ini aku tidak akan pergi ke gereja. Aku harus mengumpulkan perca-perca kain di pasar untuk bisa selesai kujahit dalam tiga hari ini. Aku harus memberi makan pada hari ini, ketiga orang cucuku yang masih kecil-kecil ditinggal mati ibunya. Tuhan, berikanlah aku rezeki pada hari ini, agar Minggu depan aku berkesempatan menghadiri ibadah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun