Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desa Itu Milik Siapa? Belajar dari Ruth Tandi Ramba, Sang Motivator Milik Desa

19 Juni 2019   10:46 Diperbarui: 20 Juni 2019   05:58 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruth Tandi Ramba dalam sebuah pelayanan di Gereja Toraja (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)

Sebait syair dari lagu "Mars Desa Membangun" yang dikutip dari laman resmi Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat (BBPLM)-Jakarta, http://bbplm-jakarta.kemendesa.go.id, demikian disebutkan:

Kini saatnya bagi kaum muda..............................!
Penuhi panggilan tugas mulia .............................!
Singsingkan lengan baju untuk Nusa .................!
Berkarya bagi tanah air tercinta ........................! dst.

Dari rak buku rumah dinas seorang pendeta, aku meminjam sebuah buku yang sampulnya sudah tampak usang berjudul "Motivator Milik Desa." Mungkin buku itu sudah sangat jarang dibaca, sehingga sudah tampak usang. Waktu itu adalah sekitar tahun 2006.

Di dalamnya diangkat kisah tentang kiprah orang-orang yang merupakan fasilitator atau motivator pemberdayaan masyarakat desa yang berasal dari berbagai gereja yang ada di berbagai daerah di Indonesia. 

Mereka ini merupakan para alumni dari pusat pembinaan fasilitator dan motivator pemberdayaan masyarakat desa yang dikelola oleh Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) di Cipanas, Jawa Barat.

Adalah seorang wanita asal Sulawesi Selatan, tepatnya Tana Toraja, yang telah mengikuti pembinaan di Cipanas untuk menjadi seorang motivator atau fasilitator desa. Istilah dalam regulasi tentang desa saat ini, motivator atau fasilitator desa ini mungkin bisa dikatakan seorang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). 

Namanya adalah Ruth Tandi Ramba. Pada tahun 1980-an, usai menamatkan pembinaan, ia ditempatkan di sebuah desa terpencil di Tapanuli Sumatera Utara (lupa nama persis desanya), jauh dari kampung halamannya.

Namun, Ruth, sebagaimana anjuran teori antropologi dari Bronislaw Malinowsky, seorang etnograf dan salah seorang pencetus mula-mula metode antropologi partisipatif, ia menyadari bahwa cara terbaik sebagai orang asing untuk dapat cepat memahami serta cepat dapat diterima oleh masyarakat pada sebuah komunitas dan lingkungan yang baru adalah dengan hidup membaur di tengah-tengah mereka dan terlibat langsung dalam keseharian dan budaya hidup bersama-sama dengannya.

bronislaw malinowsky bersama salah satu suku primitif (sumber: https//:www.facebook.com.Factotum.IIS)
bronislaw malinowsky bersama salah satu suku primitif (sumber: https//:www.facebook.com.Factotum.IIS)
Demikianlah Ruth selama bertahun-tahun hidup di antara dan bersama-sama dengan warga desa tanah Batak itu. Ciri umum warga desa itu adalah sebagai masyarakat petani. 

Suami-suami umumnya terlihat sangat betah duduk berlama-lama di kedai kopi, juga di lapau tuak, sementara istri-istri sudah sangat sibuk sejak pagi hari. Mereka para istri, harus sudah lebih dahulu bangun dibandingkan seluruh anggota keluarga. 

Istri-istri di desa umumnya, harus menyiapkan keperluan makan pagi bagi anggota keluarga, memberi makan ternak peliharaan mereka yang ada di belakang rumah, mencuci piring, mencuci kain kotor, menyapu rumah, menyapu halaman bagi yang memiliki halaman. 

Setelah itu semua, jangan kira mereka bisa beristirahat. Para istri masih akan menjadi yang lebih dahulu berangkat membajak sawah atau mengarit rumput atau mencangkul ladang, dibandingkan para suami. 

Mereka para suami bisa saja bahkan tidak sempat memakan sarapan pagi yang telah disiapkan oleh istrinya, lekas di pagi hari mereka pergi ke warung kopi, dan sibuk di sana membahas politik hingga masalah isu internasional sambil duduk berlama-lama. 

Sebagian mungkin akan beranjak dari kedai, tidak lama setelah akan segera menjelang makan siang. Kurang lebih, demikianlah gambaran masyarakat di desa terpencil, tempat di mana Ruth Tandi Ramba ditugaskan sebagai seorang motivator desa.

Puji Tuhan, Ruth Tandi Ramba memang berproses maju menjadi seorang motivator milik desa. Ia menyatu dengan masyarakat, dengan lingkungan, hingga akhirnya ia berkeluarga di sana. 

Di masanya, Ruth telah bekerja untuk merevolusi mental warga agar mereka bisa lebih berdaya. Apa yang terlihat seperti perbudakan dari zaman purba dalam kenyataan hidup paling dekat dengan seluruh warga desa, yang ditampilkan dalam hubungan kerja sama (untuk menghaluskan istilah kerja paksa) antara suami dan istri di masa itu, pastilah bagai menapaki jalan batu yang sulit, menanjak dan berliku untuk ditempuh oleh Ruth dalam rangka merubahnya.

Ruth yang seorang motivator milik desa, bekerja sungguh-sungguh dengan hatinya, jauh dari gemerlap kemewahan. Namun, kualitas personality profile seorang Ruth Tandi Ramba tidak diukur dari apa yang dia punya, melainkan dari seluruh hal pada dirinya yang bisa dia berikan kepada sesamanya manusia. 

Dari Ruth, saya belajar bahwa kesan dan kenangan akan diri kita adalah warisan yang hidup dan menetap di tempat-tempat di mana pun kita pernah berada, yang tercipta hanya selama kita ada di dunia. 

Kisah perjuangan hidupnya tidak saja menetap di tempat di mana dia pernah berada, tapi bisa menjalar kemana-mana, dan menginsprirasi manusia-manusia baru yang lahir kembali setelah mengenalnya. Entah lewat tulisan, entah lewat tutur cerita dari para orang tua.

Hari-hari kini di tengah semangat pembangunan desa-desa, lama setelah saya mengenangkan kembali cerita tentang Ruth Tandi Ramba, yang dengan totalitas mengabdikan hidupnya bagi pemberdayaan masyarakat desa yang bahkan bukan tanah tempat asal-usulnya, sungguh menggerakkan hati untuk menelusuri citra dirinya kini entah sudah seperti apa. 

Berkat kemajuan teknologi, dia yang saya baca hidupnya tanpa sepengetahuannya dalam lembaran kertas usang pada 13 tahun yang lalu, tersimpan dalam sebuah rak buku yang mungkin jarang dikunjungi, hari ini saya temukan dalam akun facebook-nya dengan mesin pencarian Google.

Ruth Tandi Ramba bersama keluarga (Sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba bersama keluarga (Sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)

Ibu Ruth Tandi Ramba, yang kerja pengabdiannya tersimpan dalam buku Motivator Milik Desa itu, ternyata masih terus saja bekerja dalam pelayanan dan kerja-kerja sosialnya, kini di kampung halamannya di Tana Toraja, Sulawesi Selatan Indonesia. 

Dia yang dibentuk oleh alam dan masyarakatnya, mungkin telah bekerja melampaui apa yang bisa dilakukan sebagian besar orang yang lebih beruntung mengecap manisnya altar suci akademika. 

Kisah hidup dan pengabdian Ibu Rut Tandi Ramba menunjukkan bahwa tidak harus berasal dari altar suci Sorbonne. Pengabdian yang menyentuh sisi terdalam kemanusiaan bisa saja datangnya dari desa.

Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba bersama peserta Toraja Youth Camp 2018 (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba bersama peserta Toraja Youth Camp 2018 (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam sebuah pelayanan di Gereja Toraja (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Ruth Tandi Ramba dalam sebuah pelayanan di Gereja Toraja (sumber: https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba)
Dari akun facebook-nya, https://m.facebook.com/ruthtandi.ramba, ia tercatat memiliki hubungan pertemanan dengan hanya 318 orang, ia jauh dari publisitas. Dari hasil pencarian lainnya, saya mendapatkan informasi melalui postingan seorang gadis di blog pribadinya, www.sitirogayah.com. Ia menceritakan mengenai pengalaman pribadinya dalam sebuah kegiatan bertajuk Toraja Youth Camp 2018, yang dilaksanakan oleh Kawan Bangsa, dengan mengundang perwakilan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia untuk belajar tentang toleransi, untuk dijadikan sebagai pemuda agen toleransi. Ini adalah sebuah kegiatan yang diadakan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada 27-29 April 2018.

Saat ini Ibu Ruth Tandi Ramba adalah Direktur Pusat Pembinaan dan Pelatihan Motivator Gereja Toraja. Ia juga tercatat sebagai seorang penatua Gereja Toraja dan merupakan salah seorang pengurus BVK Sangalla' periode 2017-2022 sebagai anggota.

Siti Rogayah, utusan kegiatan Toraja Youth Camp 2018 dari Medan bersama Ruth Tandi Ramba (sumber: www.sitirogayah.com)
Siti Rogayah, utusan kegiatan Toraja Youth Camp 2018 dari Medan bersama Ruth Tandi Ramba (sumber: www.sitirogayah.com)
Dari Ibu Ruth Tandi Ramba kita bisa belajar bahwa desa adalah milik kita bersama. Darinya kita bisa memaknai bagaimana seseorang bekerja dalam pemahaman bahwa dimana pun kita berada, maka itu adalah rumah kita, dan mereka yang tinggal di sana adalah saudara-saudara kita.

Mengutip sebuah ungkapan rohani, bahwa kita perlu bekerja bagi kebaikan tempat itu dan bagi setiap warga di dalamnya, karena kesejahteraan mereka adalah kesejahteraan kita.

Darinya juga kita bisa memaknai cara hidup seseorang yang mengerti bahwa hidup ini adalah kesempatan. Oleh karenanya, ia membiarkan hidupnya dipakai selagi ia masih kuat, dan bila saatnya nanti ia tak berdaya lagi, hidupnya pastilah sudah menjadi berkat.

Dipanjangkanlah umurmu dan sehat-sehat senantiasa wahai ibu-nya desa, Ruth Tandi Ramba. Diberkatilah Ruth Tandi Ramba-Ruth Tandi Ramba baru, para pamong desa sejati yang tidak terpaku pada gelar dan citra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun